Kamis, 20 Oktober 2016

Eksistensi Syaikh Mursyid

Dalam setiap aktivitas rintangan itu akan selalu ada. Hal ini dikarenakan Tuhan menciptakan syetan tidak lain hanya untuk menggoda dan menghalangi setiap aktivitas manusia. Tidak hanya terhadap aktivitas yang mengarah kepada kebaikan, bahkan terhadap aktivitas yang sudah jelas mengarah menuju kejahatan pun, syetan masih juga ingin lebih menyesatkan.Pada dasarnya kita diciptakan oleh Tuhan hanya untuk beribadah dan mencari ridla dari-Nya. Karena itu kita harus berusaha untuk berjalan sesuai dengan kehendak atau syari’at yang telah ditentukan. Hanya saja keberadaan syetan yang selalu memusuhi kita, membuat pengertian dan pelaksanaan kita terkadang tidak sesuai dengan kebenaran. Dengan demikian, kebutuhan kita untuk mencari seorang pembimbing merupakan hal yang essensial. Karena dengan bimbingan orang tersebut, kita harapkan akan bisa menetralisir setiap perbuatan yang mengarah kepada kesesatan sehingga bisa mengantar kita pada tujuan.
 
Thariqah
Thariqah adalah jalan. Maksudnya, salah satu jalan menuju ridla Allah atau salah satu jalan menuju wushul (sampai pada Tuhan). Dalam istilah lain orang sering juga menyebutnya dengan ilmu haqiqat. Jadi, thariqah merupakan sebuah aliran ajaran dalam pendekatan terhadap Tuhan. Rutinitas yang ditekankan dalam ajaran ini adalah memperbanyak dzikir terhadap Allah. Dalam thariqat, kebanyakan orang yang terjun ke sana adalah orang-orang yang bisa dibilang sudah mencapai usia tua. Itu dikarenakan tuntutan atau pelajaran yang disampaikan adalah pengetahuan pokok atau inti yang berkaitan langsung dengan Tuhan dan aktifitas hati yang tidak banyak membutuhkan pengembangan analisa. Hal ini sesuai dengan keadaan seorang yang sudah berusia tua yang biasanya kurang ada respon dalam pengembangan analisa. Meskipun demikian, tidak berarti thariqah hanya boleh dijalankan oleh orang-orang tua saja. Lewat thariqah ini orang berharap bisa selalu mendapat ridla dari Allah, atau bahkan bisa sampai derajat wushul. Meskipun sebenarnya thariqah bukanlah jalan satu-satunya.
 
Wushul
Wushul adalah derajat tertinggi atau tujuan utama dalam ber-thariqah. Untuk mencapai derajat wushul (sampai pada Tuhan), orang bisa mencoba lewat bermacam-macam jalan. Jadi, orang bisa sampai ke derajat tersebut tidak hanya lewat satu jalan. Hanya saja kebanyakan orang menganggap thariqah adalah satu-satunya jalan atau bahkan jalan pintas menuju wushul.Seperti halnya thariqah, ibadah lain juga bisa mengantar sampai ke derajat wushul. Ada dua ibadah yang syetan sangat sungguh-sungguh dalam usaha menggagalkan atau menggoda, yaitu shalat dan dzikir. Hal ini dikarenakan shalat dan dzikir merupkan dua ibadah yang besar kemungkinannya bisa diharapkan akan membawa keselamatan atau bahkan mencapai derajat wushul. Sehingga didalam shalat dan dzikir orang akan merasakan kesulitan untuk dapat selalu mengingat Tuhan.Dalam sebuah cerita, Imam Hanafi didatangi seorang yang sedang kehilangan barang. Oleh Imam Hanafi orang tersebut disuruh shalat sepanjang malam sehingga akan menemukan barangnya. Namun ketika baru setengah malam menjalankan shalat, syetan mengingatkan/mengembalikan barangnya yang hilang sambil membisikkan agar tidak melanjutkan shalatnya. Namun oleh Imam Hanafi orang tersebut tetap disuruh untuk melanjutkan shalatnya.Seperti halnya shalat, dzikir adalah salah satu ibadah yang untuk mencapai hasil maksimal harus melewati jalur yang penuh godaan syetan. Dzikir dalam ilmu haqiqat atau thariqat, adalah mengingat atau menghadirkan Tuhan dalam hati. Sementara Tuhan adalah dzat yang tidak bisa diindera dan juga tiak ada yang menyerupai. Sehingga tidak boleh bagi kita untuk membayangkan keberadaan Tuhan dengan disamakan sesuatu. Maka dalam hal ini besar kemungkinan kita terpengaruh dan tergoda oleh syetan, mengingat kita adalah orang yang awam dalam bidang ini (ilmu haqiqat) dan masih jauh dari standar.Karena itu, untuk selalu bisa berjalan sesuai ajaran agama, menjaga kebenaran maupun terhindar dari kesalahan pengertian, kita harus mempunyai seorang guru. Karena tanpa seorang guru, syetanlah yang akan membimbing kita. Yang paling dikhawatirkan adalah kesalahan yang berdampak pada aqidah.
 
Mursyid
Mursyid adalah seorang guru pembimbing dalam ilmu haqiqat atau ilmu thariqat. Mengingat pembahasan dalam ilmu haqiqat atau ilmu thariqat adalah tentang Tuhan yang merupakan dzat yang tidak bisa diindera, dan rutinitas thariqah adalah dzikir yang sangat dibenci syetan. Maka untuk menjaga kebenaran, kita perlu bimbingan seorang mursyid untuk mengarahkannya. Sebab penerapan Asma’ Allah atau pelaksanaan dzikir yang tidak sesuai bisa membahayakan secara ruhani maupun mental, baik terhadap pribadi yang bersangkutan maupun terhadap masyarakat sekitar. Bahkan bisa dikhawatirkan salah dalam beraqidah.Seorang mursyid inilah yang akan membimbing kita untuk mengarahkannya pada bentuk pelaksanaan yang benar. Hanya saja bentuk ajaran dari masing-masing mursyid yang disampaikan pada kita berbeda-beda, tergantung aliran thariqah-nya. Namun pada dasarnya pelajaran dan tujuan yang diajarkannya adalah sama, yaitu al-wushul ila-Allah.Melihat begitu pentingnya peranan mursyid, maka tidak diragukan lagi tinggi derajat maupun kemampuan dan pengetahuan yang telah dicapai oleh mursyid tersebut. Karena ketika seorang mursyid memberi jalan keluar kepada muridnya dalam menghadapi kemungkinan godaan syetan, berarti beliau telah lolos dari perangkap syetan. Dan ketika beliau membina muridnya untuk mencapai derajat wushul, berarti beliau telah mencapai derajat tersebut. Paling tidak, seorang mursyid adalah orang yang tidak diragukan lagi kemampuan maupuan pengetahuannya.
(Penulis adalah pengasuh Ponpes al-Ma’ruf, Bandungsari, Ngaringan, Grobogan, Jateng; juga sebagai wakil Syuriyah NU wilayah Jateng dan sebagai anggota lajnah tashhih NU Pusat dan di persatuan thariqat se-Indonesia)

Surah Al Baqarah ayat 37, Nabi Adam AS bertawasul dengan hak Rasulullah SAW & Ahlul Bait.



Posted by Syamsuri Rifai

Allah swt berfirman:

فتلقى آدم من ربه كلمات فتاب عليه
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya,”
(Qur'an surah al Baqarah ayat 37)

Jalaluddin As-Suyuthi dalam tafsirnya Ad-Durrul Mantsur ketika menafsirkan ayat ini, mengatakan: Ibn Abbas pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang “Kalimat-kalimat yang diterima oleh Adam dari Tuhannya lalu Dia menerima taubatnya”.
Rasulullah saw bersabda: “Adam memohon kepada Allah dengan hak Muhammad, Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husein (sa), kemudian Allah menerima taubatnya.” (Kanzul Ummal 1: 234).

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang firman Allah “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya “(Al-Baqara: 36). Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah menurunkan Adam di India, Hawa’ di Jeddah, Iblis di Misan, dan ular di Ashbahan, ular itu berkaki seperti kaki onta. Adam tinggal di India selama seratus tahun menangisi kesalahannya sehingga Allah mengutus Jibril kepadanya dan berfirman: “Wahai Adam, bukankah Aku menciptakanmu dengan tangan-Ku? Bukankah Aku meniupkan ruh-Ku ke dalam dirimu? Bukankah para malaikat-Ku telah sujud kepadamu? Bukankah Aku telah menjadikan Hawa sebagai isterimu? Adam menjawab: Semua itu benar. Kemudian Allah swt bertanya: Mengapa kamu menangis? Adam menjawab: Bagaimana aku tidak menangis sementara aku dikeluarkan dari sisi Yang Maha Pengasih. Kemudian Allah swt berfirman: “Hendaknya kamu bertaubat dengan kalimat-kalimat ini, sesungguhnya Allah akan menerima taubatmu dan mengampuni dosamu. Ucapkan olehmu:

اللّهم إني أسالك بحق محمّد وآل محمّد، سبُحانك لا إله إلاّ أنت، عملت سوءاً وظلمت نفسي، فتب عليّ إنك أنت التواب الرحيم، اللّهم إني أسألك بحق محمّد وآل محمّد، عملت سوءاً وظلمتُ نفسي فتُب عليّ إنك أنت التواب الرحيم
Ya Allah, aku memohon pada-Mu dengan hak Muhammad dan keluarga Muhammad. Maha Suci Engkau tiada Tuhan kecuali Engkau, aku telah melakukan kesalahan dan menzalimi diriku, maka terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Menyayangi. Ya Allah, aku memohon pada-Mu dengan hak Muhammad dan keluarga Muhammad, aku telah melakukan kesalahan dan menzalimi diriku, maka terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Menyayangi.
Kemudian Rasulullah saw bersabda: “kalimat-kalimat inilah yang diterima oleh Adam.”
(Kanzul ‘Ummal 1: 234, hadis ke 4237)

Hadis tersebut dengan segala macam redaksinya juga terdapat di dalam kitab:
1. Manaqib Ali bin Abi Thalib, Al-Maghazili Asy-Syafi’i, halaman 63, hadis ke 89.
2. Yanabi’ul Mawaddah, Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman 97 dan 239, cet. Islambul; halaman 111, 112, 283, cet. Al-haidariyah.
3. Muntakhab kanzul ‘Ummal, Al-Muntaqi Al-Hindi (catatan pinggir) Musnad Ahmad bin Hambal, jld 1, hlm 419.
4. Al-Ghadir, Al-Amini, jilid 7, halaman 300.
5. Ihqaqul Haqq, At-Tustari, jilid 3, halaman 76.

ULIL AMRI Adalah Para Imam Ahlul Bait



Posted by Syamsuri Rifai

Surat AN-NISA’: 59 - Ulil amri adalah para Imam dari Ahlul bait

يَأَيهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَ أَطِيعُوا الرَّسولَ وَ أُولى الأَمْرِ مِنكمْ
“Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah, dan taatlah kamu kepada Rasul-Nya dan Ulil amri kamu.”

Yang dimaksud “Ulil-amri” dalam ayat ini adalah Ali bin Abi Thalib (as) dan Ahlul bait Nabi saw.
Dalam Tafsir Al-Burhan tentang ayat ini disebutkan suatu riwayat yang bersumber dari Jabir Al-Anshari (ra), ia berkata: Ketika Allah menurunkan ayat ini aku bertanya: Ya Rasulallah, kami telah mengetahui Allah dan Rasul-Nya, tetapi siapakah yang dimaksud dengan Ulil-amri yang ketaatannya kepada mereka Allah kaitkan dengan ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya? Rasulullah saw menjawab:Wahai Jabir, mereka itu adalah para penggantiku: Pertama, Ali bin Abi Thalib, kemudian Al-Hasan, kemudian Al-Husein, kemudian Ali bin Al-Husein, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Muhammad bin Ali yang dalam Taurat gelarnya masyhur Al-Baqir. Wahai Jabir, kamu akan menjumpai dia, sampaikan salamku kepadanya. Kemudian Ash-Shadiq Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Al-Hasan bin Muhammad, kemudian dua nama Muhammad dan yang punya dua gelar Hujjatullah di bumi-Nya dan Baqiyatullah bagi hamba-hamba-Nya yaitu Ibnul Hasan, dialah yang Allah perkenalkan sebutan namanya di seluruh belahan bumi bagian barat dan timur, dialah yang ghaib dari para pengikutnya dan kekasihnya, yang keghaibannya menggoyahkan keimamahannya kecuali bagi orang-orang yang Allah kokohkan keimanan dalam hatinya.”

Ringkasan Kritik Allamah Thabathaba’i terhadap Fakhrur RaziFakhrur Razi mengatakan: Pembatasan kata Ulil-amri dengan kata minkum menunjukkan salah seorang dari mereka yakni manusia biasa seperti kita, yaitu orang yang beriman yang tidak mempunyai keistimewaan Ishmah Ilahiyah (jaminan kesucian dari Allah). Yang perlu diragukan adalah pendapat yang mengatakan: Mereka (Ulil-amri) adalah satu kesatuan pemimpin, yang ketaatan kepada masing-masing mereka hukumnya wajib.

Ar-Razi lupa bahwa makna ini sudah masyhur digunakan dalam bahasa Al-Qur’an, misalnya: “janganlah kamu mentaati orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah)” (Al-Qalam: 8), “Janganlah kamu mentaati orang-orang kafir.” (Al-Furqan: 52), dan ayat-ayat yang lain dalam bentuknya yang bermacam-macam: kalimat positif, kalimat negatif, kalimat berita, kalimat perintah dan larangan.

Ringkasan Kritik Allamah Thabathaba’i terhadap Tafsir Al-ManarSyeikh Rasyid Ridha mengatakan: Ulil-amri adalah Ahlul hilli wal-Aqdi yaitu orang-orang yang mendapat kepercayaan ummat. Mereka itu bisa terdiri dari ulama, panglima perang, dan para pemimpin kemaslatan umum seperti pemimpin perdagangan, perindustrian, pertanian. Termasuk juga para pemimpin buruh, partai, para pemimpin redaksi surat kabar yang Islami dan para pelopor kemerdekaan.

Inikah maksud dari Ulil-amri? Pendapat ini dan yang punya pandangan seperti ini telah menutupi makna Al-Qur’an yang sempurna dengan makna yang tidak jelas. Ayat ini mengandung makna yang jelas yaitu Ismah Ilahiyah (jaminan kesucian dari Allah) bagi Ulil-amri. Karena ketaatan kepada Ulil-amri bersifat mutlak, dikaitkan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.Apakah yang mempunyai sifat kesucian (‘ishmah) adalah para pemimpin lembaga-lembaga itu sehingga mereka dikatagorikan sebagai orang-orang yang ma’shum? Yang jelas tidak pernah terjadi para Ahlul hilli wal-‘Iqdi yang mengatur urusan ummat, mereka semuanya ma’shum. Mustahil Allah swt memerintahkan sesuatu yang penting tanpa mishdaq (ekstensi) yang jelas. Dan mustahil sifat ‘ishmah dimiliki oleh lembaga yang orang-orangnya tidak ma’shum, bahkan yang sangat memungkinkan mereka berbuat kezaliman dan kemaksiatan. Pendapat mereka ini jelas salah dan mengajak pada kesesatan dan kemaksiatan. Mungkinkah Allah mewajibkan kita taat kepada orang-orang seperti mereka?

Pendapat Ahlul Bait (as)Ulil-amri adalah Ali bin Abi Thalib dan para Imam suci (as).

Dalam Tafsir Al-‘Ayyasyi tetang ayat ini menyebutkan bahwa:Imam Muhammad Al-Baqir (as) berkata tentang ayat ini: “Mereka itu adalah para washi Nabi saw.”Tentang ayat ini Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata: “Mereka adalah para Imam dari Ahlul bait Rasulullah saw.”Tentang ayat ini Imam Muhammad Al-Baqir (as) berkata: “Mereka adalah para Imam dari keturunan Ali dan Fatimah hingga hari kiamat.”

Dalam kitab Yanabi’ul Mawaddah disebutkan suatu riwayat dari Salim bin Qais Al-Hilali, ia berkata bahwa Imam Ali bin Abi Thalib (as) berkata: “Yang paling dekat bagi seorang hamba terhadap kesesatan adalah ia yang tidak mengenal Hujjatullah Tabaraka wa Ta’ala. Karena Allah telah menjadikannya sebagai hujjah bagi hamba-hamba-Nya, dia adalah orang yang kepadanya Allah perintahkan hamba-hamba-Nya untuk mentaatinya dan mewajibkan untuk berwilayah kepadanya.Salim berkata: Wahai Amirul mukmin, jelaskan kepadaku tentang mereka (Ulil-amri) itu.Amirul mukminin (as) berkata: “Mereka adalah orang-orang yang ketaataannya kepada mereka Allah kaitkan pada diri-Nya dan Nabi-Nya.” Kemudian ia berkata: “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada Ulil-amri kalian.”Salim bin Qais berkata: Wahai Amirul mukminin, jadikan aku tebusanmu, jelaskan lagi kepadaku tentang mereka itu.Amirul mukminin (as) berkata: “Mereka adalah orang-orang yang oleh Rasulullah saw disampaikan di berbagai tempat dalam sabda dan khutbahnya, Rasulullah saw bersabda: ‘Sungguh aku tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan tersesat sesudahku: Kitab Allah dan ‘itrahku, Ahlul baitku’.”
Riwayat hadis ini dan yang semakna dengan hadis tersebut terdapat dalam:

1. Tafsir Ad-Durrul Mantsur tentang ayat ini.
2. Tafsir Ath-Thabari tentang ayat ini.
3. Tafsir Fakhrur Razi, jilid 3 halaman 357, tentang ayat ini.
4. Yanabi’ul Mawaddah, oleh Syaikh Sulaiman Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman 134, cet. Al-Haidariyah; halaman 114 dan 117, cet. Islambul.
5. Syawahidut Tanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 1, halaman 148, hadis ke 202, 203 dan 204.
6. Ihqaqul Haqq, oleh At-Tustari, jilid 3, halaman 424, cet. pertama, Teheran.
7. Faraid As-Samthin, jilid 1, halaman 314, hadis ke 250.

Senin, 17 Oktober 2016

Imam Ali Pemimpin Para Shiddiqin


Wejangan Spiritual Maulana Syaikh Ghauts Hasan
(Dikutip dari kitab "Irsyad 'ala Salikin - Bimbingan Bagi Para Penempuh Jalan Ruhani)



A’udzubillahi minasysyaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala Alihi Muhammad wa Ashabihil Akhyaar.


Allah Ta’ala Berfirman :


“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
(Qur’an surah an Nisaa ayat 69)

Secara garis besar, Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa seluruh maqam spiritual yang ada dikelompokkan menjadi empat golongan ; Yang pertama adalah maqam Nubuwwah (Kenabian), mereka adalah para Rasul dan Anbiya Alahimu Shalatu wa Salam yang diutus Allah kepada umat manusia untuk menyampaikan risalah-Nya, tidak ada seorangpun yang dapat mencapai maqam ini setelah Rasulullah Saww, karena beliau adalah Khatamul Anbiya’u wal Mursalin, beliau adalah penutup bagi maqam nubuwwah ; Yang kedua adalah maqam Shiddiqin, mereka adalah orang-orang yang selalu bersama kebenaran, mereka adalah pengikut setia daripada maqam Nubuwwah, merekalah orang-orang yang senantiasa ada pertama kali dalam mengikuti kebenaran, dan melalui merekalah kebenaran akan dikenali ; Yang ketiga adalah maqam Syuhada, mereka adalah orang-orang yang bersaksi akan kebenaran Allah Ta’ala, mereka mengarahkan pandangannya hanya kepada Nya. Tidak ada sesuatu yang mereka harapkan melebihi harapan mereka akan ridha Allah Ta’ala ; Yang keempat adalah maqam Shalihin, mereka adalah orang-orang terbaik dari umat manusia didalam ketaatan kepada Allah. Mereka senantiasa mengikuti petunjuk dan tuntunan dari orang-orang yang terdahulu didalam ketakwaan, mereka inilah yang menjadi permata dari hamba-hamba Allah.

Golongan umat Islam telah keliru menilai bahwa Sayyidina Abu Bakar adalah pemimpin shiddiqin, padahal sayyidina Abu Bakar sendiri berkata, “Aku bukanlah yang terbaik diantara kalian selama ada Ali bin Abi Thalib ditengah-tengah kalian.” Sesungguhnya Imam Ali kw adalah satu-satunya yang menyandang gelar pemimpin shiddiqin, tidak ada seorangpun yang melebihi Imam Ali diantara seluruh umat Rasulullah Muhammad Saww. Tidak ada seorangpun diantara umat Islam ini dapat menyamai atau melebihi derajat Ahlulbait Rasulullah Saww dalam kedudukan disisi-Nya, apalagi melebihi Imam Ali kw sebagai penghulu dari Ahlulbait. Hal ini adalah kebenaran yang tidak dapat dibantah, semua sahabat memiliki keutamaan masing-masing termasuk Sayyidina Abu Bakar, namun tidak ada seorangpunpun yang pantas untuk dibandingkan dengan Ahlulbait, karena Ahlulbait adalah sumber keutamaan. Mengenai hal ini Rasulullah Saww bersabda :

“Orang yang termasuk penghulu shiddiqin ada tiga. Pertama adalah Habib an Najjar, salah seorang keluarga Yasin yang beriman, yang mengatakan,”Wahai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu.” Yang kedua adalah Hizqil, salah seorang budak Fir’aun yang beriman yang mengatakan (Kepada Fir’aun), “Apakah engkau akan membunuh seseorang karena dia menyatakan Tuhanku adalah Allah?” Shiddiqin yang ketiga adalah Ali bin Abi Thalib, dia adalah yang terunggul diantara mereka semua.”
(HR. Ibnu Asakir ; Diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim dalam kitab “Al Marifah” dari Abu Laila, dengan tingkatan hadits hasan menurut persyaratan Bukhari dan Muslim ; Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibn an Najjar dari Abdullah bin Abbas)

Rasulullah Saww bersabda :

“Ada tiga orang dari tiga umat yang tidak pernah menyekutukan Allah sekejap matapun. Yaitu Ali bin Abi Thalib, Shahib Yasin, dan orang yang beriman dari kalangan keluarga Fir’aun. Mereka semua adalah para Shiddiqun ; Habib an Najjar “Mu’min” atau Shahib Yasin ; Hizqil yang beriman dari keluarga Fir’aun ; dan Ali bin Abi Thalib. Ali adalah yang paling utama diantara mereka.”
(Muhammad bin Yusuf al Kanji al Qurasyi dalam kitab “Kifayat al Thalib” bab. 24)

Dan karena hadits diataslah Imam Ali bin Abi Thalib kw pernah berkata, “Aku adalah Shiddiq al Akbar, siapapun selain aku tidak berhak mengatakan menyandang maqam ini.”
(HR. Ibnu Najjar dari Abdullah bin Abbas ; Abu Nu’aim dalam kitab “Al Marifah” dari Abu Laila ; Sayyid Ismail bin Mahdi al ghurbani al Hasani dalam kitab “Nafas ar Rahman fi ma li Ahbab Allah min ‘Uluww asy Syan”, Terbitan Mu’assasah Dar al Fikr, Abu Dhabi – Uni Emirat Arab, cetakan ke 4, Ramadhan 1410H / 1990 M)

Maqam shiddiqin adalah maqam yang sangat tinggi, inilah maqam tertinggi dibawah kenabian, sehingga diantara para waliyullah pun hanya sedikit orang yang berhak menyandang derajat ini. Shiddiq artinya benar, maka mereka yang termasuk dalam kelompok shiddiqin adalah orang-orang yang senantiasa benar setiap ucapan, bersitan hati, dan perbuatannya. Mereka tidak pernah berpaling dari kebenaran, dan selalu ada untuk menegakkan kebenaran. Dalam setiap jaman mereka dipimpin oleh “Shiddiq al Akbar”, dan shiddiq al Akbar untuk umat Rasulullah Muhammad Saww adalah Imam Ali kw. Tidak ada seorang waliyullah pun yang mendapatkan maqam kewalian, melainkan mereka memperolehnya karena berkah Imam Ali kw, karena beliaulah pemimpin para waliyullah, dan melalui beliaulah ilmu-ilmu Ilahiyyah mengalir kedalam hati para waliyullah, karena Imam Ali kw adalah “Babul ilmi,” gerbang dari samudera ilmu Rasulullah Saww.

Tidak diragukan lagi bahwa manusia paling agung diantara seluruh sahabat Rasulullah Saww adalah Imam Ali bin Abi Thalib kw. Beliau adalah orang yang tidak pernah menyembah berhala, beliau laki-laki yang paling pertama beriman kepada Allah dan Rasulullah Saww, beliau yang pertama kali melaksanakan shalat bersama Rasulullah Saww, beliau orang yang tidak pernah merasakan khamr, beliaulah satu-satunya orang yang lahir didalam Ka’bah, darah adalah hal yang najis, namun darah Imam Ali kw adalah darah yang suci, sehingga Allah mengijinkan beliau lahir didalam Baitullah. Imam Ali kw adalah orang yang rela mengorbankan nyawanya menggantikan Rasulullah Saww ketika hijrah. Beliau adalah lulusan terbaik dari madrasah Nubuwwah, yang dididik semenjak kecil oleh Rasulullah Saww. Sehingga beliau Saww bersabda tentang Imam Ali kw :

“Kalau keimanan Ali dan keimanan umatku ditimbang, tentu keimanan Ali lebih berat dari keimanan (seluruh) umatku hingga hari kiamat.”
(HR. Ahmad didalam Al Musnad ; Ibnu Maghazali didalam Al Manaqib ; al Khatib al Khawarizmi didalam kitab Al Manaqib ; al Hafidz Sulaiman al Qunduzi al Hanafi didalam kitab Yanabi al Mawaddah)

Diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, bahwa Rasulullah Saww bersabda :

“Kalau tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi diletakkan pada satu piringan timbangan, dan keimanan Ali diletakkan pada piringan timbangan yang lain, tentu keimanan Ali lebih berat.”
(Imam at Tsa’labi didalam kitab tafsirnya ; al Khawarizmi didalam kitab Al Manaqib ; Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pada mawaddah ketujuh)

Rasulullah Saww bersabda kepada Imam Ali kw :
“Engkaulah saudaraku, penerima wasiatku, pembantuku, ahli warisku, hakim bagi agamaku, dan penerus kepemimpinan sepeninggalku.”
(HR. Ahmad didalam kitab “Al Musnad” ; Ibnu al Maghazali asy Syafi’i didalam kitab “Al Manaqib” ; at Tsa’labi didalam kitab tafsirnya)

Jabir bin Abdullah al Anshari meriwayatkan bahwa ketika kaum muhajirin dan anshar berkumpul, Rasulullah Saww bersabda kepada Imam Ali ditengah-tengah hadirin :
“Wahai Ali, kalau ada seseorang yang menyembah Allah dengan sungguh-sungguh beribadah, namun kemudian dia ragu-ragu kepadamu dan kepada Ahlulbaitmu karena kalian adalah manusia yang paling utama, maka orang itu berada didalam neraka.” Kemudian sebagian besar orang-orang yang ada di majelis itu mengucapkan istighfar kepada Allah Ta’ala, karena mereka mengira ada orang lain yang lebih utama dari Imam Ali kw.
(Allamah Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pada mawaddah ketujuh ; Sayyid Ismail bin Mahdi al ghurbani al Hasani dalam kitab “Nafas ar Rahman fi ma li Ahbab Allah min ‘Uluww asy Syan”, Terbitan Mu’assasah Das al Fikr, Abu Dhabi – Uni Emirat Arab, cetakan ke 4, Ramadhan 1410H / 1990 M)

Rasulullah Saww bersabda :
“Ali adalah manusia yang terbaik, barangsiapa yang menolaknya (Dalam riwayat lain siapa yang meragukannya) maka dia benar-benar kafir.”
(al Muttaqi dalam kitab Kanzul Ummal juz.6, hal.159 dari Imam Ali, Abdullah bin Abbas, Ibnu Mas’ud, dan Jabir bin Abdullah ; Jalaluddin al Suyuthi dalam kitab al Jami ash Shagir juz.2, hal. 20-21 ; Allamah al Kanzi al Syafi’i dalam kitab Kifayat al Thalib bab.62, hal.119 cetakan al Ghur, th.1356H dari Imam Ali, Aisyah, Hudzaifah, Jabir bin Abdullah, dan Atha ; Al Hafizh Ibnu Asakir dalam kitab tarikh juz.50 ; Abu Khatib didalam Tarikh Baghdad)

Para waliyullah memperoleh derajat kewalian karena berkah Imam Ali kw, begitupun para sahabat memperoleh kemuliaan karena mengikuti Imam Ali. Sayyidina Umar bin Khattab mengatakan, “Kalau tidak ada Ali niscaya Umar celaka, kalau tidak ada Ali niscaya Umar binasa.” Sayyidina Umar disebut al Faruq oleh para sahabat lain karena dia mengikuti Imam Ali kw yang merupakan “Al Faruq al Azham” (Pembeda yang agung) mengenai hal ini Rasulullah Saww bersabda :

“Sepeninggalku akan terjadi fitnah. Jika itu terjadi, maka berpeganglah kepada Ali bin Abi Thalib. Dialah orang yang pertama melihatku, dialah yang pertama menyalamiku pada hari kiamat, dia bersamaku dilangit yang tinggi, dialah al Faruq al Azham yang menjadi pembeda antara kebenaran dengan kebatilan.”
(Al Hafidz Sulaiman al Qunduzi al Hanafi dalam kitab Yanabi al Mawaddah bab.56 yang meriwayatkan dari kitab al Sa’bin fi Fadhail Amir al Mukminin hadits no.12 dari Abu Dzar al Ghiffari ; Allamah al Kanzi al Syafi’i dalam kitab Kifayat al Thalib bab.44 dari Abu Laila al Ghifari dan Abdullah bin Abbas, menurutnya hadits ini hasan ali ; Allamah Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pasal 6 dari Abu Laila al Ghifari)

Imam Ali kw adalah salah seorang manusia suci yang dijaga dan dipelihara oleh Allah Ta’ala dengan Firman Nya :

“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
(Qur’an surah al Ahzab ayat 33)

“Alhamdulillahiladzii ja’alana minal mutamasikiina bi wilayati Ali”

Segala puji dan syukur kepada Allah yang telah mengelompokkan kita sebagai pengikut Imam Ali bin Abi Thalib kw, beliaulah Syaikh kedua didalam silsilah thariqah Hasan wa Husein yang diberkahi ini. Karena itu sudah sepatutnya kita merasa bangga akan hal ini, kemudian kita semua harus bersungguh-sungguh didalam mengikuti dan meneladani setiap jejak langkah beliau. Karena setiap murid thariqah ini yang bersungguh-sungguh didalam ketaatan dan kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan Ahlulbaitnya – Alaihimu Shalatu wa Salam – kelak di yaumil akhir akan berada pada mimbar-mimbar cahaya bersama dengan mereka semua.



Wa minAllahu at taufik, wa salallahu ala Sayyidina Muhammad wa alihi wasallam
Alhamdulillahirabbil alamin.

http://hasanhusein.blogspot.co.id

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...