Selasa, 14 Februari 2012

Mencari Titik Kesamaan Sunnah-Syiah

Rabu, 2012 Februari 08 08:22
Oleh: Mohammad Reza Ismaili
 Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah pemuda Muslim dari negara-negara Islam bahkan Republik Islam Iran berhasil dibujuk untuk meninggalkan agamanya dan berpindah kepada ajaran Kristen atau aliran kepercayaan baru. Fenomena menyedihkan itu lahir karena beberapa faktor dan salah satunya perpecahan dan konflik sektarian antara Syiah dan Ahlu Sunnah. Kedua kelompok besar ini senantiasa memfokuskan diri pada perbedaan yang minim dan melupakan prinsip-prinsip kesamaan yang cukup besar.
Keesaan Tuhan, kesamaan Rasul Saw, keyakinan tentang hari kiamat, puasa, haji, zakat, jihad, amr makruf dan nahi munkar, Ahlul Bait Nabi as dan masalah-masalah lain, merupakan dimensi-dimensi kesamaan umat Islam. Namun sayangnya kesamaan-kesamaan ini telah digunakan oleh pihak tertentu untuk menyulut perpecahan dan konflik terutama di dunia maya. Sudah tiba waktunya bagi para tokoh Syiah dan Ahlu Sunnah untuk lebih memperhatikan poros-poros kesamaan kedua mazhab dan menjalin hubungan bersahabat serta ilmiah satu sama lain. Mereka juga perlu mengumpulkan dan membukukan hadis dan riwayat dalam berbagai tema sehingga pengikut Syiah dan Ahlu Sunnah lebih mengenal prinsip-prinsip kesamaan kedua mazhab tersebut. Sementara menyangkut sisi perbedaan pandangan dan akidah perlu dibahas secara ilmiah, argumentatif dan bersahabat serta jauh dari sikap saling menghina dan melecehkan.

Sikap mengabaikan para ulama dan tokoh yang diterima di kalangan Syiah dan Ahlu Sunnah dan menebarkan kebohongan dan hal-hal subjektif tentang mazhab-mazhab Islam tentu tidak akan menyelesaikan masalah yang ada. Politisasi dan pencitraan Syiah sebagai mazhab yang baru muncul serta menuding kelompok ini sebagai ajaran sesat merupakan sebuah langkah keliru dan bentuk kezaliman. Sejarah kemunculan Syiah kembali kepada zaman Rasul Saw dan untuk lebih jelasnya tentang sejarah mazhab ini dapat mempelajari kitab al-Ghadir karya Allamah Amini dan al-Murajaat karya Allamah Abdul Husein Sharafuddin al-Musawi serta merujuk sumber-sumber otentik Syiah. Di pihak lain juga tidak benar sikap menghina Ahlu Sunnah dan melecehkan keyakinan mereka. Ahlul Bait as dan para ulama Syiah tidak pernah berbuat seperti itu dan tidak merekomendasikan sikap tersebut. Teladan Ahlul Bait as adalah hidup berdampingan dan menjalin interaksi dengan Ahlu Sunnah.

Para Imam maksum as menyeru pengikutnya untuk membangun hubungan dan hidup damai dengan Ahlu Sunnah. Imam maksum as selain meminta pengikutnya untuk menjaga identitas Syiah, juga mengajarkan prinsip-prinsip kesamaan kepada mereka. Para pembesar dan imam fikih Ahlu Sunnah juga berbuat demikian dengan Imam maksum as dan tokoh-tokoh Syiah. Para imam fikih Ahlu Sunnah menjalin hubungan baik dan interaksi dengan Imam maksum as. Abu Hanifah dan Imam Malik senantiasa hadir di madrasah Imam Jakfar Shadiq as dan berkali-kali terlibat dialog ilmiah dengan beliau as. Rahasia kelanggengan mereka karena bentuk interaksi dan sifat personal dan sosial.

Para tokoh agama memanfaatkan ilmu dan kesantunannya untuk membimbing umat manusia. Pada prinsipnya akhlak mulia dan tatakrama Islam dan kemanusiaan dapat menjadi sarana untuk menjelaskan kebenaran dengan lebih baik dan dapat diterima pihak lain. Penghinaan terhadap sakralitas Syiah dan Ahlu Sunnah di dunia maya merupakan sebuah kesalahan besar. Sayangnya tindakan negatif ini semakin meluas dari hari ke hari dan dampaknya akan menimpa seluruh umat Islam. Uniknya al-Quran mengajarkan umat Islam bagaimana menyikapi sakralitas kaum musyrik apalagi sakralitas antar sesama. Al-Quran meminta Muslimin untuk tidak menghina berhala-berhala yang disembah oleh kaum musyrik, karena benda-benda itu suci bagi mereka. Sesuatu yang sakral lebih bernilai bagi manusia ketimbang keluarganya. Mereka siap mengorbankan harta, jiwa, dan anak-anaknya demi membela nilai-nilai suci.

Akidah dan keyakinan sebuah kelompok tentu saja bernilai dan mulia bagi para pengikutnya. Meski demikian diskusi ilmiah tentang keyakinan beragama dan bermazhab yang jauh dari sikap menghina dan melecehkan adalah sesuatu yang positif dan konstruktif. Kini apa yang menjadi tragedi dakwah agama via internet adalah debat liar atas nama Syiah dan Ahlu Sunnah dengan membiarkan musuh kolektif bebas melakukan aksinya. Pihak tertentu meluncurkan berbagai situs untuk menyerang sakralitas Syiah atau Ahlu Sunnah dan menebarkan fitnah. Kelompok ini telah melupakan ajaran al-Quran yang menyebut fitnah lebih kejam dari pembunuhan.

 Selama berabad-abad para tokoh Syiah dan Ahlu Sunnah menjalin tali persaudaraan dan membangun hubungan keluarga. Mereka menyimak pandangan satu sama lain dan senantiasa melakukan diskusi ilmiah. Kini pihak tertentu atas nama Syiah atau Ahlu Sunnah terlibat konflik di dunia maya dan menilai dirinya lebih rasional dari para tokoh mazhab tersebut. Alangkah baiknya jika tokoh kedua kelompok itu secara resmi mencegah fenomena berbahaya tersebut dan meningkatkan hubungan antar sesama. Maksud dari hubungan bersahabat, persatuan dan solidaritas umat Islam bukan berarti mensyiahkan yang Sunni atau mensunnikan yang Syiah, tapi menjelaskan kebenaran dan titik-titik kesamaan kedua mazhab.

 Sepertinya ada pihak asing dan musuh-musuh Islam yang mendukung aksi saling hujat di dunia maya lewat berbagai situs. Oleh karena itu kaum muda Islam perlu bersikap hati-hati dan tidak terjebak dengan skenario musuh kolektif yang ingin menghancurkan Islam. Situs-situs Islami juga perlu didesain atas prinsip-prinsip Islam dan kesamaan mazhab untuk melawan Islamphobia dan dan menyebarkan ajaran Islam. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)

Rabu, 08 Februari 2012

CSR CSMan

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah merupakan salah satu bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sosial dalam arti lokal maupun lingkungan sosial dalam arti yang luas
Kepedulian sosial terhadap sesama baik itu skala lokal (lingkungan dimana perusahaan berada), maupun skala Nasional (NKRI) dan bahkan skala International (mendunia) tanpa menge-depan-kan dikriminasi, baik itu ras, suku maupun agama tertentu, sudah menjadi komitmen bersama dari para pendiri CSMan.
Kepedulian Sosial yang berupa bantuan terhadap korban bencana alam sudah beberapa kali diberikan oleh Perusahaan, antara lain Bencana Tsunami Aceh tahun 2004, Bencana Gempa Yogyakarta tahun 2006, Bencana Tsunami Pangandaran tahun 2008. Bencana Gunung Merapi Meletus tahun 2010 dll.
Kepadulian sosial, berupa partisipasi demonstrasi menentang kedzaliman Israel terhadap rakyat Palestina yang digelar di depan gedung Konsulat Amerika Serikat di Jakarta.
Berjalan seiring waktu, dengan semakin berkembangnya Perusahaan, pada tahun 2008 dijalinlah kerjasama antara Warga RT04 Kamarung, Kel. Citeurep Kec. Cimahi Utara Kota Cimahi dengan Cipta Sinergi, berupa pemanfaatan bangunan Mess karyawan & lapangan olahraga sebagai Tempat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Alhamdulillah PAUD yang diberi nama “PAUD Anggrek” itu dari tahun ke tahun jumlah muridnya semakin banyak, hingga tahun ajaran 2011/2012 ini tidak kurang dari 50 siswa.
Disamping hal-hal tersebut diatas, secara rutin tiap tahun Perusahaan memberikan sumbangan-sumbangan terhadap peringatan Hari-hari besar keagamaan, pembangunan tempat ibadah maupun sumbangan insidentil terhadap organisasi kemayarakatan yang ada di wilayah kota Cimahi dan Bandung.

Selasa, 07 Februari 2012

Menghidupkan Budaya Persatuan

Selasa, 2012 Januari 31 16:14
Memahami dan mengelaborasi prinsip-prinsip teoretis persatuan Islam, tak diragukan lagi, merupakan tugas yang sangat penting. Namun, secara praktis, perwujudan akibat-akibat dari rangkaian prinsip tersebut, bagaimana pun, acapkali diabaikan. Makalah ringkas berikut ini menyuguhkan daftar yang memuat sepuluh cara praktis untuk menghidupkan dan mengembangkan budaya persatuan. Semua itu meliputi perluasan batas-batas toleransi, tidak memfokuskan diri pada perincian poin-poin yang diperselisihkan, serta melampaui batas-batas kesukuan (etnis). Melalui upaya praktis dalam arah ini, diharapkan seruan al-Quran untuk membangun persatuan Islam dapat diwujudkan.
Panorama yang terhampar senantiasa mengundang rasa takjub: orang-orang yang beribadah haji, yang berasal dari latar belakang dan suku yang berbeda-beda, saling berdiri bahu membahu dalam balutan selembar kain putih bersahaja seraya menanggalkan seluruh jenis penghalang duniawi -seperti kekayaan, profesi, asal-usul geografis, kelas sosial, pendidikan, atau apapun yang sejenisnya. Gambaran abadi seputar ibadah haji ini telah menjadi perlambang dari persatuan umat [Islam] dalam keragamannya ini. Namun, sekalipun kita mengarah pada perjalanan ini seumur hidup, tetap saja muncul tantangan: bagaimana kita mempertahankan budaya persatuan yang begitu mencolok dalam ibadah haji ini? Bagaimana kita menjaga keutuhan ikatan persaudaran laki-laki dan perempuan untuk mencapai tujuan-tujuan kita sebagai umat (ummah), khususnya di Amerika Utara, di mana keragaman kita bahkan jauh lebih mencolok ketimbang di kawasan manapun di dunia?
1. Memahami persatuan kaum Muslim bukan sebagai sebuah pilihan Ungkapan yang menyatakan bahwa kaum Muslim telah mereduksi Islam menjadi serangkaian ritual belaka serta mengabaikan ajaran-ajaran pentingnya barangkali sudah menjadi klise. Kendati memang penting untuk melaksanakan lima rukun Islam, misalnya, namun kita juga tidak dapat mengabaikan aspek-aspek dasar keimanan lainnya yang menekankan persaudaran (brotherhood/sisterhood). Menurut al-Quran dan hadis nabi Muhammad Saw, persatuan kaum Muslim merupakan sebuah kewajiban (fardh). Perhatikanlah rujukan-rujukan di bawah ini: Al-Quran menyatakan: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. al-Hujurat [49]: 10) Juga menyatakan: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imran [3]: 103) Dalam sebuah hadis, diriwayatkan, "Dalam kecintaan, kebaikan, dan kasih sayang antara satu sama lain, orang-orang yang beriman ibarat anggota tubuh manusia; manakala salah satu anggota tubuh terluka, maka anggota tubuh lainnya akan ikut merasakannya dengan mengalami demam." 2. Merefleksikan ibadah haji sebagai momen persatuan kaum Muslim Manfaatkanlah momen ini secara personal, juga dalam kehidupan keluarga dan komunitas Anda, untuk mengingatkan kaum Muslim tentang bagaimana ibadah haji menjadi faktor pemersatu kaum Muslim. Adakanlah pertemuan keluarga untuk membicarakan topik ini. Selenggarakanlah seminar di masjid Anda untuk membahas tentang bagaimana ibadah haji menjadi simbol yang sangat indah bagi persatuan kaum Muslim. Pastikan para pembicara dalam seminar yang Anda selenggarakan itu terdiri dari kalangan yang pernah menunaikan ibadah haji dan dapat membuktikan fakta ini. Juga, bincangkan tentang bagaimana mempraktikkan pelajaran-pelajaran seputar persatuan yang tercermin dari ibadah haji di tengah komunitas Anda sepanjang tahun, yang diakhiri dengan merumuskan sebuah rencana-aksi yang dapat diimplementasikan.
3. Belajar Bertoleransi terhadap Sudut Pandang Lain Bukankah menarik kala kita dapat menghadiri kelas-kelas di kampus atau berbicara dengan para rekan kerja serta mendiskusikan sejumlah isu seraya siap untuk berbeda pendapat dengan mereka? Namun, sewaktu sebagian dari kita melangkah memasuki masjid atau sarana komunitas Muslim, seluruh toleransi semacam itu tampaknya telah dicampakkan jauh-jauh. Bertolak belakang dengan kepercayaan umum, Islam merupakan keimanan yang ekstensif dan luas, dan Anda dapat menjumpai sebentang ranah pandangan ilmiah seputar beragam isu, mulai dari bagaimana menempatkan tangan kita dalam shalat hingga apakah kaum Muslim seyogianya berpartisipasi dalam proses politik di Amerika atau tidak. Jika para ulama kita, baik di masa lalu maupun pada masa sekarang, telah memperlihatkan toleransi semacam itu terhadap perbedaan pandangan seputar berbagai isu, lantas siapakah kita -sebagai Muslim rata-rata yang tidak memiliki tingkat pengetahuan yang sama dengan mereka- sehingga cenderung mengekspresikan sikap intoleran terhadap sudut pandang lain? Untuk memahami poin ini secara mendalam, saya rekomendasikan untuk membaca buku karya Dr. Yusuf al-Qardhawi yang berjudul Islamic Awakening Between Rejection and Extremism. 4. Belajar Mengritik tanpa Melukai Perasaan Cara sejumlah Muslim mengritik satu sama lain mengesankan bahwa mereka sedang membicarakan musuh Islam ketimbang saudara seagama mereka sendiri. Jenis perilaku bebal ini merupakan sebuah cara yang niscaya akan menciptakan kemarahan, rasa sakit hati, dan perselisihan. Ini bukanlah rute perjalanan menuju persatuan. Kita harus mempelajari adab (etiket) mengritik yang santun, apakah itu ditujukan pada individu Muslim ataupun para pemimpin kita. Memahami dan mengimplementasikan hal ini tidak hanya akan membantu memecahkan masalah secara praktis, tapi juga akan memunculkan kepekaan yang lebih besar terhadap [pentingnya] persaudaraan di tengah komunitas. Jika Anda merasa bahwa sikap kritis Anda terhadap seseorang di masa lalu tergolong kasar atau melukai perasaan, doakanlah saudara Anda itu -karena Rasulullah saw mengatakan bahwa doa menambah kecintaan di antara manusia- serta temuilah dirinya untuk meminta maaf.
5. Terdapat apa yang disebut dengan "fikih prioritas" Fikih prioritas secara esensial bermakna bahwa terdapat sejumlah aspek dalam Islam yang lebih penting ketimbang yang lain. Sebagai contoh, tentunya lebih penting bagi kaum Muslim untuk mendirikan shalat ketimbang apakah di dalam masjid harus ada tirai pemisah antara laki-laki dan perempuan atau tidak. Mengetahui apa yang seharusnya menjadi prioritas akan membantu kita terhindar dari menjadikan isu-isu keimanan sekunder sebagai faktor perpecahan di tengah komunitas. Para pemimpin umat Islam pada khususnya, seyogianya tidak hanya memahami hal ini melainkan juga menjelmakannya di tengah komunitas mereka di belahan Amerika Utara, sehingga perbedaan-perbedaan kecil tidak sampai menghancurkan gagasan persatuan umat Islam. 6. Jangan Menuduh Kafir Siapapun Fenomena menuduh saudara seimannya sebagai kafir yang benar-benar mengerikan ini harus diakhiri sekarang juga jika kita ingin menciptakan iklim yang kondusif bagi persatuan. Tuduhan kafir merupakan cara yang meyakinkan untuk mengucilkan individu dari komunitas Muslim. Kita harus ingat bahwa kaum Muslim di Amerika Utara berasal dari berbagai latar belakang sosio-ekonomi dan budaya, entah mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan Islam ataupun dikarenakan pindah agama (menjadi Muslim). Jika seseorang mengungkapkan sejumlah gagasan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam, maka koreksilah dirinya dengan cara lembut. Tuduhan kafir hanya akan menyulut kebebalan, kegusaran, dan kekeraskepalaan, sekaligus menghina dan mempermalukan mereka. Rasulullah Saw mengingatkan bahwa jika seseorang menuduh selainnya sebagai kafir dan orang yang dicap semacam itu bukanlah seorang kafir, maka individu yang melontarkan tuduhan itu dianggap kafir. Berdasarkan peringatan ini, tidakkah menyedihkan bahwa sekarang ini terdapat sebuah organisasi di Mesir yang menyebut dirinya "Kelompok yang Mengkafirkan Selainnya" (Jamaa'ah al-Takfir wa al-Hijrah).
7. Merangkul Semua Kalangan dengan Melintasi Batas-batas Kesukuan Alhamdulillah, praktik jahiliyah berupa upaya mendirikan masjid-masjid yang bernuansa kesukuan di Amerika Utara, perlahan tapi pasti, mulai lenyap. Kendati demikian, jalan yang harus ditempuh masih cukup panjang. Seluruh institusi, fungsi, dan komunitas pada umumnya harus menjadi lebih beragam secara etnis dan terbuka terhadap kalangan yang membutuhkan serta memperhatikan seluruh Muslim tanpa melihat latar belakangnya. Para pemimpin dan individu Muslim memiliki kewajiban untuk meyakinkan bahwa tak seorang Muslim pun, tanpa menghiraukan latar belakang kesukuannya, merasa disisihkan dari komunitas, tidak dipedulikan, atau diabaikan. Ini hanya dapat dilakukan oleh para pemimpin dan individu Muslim dengan menempuh langkah pertama dan merangkul kaum Muslim yang barangkali secara tradisional dikucilkan lantaran adanya semangat kesukuan dalam masjid atau institusi lain. Tentunya itu tidak cukup dilakukan hanya dengan membuka pintu bagi semua kalangan. Sebuah ikhtiar langsung harus dilakukan untuk mendapatlan umpan balik, masukkan, dan dukungan dari seluruh kaum Muslim sehingga mereka merasa menjadi bagian dari komunitas. Selain itu, cara yang lebih personal dalam merangkul semua pihak adalah dengan mengundang kaum Muslim dari berbagai latar belakang [kesukuan] untuk sama-sama menyantap hidangan di rumah Anda. Bila memungkinkan, perluaslah pula undangan makan bersama Anda ke kalangan non-Muslim guna mengenyahkan aral yang melintang serta berbagi [nilai-nilai] Islam. 8. Mencamkan Nasihat yang Maktub dalam Surah al-Hujurat Surah ke-49 dalam al-Quran al-Karim menyuguhkan tuntunan yang agung seputar jenis perilaku yang seyogianya dihindari kaum Muslim demi tegaknya persatuan Umat Islam. Sebagai contoh, Allah mengimbau kita semua untuk menjauhi perbuatan saling ejek, sikap melecehkan, dan berburuk sangka. Semua itu merupakan ihwal yang cenderung memecah belah umat serta menciptakan kebencian, melukai perasaan, dan perselisihan. Diskusikanlah tema-tema yang maktub dalam surah al-Hujurat sekaitan dengan perilaku seorang Muslim dalam pertemuan keluarga, ceramah-ceramah, obrolan, lingkaran studi, dan kelas-kelas, baik dengan kawula muda maupun tua di tengah komunitas Anda demi berbagi kearifan Ilahi ini dengan semua kalangan. Kapan pun Anda ingat bahwa Anda telah melakukan ghibah (membicarakan keburukan) seorang Muslim maupun non-Muslim, camkanlah bahwa Anda mesti meminta maaf kepadanya. Melakukan hal ini merupakan prasyarat untuk menghapus dosa tersebut. 9. Berbagi Kiat-kiat tersebut dengan Audiens yang Lebih Luas Bagilah kiat-kiat yang disebutkan di atas dengan saudara sesama Muslim di tengah komunitas Anda. Hal ini dapat ditempuh dengan menyarankan kepada khatib (penceramah) shalat Jumat dan Ied untuk memanfaatkan topik dalam artikel ini sebagai bahan ceramahnya. Atau, Anda dapat mencetak dan membagi-bagikannya kepada para jamaah shalat, atau menerbitkannya dalam buletin berkala masjid setempat. Penting pula untuk mendiskusikannya di kalangan Muslim dari berbagai latar belakang guna menghidupkan proses berpikir dan merenung di tengah kaum Muslim.
10. Panjatkanlah Doa Persatuan Mintalah imam Anda untuk menekankan persatuan sebagai suatu kewajiban Islami dalam khutbahnya serta menyarankan cara-cara praktis yang dapat ditempuh di negeri atau dalam organisasi keislaman Anda. Juga, imbaulah kaum Muslim untuk beribadah haji serta memanjatkan doa khusus bagi persatuan umat Islam. Manakala orang-orang yang berhaji kembali dari ibadahnya di tanah suci, Nabi Saw mengimbau kita untuk menyambut mereka dan meminta mereka untuk memanjatkan doa. Ini merupakan kesempatan lain untuk meminta [dipanjatkannya] doa bagi persatuan umat Islam. Akhirnya, pastikan bahwa Anda sebagai individu tidak hanya mengupayakan persatuan melainkan juga memanjatkan doa untuknya. Karena, hasil akhir dari seluruh upaya berada di Tangan Allah Swt. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...