Jumat, 28 Februari 2014

Penghasilan Yang Awet




Hore!
Hari Baru, Teman-teman.

Berapa gaji Anda? Berapa persen dari gaji itu yang bisa ditabungkan? Mengapa sampai sekarang belum kaya raya juga? Ah, pasti Anda tidak tertarik untuk memberikan jawabannya. Jangan tersinggung ya. Pertanyaan itu bukan hanya saya ajukan kepada Anda. Melainkan kepada diri saya sendiri. Soalnya, sesuai dengan pengamatan terhadap orang-orang disekitar dan pengalaman pribadi saya sendiri; ternyata dari hasil jerih payah bekerja itu hanya sedikit sekali yang masih ‘tersisa’. Sebagian terbesarnya sudah menguap entar kemana. Hal ini tidak hanya berlaku pada orang yang berpenghasilan kecil saja. Yang sudah sudah besar pun nasibnya tidak jauh berbeda. Ternyata, apa yang kita hasilkan dari pekerkaan itu tidak awet.

Bayangkan seandainya ini adalah hari gajian Anda. Pagi-pagi upah kerja keras kita sebulan itu sudah masuk ke rekening tabungan kita. Hanya namanya saja yang disebut ‘rekening tabungan’. Faktanya, rekening itu tidak benar-benar digunakan untuk menabung kan? Tapi lumayanlah, pagi ini ada transferan masuk dari kantor. Terus, apa yang kita lakukan pada jam makan siang nanti? Pergi ke mesin ATM dong. Mengeluarkan kartu, lalu memasukkan kedalam slotnya. Kemudian – meskipun sudah tahu jumlahnya – kita mengecek saldonya. Alhamdulillah. Nambah.

Setelah itu, kita kembali ke layar awal di mesin ATM. Lalu memilih menu ‘pembayaran’. Memasukkan nomor rekening istri, lantas mengetik sejumlah digit uang belanja, terus trasfer. Memasukkan nomor langganan listrik, terus transfer. Mengetik nomor telepon rumah, terus transfer. Mengetik nomor kartu kredit, terus transfer. Eh, sebentar dulu, sebelum transfer direvisi dulu. Bayarnya minimum payment aja dulu deh. Barulah memencet tombol ‘YA’. Dicek lagi saldonya. Dan, Deg.

Jantung seperti berhenti berdegup. Soalnya angka-angka yang tadi terpampang dilayar ATM sepertinya sudah menguap begitu saja. Tinggal beberapa digit yang masih tersisa. Itupun tak seberapa. Mikir sebentar, lalu... ya udahlah. Ambil 100 ribu aja. Lantas lihat saldo lagi. Manyun sebentar. Lalu, merenggut kembali kartu ATM dari mesin. Menyelipkannya di dompet. Kemudian keluar dari mesin ATM itu. Tidak lupa memasang wajah seolah-olah happy. Kan orang lain tidak perlu tahu jika gaji yang tadi pagi sudah diterima itu kini sudah tinggal bayang-bayangnya saja.

Asshhh... itu bukan tentang Anda. Tenang saja. Itu tentang saya kok. Dan teman-teman yang senasib dengan saya tentunya. Lantas saya bertanya; apa sih sebenarnya yang kita dapat dari bekerja banting tulang ini? Oh, banyak banget. Bayangkan jika kita tidak memiliki pekerjaan ini. Bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga kan? Beras. Lauk pauk. Minyak goreng. Sabun mandi. Nggak kebayang deh gimana kalau tidak punya semuanya itu. Belum lagi kebutuhan lainnya seperti keperluan anak-anak sekolah. Ongkos naik ojek mereka. Iuran RT. Iiiiiiih... mengerikan sekali kalau sampai tidak punya penghasilan untuk membayarnya kan.

Pagi ini, semuanya itu lunas. Tepat dihari kita menerima gaji. Memang sih, gaji itu habis begitu saja. Menguap dengan hanya menyisakan beberapa lembar untuk sekedar bekal ‘operasional’ harian. Tapi. Alhamdulillah dong. Kita masih memilikinya. Nggak banyak memang. Tapi, bagaimana pun juga tetap masih lebih baik, kan? Lebih baik sih. Tapi masak sih cuman segini-gininya aja. Apa nggak ada cara lain yang bisa menghasilkan pendapatan yang benar-benar ‘awet’?

Ada. Kata para ahli pengelola keuangan, ‘investasikan’ sebagian dari pendapatan Anda di saham, di properti, di warung, dimana saja deh. Yang penting bisa diputer untuk menghasilkan uang lagi. Lucunya, ‘hasil’ dari invetasi itu menguap juga. Malah ada yang sampai dengan modal pokoknya segala. Dan ketika kita menggugat nasihat orang pinter itu, mereka bilang; “Yaaaah kan namanya juga investasi. Pasti ada resikonya lah’. Maka sebagian dari pendapatan yang diinvestasikan itu pun tidak lagi bisa dilacak. Raib tanpa jejak.

Apa nggak ada cara lain yang bisa menghasilkan pendapatan yang benar-benar ‘awet’? Ada. Nah, kalau yang ini bukan ahli keuangan yang bilang. Melainkan saya. Orang awam yang tidak mengerti bagaimana caranya menjadikan uang beranak pinak. Lho, kalau nggak ngerti kenapa ikutan nimbrung?!

Tenang saja. Karena saya tidak akan nimbrung soal uang. Melainkan soal penghasilan yang awet bin langgeng. Kalau soal uang mah, biar sajalah itu bagiannya para konsultan keuangan. Meskipun saya sering melihat bahwa para konsultan keuangan itu pun kondisi keuangannya tidak jauh beda juga dari kita-kita. Nggak perlu heran juga sih. Soalnya, memang begitu sifat uang kan? Tidak betah berlama-lama berada dibawah kekuasaan seorang konsumen tulen. Buktinya, ketika pendapatan kita naik; biaya hidup kita juga ikut berjingkrak, dan merangkak meniti langit.

Makanya, kalau saya bilang; bukan uang, penghasilan yang bisa awet itu. Lho, memangnya pekerjaan kita bisa memberikan hasil lain selain uang? Ohohoho... bisa banget. Sangat bisa malah. Makanya, keliru jika dalam bekerja kita hanya mengejar uang belaka. Karena dari pekerjaan kita sesungguhnya bisa dihasilkan banyak hal lain. Misalnya apa? Salah satunya adalah; nilai ibadahnya.

Halah, nilai ibadah. Emangnya ada pahala ibadah jika kita bekerja? Ada. Tapi hanya buat mereka yang meniatkannya untuk ibadah. Bagi mereka yang berniat bekerja itu hanya mengejar uang, yang tentu tidak ada nilai ibadahnya dong. Ya iiyalah. Gue lakukan ini semata-mata demi uang. Ya cuman uang itulah yang gue dapatkan. Tapi bagi siapa saja yang meniatkan bekerja itu untuk menjadi bagian dari proses ibadah kepada Tuhannya, maka pasti Tuhan akan menghargai ikhtiarnya. Dan Tuhan, pasti suka sekali kepadanya.

Memangnya Tuhan nggak bakal tanya; “Ibadah apa-an nih? Kok kayak gini?” Ya nggak bakalanlah. Yang namanya ibadah itu kan luas maknanya. Bukan hanya sholat lima waktu. Puasa. Berzakat. Menyumbang. Dan sebangsanya. Apapun tindakan baik yang kita lakukan dengan niat ibadah; ya pasti bernilai ibadah. Hanya tindakan yang baik ya. Sebab, dalam ibadah tidak ada keburukan yang boleh menyertainya.  

“Lah, kayaknya sih ini cuman akal-akalan si Dadang aja kaleee!”  Anda boleh saja berpikiran begitu. Pada awalnya, saya pun merasa begitu kok. Maklumlah, setelah bertahun-tahun kerja banting tulang ya begitu-begitu saja. Wajar dong, kalau kita mencari penghiburan bagi diri sendiri. Yaaa, minimal nggak terlalu sedih kan.

Tapi kemudian saya membaca kitab suci. Jelaaaas sekali jika didalamnya Tuhan berfirman; “Barangsiapa yang mengharapkan penghidupan didunia dan perhiasannya, kami berikan balasan penuh atas pekerjaan mereka didunia dengan sempurna. Dan mereka tidak akan dirugikan”. Firman itu ada dalam surah 11 (Hud) ayat 15. Ya persis seperti kita ini; rajin bekerja banting tulang setiap hari, kemudian kita mendapatkan gaji. Nggak kerja, ya nggak digaji kan. Makanya, alhamdulillah bisa bekerja, dan bisa mendapatkan nafkah.

Tapi dalam ayat ke-16 Allah nenambahkan;”Itulah orang yang tidak memperoleh apapun di akhirat.....” Hiiiy... mengerikan sekali kan? Didunia kita memang bisa mencukupi kebutuhan hidup – meskipun pas-pasan begini. Tapi, dengan cara kita bekerja seperti ini ternyata kita tidak akan memperoleh apapun diakhirat. Padahal, kehidupan dunia kan hanya sebentar saja. Sedangkan akhirat itu kekal. Jadi, apakah masih tepat ya cara kita bekerja yang hanya diniatkan untuk mendapatkan sejumlah uang ini?

Dalam surah ke-11 itu Allah tidak menambahkan keterangan lagi. Sepertinya, ada pelajaran yang belum tuntas. Lalu saya bertanya suka-suka saja; “Ya terus bagaimana dong Tuhan, supaya dari pekerjaan ini saya bisa mendapatkan penghasilan yang awet hingga bisa dibawa ke akhirat?”

Ih, ada saja cara Tuhan menjawab pertanyaan itu. Dalam surah 17 (Al-Isra) ayat ke-19. “Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha kearah itu dengan sungguh-sungguh, dan dia beriman,” demikian firman-Nya. “maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.”

Oooh, ini toh yang bisa membuat penghasilan kita lebih awet....
Ternyata sangat sederhana sekali caranya. Cukup dengan meniatkan setiap pekerjaan yang kita lakukan itu untuk menjadi bagian dari ibadah kepada Allah. Lalu, mengharapkan berbagai kompensasi dan beragam benefit dari sisi-Nya kelak di akhirat.  Oh, betapa mulianya pekerjaan ini jika demikian. Maka tak pantas jika kita sia-siakan. Dengan niat ibadah itu, mana mungkin kita mengerjakannya asal-asalan? Kita pasti melakukannya dengan hal terbaik yang bisa kita dedikasikan, bukan?

Sungguh ketika kita hanya mengharapkan gaji saja. Maka hanya gaji dari perusahaan itulah yang kita dapatkan. Tapi ketika kita meniatkannya untuk beribadah, maka gaji itu pasti dapat. DAN, kita mendapatkan lebih dari itu. Kalau demikian, pekerjaan ini sungguh sangat berharga ya. Karena selain bisa menjadi sarana mendapatkan nafkah buat keluarga, pekerjaan ini juga bisa menjadi jalan kita menuju kehidupan yang indah. Di akhirat kelak. Insya Allah. Aamiin.

Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!

Kamis, 27 Februari 2014

Sedikit testimoni Test Drive Spin 1.5 LTZ AT




Langsung aja mas Bro…, ini sedikit pengalaman kami (aku & Temen ku) melakukan test Drive mobil Chevrolet. Kalau ngga salah sepengetahuan saya, di Bandung baru ada 2 buah showroom mobil Chevrolet. Di Setiabudi dan satunya di Soekarno Hatta. Sebetulnya tadinya ada 2 pilihan, yang diinginkan temen saya yaitu antara mobil chevrolet Spin atau Honda Mobilio. Berhubung keterbatasan waktu maka akhirnya diputuskan aja untuk menjatuhkan pilihan ke Chevrolet  Spin. Kebetulan juga showroomnya ngga terlalu jauh dari pintu tol keluar Kopo atau Moh. Toha. Hanya perlu waktu 20-an menit dari tempat tinggalku Cimahi untuk sampai di showroom Chevrolet tersebut.

Cuaca agak sedikit mendung begitu aku sampai di Showroom, jam menunjukkan pukul 10:15 menit. Begitu masuk di showroom langsung disambut dengan ramah oleh sales yang memperkenalkan dirinya dengan pangilan Emil….., cantik mas Bro…, lha wong ini perempuan koq. Dengan jurus maut 1001 rayuan mbak Emil nyerocos menjelaskan segala hal mulai dai A sampai Z yang berhubungan dengan mobil Chevrolet ini. Sambil tentunya kami melihat dan sesekali memegang body mobil tersebut baik luar maupun dalam.
Saking hotnya rayuan mbak Emil akhirnya kami menjatuhkan pilhan pada Chevrolet  Spin 1.5 LTZ A/T. Sambil di selingi ngborol ngaler ngidul sales buka harga sesuai petunjuk dari boss untuk harga Bandung On The Road (Rp. 189.800.000) Tahun 2014. Kalo yang tahun 2013 ada discount (Rp. 10.000.000),

Sebelum deal harga, kami di ajak untuk test drive dulu. Di dampingi mbak Emil kami langsung buka pintu dan memasuki mobil. Begitu masuk langsung mak nyeeesss, merasakan interior yang modern & tekesan lega. Tanpa basa-basi langsung ku masukkan kunci kontak ke dalam sarangnya dan ku putar ke posisi on. Suara mesin terdengar sangat lembut alias tidak berisik. Ku injak pedal rem dan ku pencet tombol yang ada dituas perpindahan transmisi ke posisi D, ku lepas pelan-pelan pedal rem dan mobil pun  jalan. Rute yang akan kami lalui yaitu Jl. Soekarno Hatta kemudian belok kanan ke perumahan Mekar Wangi. Kondisi jalan yang relatif  banyak berlubang dan polisi tidur  sengaja kami pilih agar bisa merasakan goyangan mbak Emil… eeh salah, goyangan mobil mbak Emil maksudnya.



Secara umum hasil dari test drive ini, akselerasi mobil bagus karena walaupun transmisi matic  tapi juga dikombinasikan dengan manual sehingga saat mau menyalip mobil lain yang biasa dialami mobil matic umumnya akan boyot alias kurang tenaga, maka dengan diposisikan pada tranmisi manual laju atau power Spin 1.5 LTZ AT ini langsung wuuuzzzz…wuuuzzzz bablas angine. Termasuk juga katanya kalau ditanjakan akan berasa banget. Kemudian Suspensi juga  ok.

Akhirnya kami pilih yang tahun 2013 selisih 10 juta lumayanlah. Cuman sayang ternyata harga tersebut harga mati alias ngga bisa ditawar lagi. Yo wis mas Bro….., karena ngga bisa ditawar maka kami minta ada bonus apalah gitu……, jadinya di beri bonus sensor parkir, kaca film & karpet karet. Sedangkan assesoris yang lainya optional. Karena pilihan warnanya White kami harus bersabar sedikit untuk mendapatkan mobil tersebut. Adanya stock Jakarta dan baru  sampai Bandung sekitar 1 mingguan lagi.
Oke.., itu aja dulu mas bro…. yang lain-lainnya bisa tanyain ke mbah Google….. 
Suwun…, be patient, cool & Calm.

Asto, 27 Pebruari 2014.

Kebesaran Orang Kecil




Kebanyakan orang kecil adalah orang besar. Mereka bukan hanya berhati tabah, bermental baja dan berperasaan terlalu sabar, tapi juga berkemampuan hidup yang luar biasa.

Mereka sanggup dan rela berjualan beberapa botol air untuk penghidupan primernya. Kita pasti juga sanggup berjualan seperti itu, tapi tidak rela.

Orang kecil mampu menjadi kenek angkutan, menjadi satpam, menjadi tukang parkir atau menjadi pembantu rumah tangga seumur hidup.

Sedangkan kita tidak mampu dan tak akan pernah bisa membuktikan bahwa kita sanggup menjadi kenek atau satpam atau pembantu rumah tangga seumur hidup.

Mereka ikhlas untuk tidak boleh terlalu memikirkan harapan dan masa depan. Sementara kita selalu memamerkan harapan dan masa depan yang kita pidatokan seakan-akan berlaku untuk mereka, padahal hanya berlaku untuk kita.

Mereka adalah orang-orang besar yang berjiwa besar. Mereka senantiasa siap menjalankan perintah kita dan menyesuaikan segala perilakunya dengan kehendak kita.

Kita inilah yang sebenarnya orang kecil. Kita hanya ikhlas kalau kita kaya, sukses dan berkuasa. Kita hanya sanggup menjadi pembesar. Kita hanya sanggup memerintah dan menggantungkan diri pada orang yang kita perintah.

Disalin dari tulisan Muhammad Ainun Najib

Rabu, 26 Februari 2014

Penyebab Mengapa Anda Gagal Menjadi Orang Sukses




Setiap pengusaha sukses pasti pernah mengalami kegagalan. Hal itulah yang mungkin tidak pernah kita ingat.
Mungkin, kita selalu bertanya-tanya, “Mengapa yang kita temui hanyalah jalan buntu dan berbagai kegagalan?”, “Apakah kita sial?”, “Apakah memang kita ditakdirkan untuk tidak sukses?”.
Itu adalah pikiran yang harus kita hapus dari otak kita karena akan melemahkan mental kita dan justru akan membuat kita semakin terpuruk. “Kegagalan adalah awal sebuah keberhasilan”, pepatah ini hendaknya selalu kita pegang teguh.
Saat menemui kegagalan, kita mungkin sering mengeluh, merasa tidak berdaya, hilang semangat tau yang lainya. Kita harus ingat bahwa sukses dalam bisnis dimulai dari diri kita sendiri. Saat kita memiliki pikiran negatif seperti itu, maka aura di dalam tubuh kita pun akan negatif pula dan menurut banyak pihak, termasuk para ahli, hal tersebut akan menghambat datangnya kesuksesan.
Oleh karenanya, di saat gagal, kita tetap harus berpikir positif dan kemudian membangun kembali semangat serta menjadikan kelemahan menjadi kekuatan. Merasa yakin dan percaya diri bahwa kita memiliki potensi untuk merebut perhatian pasar bisa menjadi awal yang baik untuk bangkit dan kembali meretas jalan sukses.
Salah satu hal yang seringkali membuat gagal adalah produk yang kurang inovatif. Saat terjun di dunia bisnis, kita dituntut untuk selalu berinovasi, menciptakan berbagai produk baru atau memberikan strategi marketing yang tidak biasa.
Tentunya kita tahu bagaimana Keripik Mak Icih bukan? Kita bisa melihat dan berkaca bagaimana sebuah produk makanan tradisional yang sebenarnya biasa-biasa saja bisa booming. Salah satu faktor yang membuat produk tersebut begitu populer adalah inovasinya dalam menjual produk. Dengan memberikan sesuatu yang berbeda orang atau konsumen akan mudah mengingat produk kita dan mereka akan tertarik untuk membeli.
Akan tetapi, inovasi haruslah dibarengi dengan kualitas produk yang baik karena bagaimanapun, tanpa kualitas produk kita hanya akan bertahan sementara.
Sudahkah kita membuat target? Hal ini yang seringkali kita lupakan. Sebagai pelaku usaha, kita hendaknya selalu membuat target.
Tidak perlu muluk-muluk, cukup yang sederhana saja tetapi realistis, tetapi jangan pula terlalu mudah. Kita bisa memulai dengan membuat list target seperti menjual 1000 unit produk, membuka cabang baru, merangkul mitra kerja baru, memasarkan barang ke daerah baru, dsb. di selembar kertas. Kemudian sertakan hambatan dan usaha apa yang dibutuhkan untuk menggapainya.
Berikan tenggat waktu kepada diri kita untuk meraih target tersebut. Dengan mengetahui berbagai hambatan yang mungkin akan dihadapi, kita akan merasa siap dan tahu bagaimana mengatasinya. Selain itu, motivasi diri kita juga akan berlipat karena kita mengejar sesuatu yang lebih pasti dan bukan hanya kata-kata “sukses” yang meski terdengar indah namun sejatinya abstrak karena tidak bisa diukur.
Dan yang terkahir yang menjadi penyebab kegagalan kita mungkin adalah kurangnya kita bersedekah atau berderma. Hal ini mungkin terlihat sepele namun ternyata sulit untuk dilakukan. Banyak yang berpikir bahwa bersedekah akan mengurangi jumlah harta kita padahal sebenarnya tidak.
Dengan bersedekah, pertama kita sudah berbuat baik dengan menolong sesama manusia yang mungkin kurang beruntung dan yang kedua sedekah akan membukakan pintu rezeki.
Banyak pengusaha yang sebagian hartanya disumbangkan untuk yayasan atau organisasi amal, namun ternyata harta mereka justru bertambah. Oleh karenanya, kita harus mengkoreksi diri kita sendiri apakah kita sudah cukup bersedekah dengan apa yang kita miliki ataukah belum.
http://menjadiwirausaha.com/

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...