Senin, 04 April 2016

Shalat Daim


ladzina hum ‘ala sholaatihim daa’imuun. Yaitu mereka yang terus menerus melakukan sholat (Q.S Al-Ma’aarij : 70:23)

Mereka yang mampu sholat daim adalah mereka yang tidak akan berkeluh kesah dalam hidupnya dan senantiasa mendapat kebaikan sebagaimana disampaikan Q.S 70 : 19-22. Nah, sholat daim ini modelnya seperti apa? Ah.. tentu saja tidak bisa dibeberkan disini karena sholat daim adalah “oleh-oleh” dari hasil pencarian spiritual manusia. Tidak bisa diceritakan ke semua orang kecuali mereka yang telah memiliki kematangan spiritual.
Sholat daim adalah sholatnya orang ‘arif yang telah mengenal Allah. Ini adalah sholatnya para Nabi, Rasul, dan orang-orang ‘arif. Ilmu ini memang tidak banyak diketahui orang awam. Lantas bagaimana dengan
sholat lima waktu? Nah sholat lima waktu sebenarnya adalah jumlah minimal saja yang harus dikerjakan manusia untuk mengingat Allah. Pada hakekatnya kita malah harus terus menerus untuk mengingat Allah sebagaimana firman-Nya :
Dan ingatlah kepada Allah diwaktu petang dan pagi (Q.S Ar-Ruum (30) : 17)
Dan sebutlah nama Tuhanmu pada pagi dan petang. (Q.S Al-Insaan (76) : 25)
Ayat diatas bukan berarti mengingat Allah hanya dua kali saja yaitu waktu pagi dan petang sebab makna ayat diatas justru sehari-semalam! Yakni pagi dimulai dari jam 12 AM-12 PM, sampai dengan petang jam 12 PM-12 AM, begitu seterusnya. Nah, karena tidak semua orang sanggup untuk mengingat Allah dalam sehari-semalam maka sholat lima waktu itu adalah merupakan event khusus untuk mengingat-Nya. Jika orang awam tidak ada perintah sholat lima waktu maka tentu saja Allah akan mudah terlupakan. Kalau Allah
terlupakan maka bumi ini bisa rusak oleh berbagai kejahatan yang dilakukan manusia. Orang awam perlu dilatih disiplin melalui sholat lima waktu ini untuk mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, kontrol diri akan lebih kuat.
Namun demikian, janganlah merasa cukup puas hanya dengan sholat lima waktu. Tingkatkanlah agar kita mampu melakukan sholat daim. Mari kita simak kembali ungkapan Sunan Bonang yang tertulis dalam Suluk Wujil :
Utaming sarira puniki
Angawruhana jatining salat
Sembah lawan pujine
Jatining salat iku
Dudu ngisa tuwin magerib
Sembahyang araneka
Wenange puniku
Lamun aranana salat
Pan minangka kekembaning salat daim
Ingaran tata krama
Artinya : “Unggulnya diri itu mengetahui hakekat sholat, sembah dan pujian. Sholat yang sebenarnya bukan mengerjakan isya atau magrib. Itu namanya sembahyang, apabila disebut sholat maka itu hanya hiasan dari sholat daim. Hanyalah tata krama”
Dari ajaran Sunan Bonang diatas, maka kita bisa memahami bahwa sholat lima waktu adalah sholat hiasan dari sholat daim. Sholat lima waktu ganjarannya adalah masuk surga dan terhindar neraka. Tentu yang mendapat surga pun adalah mereka yang mampu menegakan sholat yaitu dengan sholat tersebut, ia mampu mencegah dirinya dari berbuat keji dan mungkar.
Sayangnya, saat ini banyak orang yang hanya meributkan sholat fisiknya saja dan melupakan hakekat sholat itu sendiri. Seringkali jika terdapat perbedaan pada gerakan ataupun bacaan sholat, mereka saling ribut mengatakan sholatnya paling benar dengan menyebut sejumlah Hadist yang diyakininya benar.

SHOLAT DAAIM ?




Muqaddimah
Istilah shalat daim tidak dijumpai dalam kepustakaan Islam yang muktabar (terkenal). Shalat daim, seperti diungkapkan dalam surah al-Ma’arij ayat 23 yang artinya: “Yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya,” mengandung pengertian “salat yang dilakukan”, yaitu salat yang dilakukan terus-menerus dalam waktu-waktu yang telah ditentukan.
Salat daim terdapat dalam kepustakaan Jawa. Tidak seperti salat lima waktu dan salat sunah (nawafil), salat daim tidak terikat dengan waktu, tanpa rukuk, dan tanpa sujud. Sebutan lengkap untuk shalat ini adalah salat daim mulat salira, yaitu zikir yang kekal dan mawas diri. Mawas diri di sini berarti selalu ingat atau eling kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Makna Sholat
Salat berarti doa, memohon rahmat, dan memohon ampun (istigfar). Adapun daim berarti kekal atau tetap. Salat daim berarti doa yang kekal dan tetap.
Dalam hal ini Muhammad Mustafa al-Maragi menyebutnya sebagai: “Orang-orang yang senantiasa menjaga salat mereka menurut waktu-waktu yang telah ditentukan, tanpa terpengaruh berbagai kesibukan mereka.”
Dalam buku Salat Daim Mulat Salira karya Bratakesawa dijelaskan: “Salat daim ialah sembahyang yang tetap, yang selalu dilaksanakan, atau sembahyang yang tidak pernah ditinggalkan, mawas diri, dan mawas aku (melihat dengan teliti akan diri sendiri atau dirinya dalam arti yang seutuhny). Melakukan ini amat penting bagi kita yang mencari ilmu hakikat. Dan melakukan yang demikian inilah yang disebut dengan salat daim mulat sarira.
Tentang salat daim ini dijelaskan oleh Ranggawarsita, yaitu “saya berniat salat daim untuk selama hidupku, berdirinya adalah hidupku, rukuknya adalah penglihatanku, iktidalnya adalah pendengaranku, sujudnya adalah penciumanku, bacaan ayat adalah ucapanku, duduknya adalah imanku, pujiannya adalah keluar masuknya nafasku, zikirnya adalah ingatanku, kiblatnya adalah renunganku, fardu menjalankan yang wajib lantaran kodratku sendiri. Disitu lalu pasrah kepada Zat hidup kita pribadi . jangan ragu-ragu lagi, karena yang demikian itu telah berdiri Zat, sifat dan perbuatan kita ini sudah menjadi Al-Qur’an sejati, sebagai tanda hakikat semua salat.”Lebih lanjut ia menjelaskan, “Itulah salat daim, yakni salat yang sejati, ia tanpa di antarai waktu, tidak mempunyai hitungan rakaat, mereka ini bisa disebut salat sambil bekerja, melakukan pekerjaan sambil salat, duduk dengan berdiri, berdiri dengan duduk, lari dengan berhenti, membisu dengan berceritera, bepergian dengan tidur, tidur dengan jaga. Seperti itulah ibaratnya, sebab hakikat salat daim tanpa sujud dan rukuk, yakni hanya berada dalam rasa hidup kita.”

Hakekat Sholat
Mengenai hal shalat tentu berbagai cara dan methode dalam prakteknya seseuai dengan tingkat pemahaman ilmu serta keimanannya, karena seperti disebutkan diatas bahawa shalat adalah do'a.
Demikian pula seperti tulisan diatas "Sedemikian pentingnya shalat lima waktu ini sehingga untuk mewajibkannya pun Allah secara khusus memanggil Nabi Muhammad SAW melalui mu’jizat Isra Mi’raj".
Justru inilah kuncinya shalat, yaitu pertemuan dengan Tuhan tanpa hijab di sidratul muntaha, yang disebut ashlatu mi'rajul mu'min, dan shalat seperti ini mempunyai tata cara yang berlainan dengan shalat umumnya lima waktu.
Shalat lainnya adalah seperti halnya ashalatu imaduddin, shalat adalah tiangnya agama, dalam pemahaman tatacara umum adalah shalat lima waktu.
Selanjutnya ashalatu adzikri, yakni memeliharaan ingatan kepada kepada Tuhan, dalam pandangan umum adalah memalihara dzikir baik lisan, fikiran dan hati disetiap saat, seperti halnya dzikir nafas.
Demikian pula shalat wustha(pertengahan) seperti yang ditafsirkan oleh para ulama adalah shalat ashar, padahal hakikatnya tidak selalu menjurus kepada sholat yang lima waktu, namun ada tata caranya tersendiri.
Jika salat dalam arti syariat lebih menekankan aspek perilaku lahiriah dalam bentuk berbagai ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, maka salat dalam arti tasawuf mengambil bentuk perilaku salat dimaksud yang dibarengi dengan khusyuk, hadir hati, dan selalu ingat kepada Allah SWT. Salat yang demikian menuntut pelakunya untuk menghadapkan sepenuh hatinya kepada Allah SWT yang dapat menumbuhkan rasa hormat, segan, dan takut serta kagum akan kebesaran, keagungan, dan kekuasaan-Nya.
Salat daim mulat sarira akan lebih mudah dipahami dengan pendekatan makna salat menurut tasawuf dari pada dengan syariat, meski tidak sepenuhnya sama. Namun demikian para ulama tasawuf, seperti at-Tusi, al-Qusyairi, al-Gazali, dan as-Sukandari, menghendaki keterpaduan pengamalan salat menurut syariat dan tasawuf serta keterpaduan syarat rukun salat secara lahiriah dengan penghayatan kedalaman makna batiniah. (Source : Dewan Redaksi. 1997. ENSIKLOPEDI ISLAM. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Hal:220-221, Mas Sugeng)
Bahwasanya diceritakan dari Abdullah Bin Umar r.a, katanya adalah kamu berduduk pada suatu orang kelak ke hadapan Rasulullah SAW, minta belajar ilmu Jibril a.s, daripada ilmu yang sempurna dunia dan akhirat, yaitu membiasakan dari hakikat didalam shalat lima waktu yaitu wajib bagi kita untuk mengetahuinya. Yang harus mereka ketahui pertama kali hakikat shalat ini supaya sempurna kamu menyembah Allah, bermula hakikatnya didalam shalat itu atas 4 (empat) perkara :
1. BERDIRI (IHRAM).
2. RUKU’ (MUNAJAH).
3. SUJUD (MI’RAJ).
4. DUDUK (TABDIL).
Adapun hakikatnya :
1. BERDIRI ( IHRAM) itu karena huruf ALIF asalnya dari API, bukan api pelita dan bukan pula api bara. Adapun artinya API itu bersifat JALALULLAH, yang artinya sifat KEBESARAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• KUAT.
• LEMAH.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga, karena hamba itu tidak mempunyai KUAT dan LEMAH karena hamba itu di-KUAT-kan dan di-LEMAH-kan oleh ALLAH, bukannya kudrat dan iradat Allah itu lemah. Adapun kepada hakikatnya yang sifat lemah itu shalat pada sifat kita yang baharu ini. Adapun yang dihilangkan tatkala BERDIRI itu adalah pada segala AP’AL (perbuatan) hamba yang baharu.
2. RUKU’ (MUNAJAH) itu karena huruf LAM Awal, asalnya dari ANGIN, bukannya angin barat dan bukan pula angin timur. Adapun artinya ANGIN itu bersifat JAMALULLAH yang artinya sifat KEELOKAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• TUA.
• MUDA.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak mempunyai TUA dan MUDA. Adapun yang dihilangkan tatkala RUKU’ itu adalah pada segala ASMA (nama) hamba yang baharu.
3. SUJUD (MI’RAJ) itu karena huruf LAM Akhir, asalnya dari AIR, bukannya air laut dan bukan pula air sungai. Adapun artinya AIR itu bersifat QAHAR ALLAH yang artinya sifat KEKERASAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• HIDUP.
• MATI.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak pun mempunyai HIDUP dan MATI. Adapun yang dihilangkan tatkala SUJUD itu adalah pada segala NYAWA (sifat) hamba yang baharu.
4. DUDUK (TABDIL) itu karena huruf HA, asalnya dari TANAH, bukannya pasir dan bukan pula tanah lumpur. Adapun artinya TANAH itu bersifat KAMALULLAH yang artinya sifat KESEMPURNAAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• ADA.
• TIADA.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak ADA dan TIADA. Adapun yang dihilangkan tatkala DUDUK itu adalah pada segala WUJUD/ZAT hamba yang baharu, karena hamba itu wujudnya ADAM yang artinya hamba tiada mempunyai wujud apapun karena hamba itu diadakan/maujud, hidupnya hamba itu di-hidupkan, matinya hamba itu di-matikan dan kuatnya hamba itu di-kuatkan.
Itulah hakikatnya shalat. Barangsiapa shalat tidak tahu akan hakikat yang empat tersebut diatas, shalatnya hukumnya KAFIR JIN dan NASRANI, artinya KAFIR KEPADA ALLAH, ISLAM KEPADA MANUSIA, yang berarti KAFIR BATHIN, ISLAM ZHAHIR, hidup separuh HEWAN, bukannya hewan kerbau atau sapi. Tuntutan mereka berbicara ini wajib atas kamu. Jangan shalat itu menyembah berhala !!!.

Sholat Daaim ?
Di dalam praktek tasawuf, shalat merupakan bagian dari muraqabah (kontemplasi) terhadap Tuhan. Muraqabah itu meresapkan kesadaran bahwa Allah memonitor gerak-gerik kita baik lahir maupun bathin.
Muraqabah hakikat shalat itu dengan cara menghadapkan wajah jiwa kita ke hadirat Allah SWT yang telah menjadikan hakikatnya shalat. Shalat yang terdiri dari beberapa rukun yang bersifat perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.
Shalat sangat penting dalam tasawuf, sebagaimana disabdakan oleh nabi SAW ”Shalat adalah kenaikan (mi'raj) orang-orang Mukmin (menuju Allah)”. Nabi Muhammad juga bersabda, ”Hanya dalam shalat saja seorang hamba bisa dekat dengan Allah.”. Shalat menghubungkan sang hamba dengan Tuhan, dan mengisi jiwanya dengan cahaya-cahaya yang memancar darinya. Hubungan halus Sang Salik dengan Tuhan, rahasianya kedudukan tinggi dan kemuliaannya, pun dapat dirasakan dalam shalat. Itulah sebabnya Allah menyebut sang salik sebagai hamba-Nya (abduhu). Kehambaan ('abdiyah) ini dicapai dalam shalat. Shalat adalah anugerah khusus kepada manusia yang diberikan Allah melalui Nabi-Nya guna mengenang peristiwa mi'raj beliau, sebagaimana yang disebutkan dalam Al Quran.
Dalilnya adalah : "Sesungguhnya  shalat itu merupakan kewajiban bagi orang-orang yang beriman, yang ditetapkan waktunya" (QS. Al nisa':103)
Al-Qur’an menganjurkan banyak berzikir di luar salat. Dalam hubungan ini Allah SWT berfirman:
Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS.62:10)
Selanjutnya shalat daim yang penuh kontroversi dalam pandangan umum, karena umum hanya mengenal shalat lima waktu. Shalat daim atau disebut "asholatu daimulhaq" adalah shalat diam(tetap) tanpa gerakan, dilakukan terus menerus sepanjang hidup, disebut pula shalat abadi karena menuju alam kaebadian yakni orbit Tuhan.

Mereka yang mampu sholat daim adalah mereka yang tidak akan berkeluh kesah dalam hidupnya dan senantiasa mendapat kebaikan sebagaimana disampaikan Q.S 70 : 19-22. Nah, sholat daim ini modelnya seperti apa? Ah.. tentu saja tidak bisa dibeberkan disini karena sholat daim adalah “oleh-oleh” dari hasil pencarian spiritual manusia. Tidak bisa diceritakan ke semua orang kecuali mereka yang telah memiliki kematangan spiritual.
Sholat daim adalah sholatnya orang ‘arif yang telah mengenal Allah. Ini adalah sholatnya para Nabi, Rasul, dan orang-orang ‘arif. Ilmu ini memang tidak banyak diketahui orang awam. Lantas bagaimana dengan sholat lima waktu? Nah sholat lima waktu sebenarnya adalah jumlah minimal saja yang harus dikerjakan manusia untuk mengingat Allah. Pada hakekatnya kita malah harus terus menerus untuk mengingat Allah sebagaimana firman-Nya :
Dan ingatlah kepada Allah diwaktu petang dan pagi (Q.S Ar-Ruum (30) : 17)
Dan sebutlah nama Tuhanmu pada pagi dan petang. (Q.S Al-Insaan (76) : 25)
“Sholat daim adalah prilaku eling marang Gusti Allah terus menerus dalam setiap kondisi dan bahasa kitab keringnya adalah Ulil Albab ...... yaitu QS.(3) : 191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Gusdur.
Shalat-shalat khusus seperti: mi'rajul mu'min, wustha, daimulhaq, adalah shalat dalam etika dan tatacara tersendiri dengan kalimat dzikir tertentu yang arahnya menuju kepada kedudukan(martabat Tuhan), dan adanya shalat yang terbagi lima waktu-17 rakaat adalah merupakan uraian(pedaran) dari shalat-shalat khusus tsb yang terdapat dalam ayat Alqur'an(wustha, daim, mi'raj), dan ayat tsb termasuk pada ayat mutasyabihat yang hanya bisa di tafsirkan dengan nahwu sharaf dan ilmu alat dalam tata bahasa Alquran pada tingkat tertentu, sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Menurut ajaran dari Sunan Bonang, Shalat Daim itu hanya duduk, diam, hening, pasrah pada kehendak GUSTI ALLAH. Raden Mas Syahid tidak disuruh untuk dzikir ataupun melakukan ritual apapun. Apa rahasia dibalik duduk diam tersebut? Cobalah Anda duduk dan berdiam diri. Maka hawa nafsu Anda akan berbicara sendiri. Ia akan melaporkan hal-hal yang bersifat duniawi pada diri Anda. Hal itu semata-mata terjadi karena hawa nafsu kita mengajak kita untuk terus terikat dengan segala hal yang berbau dunia.

Namun demikian, janganlah merasa cukup puas hanya dengan sholat lima waktu. Tingkatkanlah agar kita mampu melakukan sholat daim. Mari kita simak kembali ungkapan Sunan Bonang yang tertulis dalam Suluk Wujil :
Utaming sarira puniki
Angawruhana jatining salat
Sembah lawan pujine
Jatining salat iku
Dudu ngisa tuwin magerib
Sembahyang araneka
Wenange puniku
Lamun aranana salat
Pan minangka kekembaning salat daim
Ingaran tata krama
Artinya : “Unggulnya diri itu mengetahui hakekat sholat, sembah dan pujian. Sholat yang sebenarnya bukan mengerjakan isya atau magrib. Itu namanya sembahyang, apabila disebut sholat maka itu hanya hiasan dari sholat daim. Hanyalah tata krama”
Dari ajaran Sunan Bonang diatas, maka kita bisa memahami bahwa sholat lima waktu adalah sholat hiasan dari sholat daim. Sholat lima waktu ganjarannya adalah masuk surga dan terhindar neraka. Tentu yang mendapat surga pun adalah mereka yang mampu menegakan sholat yaitu dengan sholat tersebut, ia mampu mencegah dirinya dari berbuat keji dan mungkar.
Sholat daim ini juga disebut dalam SULUK LING LUNG karya Sunan Kalijaga: SALAT DAIM TAN KALAWAN, MET TOYA WULU KADASI, SALAT BATIN SEBENERE, MANGAN TURU SAHWAT NGISING. (Jadi sholat daim itu tanpa menggunakan syariat wudhu untuk menghilangkan hadats atau kotoran. Sebab kotoran yang sebenarnya tidak hanya kotoran badan melainkan kotoran batin. Salat daim boleh dilakukan saat apapun, misalnya makan, tidur, bersenggama maupun saat membuang kotoran.)
Syekh Siti Jenar mengajarkan dua macam bentuk shalat, yang disebut shalat tarek dan shalat daim. Shalat tarek adalah shalat thariqah, diatas sedikit dari syari’at. Shalat tarek diperuntukkan bagi orang yang belum mampu untuk sampai pada tingkatan Manunggaling Kawula Gusti, sedang shalat daim merupakan shalat yang tiada putus sebagai efek dari kemanunggalannya. Sehingga shalat daim merupakan hasil dari pengalaman batin atau pengalaman spiritual. Ketika seseorang belum sanggup melakukan hal itu, karena masih adanya hijab batin, maka yang harus dilakukan adalah shalat tarek. Shalat tarek masih terbatas dengan adanya lima waktu shalat, sedang shalat daim adalah shalat yang tiada putus sepanjang hayat, teraplikasi dalam keseluruhan tindakan keseharian ( penambahan , mungkin efeknya adalah berbentuk suci hati, suci ucap, suci pikiran ); pemaduan hati, nalar, dan tindakan ragawi.
Salat daim tersebut menurut mereka merupakan bentuk pengembaraan ahli kerohanian dalam mencari Tuhan. Untuk menemui Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Suci, dan Maha Sempurna, maka dalam pencarian itu seseorang harus suci secara lahir dan batin. Karena itu ia harus menghidupkan hati dan perasaannya untuk selalu ingat dan berzikir kepada Tuhan. Hal ini bisa dicapai dengan cara salat daim dalam arti tasawuf, yaitu “ ingat dan zikir yang terus-menerus”. Dengan demikian salat daim ini tidak dalam arti salat fardu lima waktu dan salat sunah, melainkan lebih sesuai jika diartikan zikir secara sufi yang terus-menerus.
Al-Qur’an menganjurkan banyak berzikir di luar salat. Dalam hubungan ini Allah SWT berfirman:
Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS.62:10)
Ini berarti bila salat daim itu dilakukan seorang muslim dalam arti zikir, tidak lantas ia bebas dari tugas melaksanakan salat fardu lima waktu sebagai kewajiban yang tak dapat ia tinggalkan. Setiap muslim wajib melaksanakan salat lima waktu secara aktif, rajin, baik, dan benar. Disamping itu ia perlu berzikir kepada Allah SWT kapan dan di mana pun, baik melalui salat fardu atau sunah dengan tata aturan yang baku, maupun di luar salat dengan cara-cara yang tidak diatur secara baku. Cara yang disebut belakangan inilah salat daim dalam arti tasawuf, dalam bentuk zikir, ingat, eling atau renungan rohaniah lainnya yang dapat dilakukan secara bebas tanpa ikatan aturan yang baku.

 Jakarta 1-12-2011

keluargaumarfauzi.blogspot.com

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...