Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah wa salamun ‘ala ibadihilladzinashtafaa,
amma ba’du:
Ini adalah suatu risalah yang diberi nama “Zaadussalik”
(Bekal Para Pesuluk) yang ditulis dalam rangka memberi jawaban pada salah
seorang dari saudara-saudara ruhani,
dimana dia menanyakan tentang bagaimana suluk pada
jalan Haq .
Ketahuilah ; semoga Allah ta’ala menguatkanmu dengan
ruh-Nya ! Seperti perjalanan materi yang terdiri dari permulaan, akhir, jarak,
tempat-tempat, penuntun, kendaraan, teman dan penunjuk, demikian pula
perjalanan maknawi yang merupakan perjalanan ruh semuanya ke sisi Haq SWT.
Permulaannya: Kebodohan dan kekurangan natural yang terbawa dengan
sendirinya dari perut ibu. “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu kamu
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu.” (QS. An-Nahl : 78). Tujuannya
: adalah Kesempurnaan hakiki diatas dari seluruh
kesempurnaan-kesempurnaan. Dan ini adalah wusul pada Haq SWT. “Dan
sesungguhnya kepada Tuhanmu berakhir.” (QS. An-Najm : 42). “Wahai
manusia kamu dengan penuh kesungguhan kepada Tuhanmu, maka pasti kamu akan
menemui-Nya.” (QS. Al-Insyiqaq : 6).
Jarak dalam perjalanan: Tingkatan-tingkatan keilmuan dan pengamalan dimana
ruh akan melewati semuanya setapak demi setapak. Apabila memulai pada jalan
yang lurus (Shirat Mustaqim)- merupakan jalan para auliya dan
orang-orang suci- maka dia adalah pesuluk.
“Dan ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia,
dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan maka mencerai- beraikanmu dari
jalan-Nya.” (QS.
Al-An’am : 153 ).
Dan kesempurnaan ini terurut sebagian diatas sebagian,
sehingga kalau kesempurnaan terdahulu tidak terlewati, maka tidak akan sanggup
berpindah pada kesempurnaan berikutnya. Seperti dalam perjalanan materi, kalau
jarak terdahulu belum terlewati tidak akan sanggup melangkah pada jarak yang
berikutnya.
Tempat-tempat perjalanan (Tingkatan-tingkatan) : Sifat-sifat terpuji dan akhlak
mulia dimana merupakan kondisi-kondisi dan kedudukan-kedudukan ruh (maqam-maqam
ruh), yang akan berpindah dari yang satu kepada yang lain, yang lebih atas
tingkatannya secara gradual.
Tempat pertama (tingkatan pertama) adalah “Bangkit”
yaitu kesadaran, sedangkan tingkatan akhir adalah “Tauhid”- dimana dia adalah
tujuan tertinggi dari perjalanan.
Dan adapun secara detail tingkatan-tingkatan ini
disebutkan dalam kitab Manazil Sairin.
Penuntun didalam safar : Totalitas kesungguhan dan
perjuangan maksimal serta keseriusan dalam menempuh tingkatan-tingkatan dalam
bentuk mujahadah dan riyadah nafs, menanggung beban-beban
tanggung jawab syariat dari fardhu-fardhu, sunat-sunat dan
adab-adab . Mengawasi dan menghisab nafs- detik demi
detik- memutuskan dan memastikan tekad hanya pada Allah SWT. “Bersungguh-sungguhlah
beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. Al-Muzammil : 8). “Dan orang-orang
yang bersungguh-sungguh pada Kami , niscaya Kami akan menunjukkan pada mereka
jalan-jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut : 69).
Bekal dalam safar : Dan bekal pada safar ini adalah ketaqwaan.
“Dan berbekallah kamu, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.”
(QS. Al-Baqarah : 197).
Dan taqwa ibarat menegakkan apa yang diperintahkan
padanya oleh pembuat syariat dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya atas
dasar bashirat, sehingga hati dengan cahaya syariat dan pancaran taklif
siap untuk menerima manifestasi makrifat dari Haq Azza wa Jalla. “Dan
bertaqwalah pada Allah, niscaya Dia akan mengajarmu.” (QS. Al-Baqarah :
282).
Sama halnya perjalanan materi, jika dari bekal tidak
mendapatkan kekuatan, badan tidak akan sanggup menempuh perjalanan. Begitu juga
musafir maknawi , jika taqwa dan kesucian yang tersyariatkan -lahir dan
batin- tidak menyangga dan menguatkan ruhnya, maka ilmu, makrifat dan akhlak
terpuji yang terurut atas taqwa , dimana taqwa diperoleh darinya (bukan atas
cara daur) tidak akan memanifestasi padanya.
Perumpamaan ini seperti seorang di malam gelap gulita
di tangannya ada pelita. Dengan cahaya pelita itu dia melihat jalan dan
bepergian. Setiap satu langkah dia melangkah, setapak jalan itu menjadi terang
dan dengan itu dia melangkah berikutnya. Demikianlah sampai dia tidak dapat
melangkah lagi dan tidak dapat bepergian , tidak ada terang, dan jika tidak ada
terang, dia tidak akan dapat melangkah lagi. Penglihatan itu adalah kedudukan
makrifat, sedangkan bepergian itu adalah kedudukan amal dan taqwa.
“Barangsiapa mengamalkan apa yang dia ketahui, Allah
mewariskan padanya ilmu yang sebelumnya dia tidak ketahui.” (Hadis).
“Allah tidak akan menerima amal tanpa makrifat, dan
tidak ada makrifat kecuali dengan amal. Maka barangsiapa yang memiliki
pengetahuan hendaklah pengetahuannya diarahkan pada pengamalan. Dan barangsiapa
yang tidak mengamalkannya maka tidak ada makrifat baginya. Ingatlah
sesungguhnya iman itu sebagiannya dari sebagian.” Demikianlah riwayat dari Imam
Shadiq. Dalam perjalanan materi juga, seseorang yang tidak mengetahui jalan,
tidak akan mencapai tujuan. Dalam perjalanan maknawi, siapa yang tidak memiliki
bashirat dalam beramal tidak akan mencapai tujuan. “Orang yang
beramal tanpa bashirat seperti orang yang berjalan tanpa arah, tidaklah
menambah padanya dengan banyak perjalanan itu kecuali kejauhan.”
Kendaraan safar ini : adalah badan beserta kekuatannya.
Didalam perjalanan materi jika kendaraan lemah dan cacat, tidak akan dapat
menempuh jalan. Demikian juga dalam safar maknawi, jika badan tidak sehat dan
tidak punya kekuatan, tidak akan sanggup mengerjakan apa-apa. Maka memenuhi
kebutuhan hidup dari sisi ini adalah darurat. Dan apa yang untuk darurat harus
dengan kadar yang darurat. Oleh sebab itu menuntut yang lebih dari cukup untuk
kehidupan akan menjadi penghalang dari suluk – dan dunia itu tercela – dimana
telah diberitakan tentang kerendahannya. Adapun perumpamaan kelebihan itu atas
pemiliknya hanyalah seperti kerumitan dan kesulitan. Tetapi adapun kadar
darurat darinya, masuk dalam perkara akhirat dan memperolehnya merupakan
ibadat. Dan demikian pula jika seseorang tidak memberi kesempatan singgah
kendaraan dalam safar badan disela-sela perjalanan untuk merumput, dia tidak
akan dapat meneruskan perjalanannya. Dalam safar maknawi, jika badan dan
kekuatan dibiarkan saja sehingga apa saja keinginan-keinginannya dilakukan, dan
tidak mengikatnya dengan adab-adab dan sunat-sunat tersyariatkan, serta tali
kendalinya tidak dikekang, jalan Haq tidak mungkin akan dapat ditelusuri.
Teman dalam perjalanan : Para ulama, orang-orang saleh, dan
orang-orang yang banyak ibadah dalam suluk, dimana satu sama lain saling
membantu dan saling menolong , karena setiap orang tidak cepat mengenal aibnya
sendiri tetapi cepat tahu pada aib orang lain. Jadi jika beberapa orang
bersama-sama menyempurnakan diri, dan satu sama lain saling memberitahukan aib
dan celanya, maka mereka bisa melewati jalan tersebut, dan mereka bisa aman
dari pencurian dan pelanggaran pada agama. Sebab syetan itu lebih dekat pada
orang yang sendirian daripada orang yang berjamaah, dan tangan Allah diatas
orang-orang yang berjamaah. Jika salah seorang keluar dari jalan, maka yang
lainnya akan mengingatkannya. Tetapi kalau sendirian, jika berhenti akan
berhenti seterusnya. Pembimbing dalam safar : Nabi SAW serta para
Imam ma’shum. Mereka semua adalah penunjuk dan pembimbing jalan, dan
mereka telah letakkan sunat-sunat dan adab-adab, dan mereka telah sampaikan
mana jalan yang baik dan mana jalan yang buruk. Dan beliau sendiri telah
melewati jalan ini. Serta beliau telah memesan umatnya untuk mengikutinya dan
meneladaninya. “Sungguh telah ada bagi kamu pada diri Rasul Allah teladan
yang baik.” (QS. Al-Ahzab : 21). “Katakanlah jika kamu mencintai Allah maka
ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu.” (QS. Al-Imran : 31).
Dan apa yang telah mereka dapatkan, mereka perintahkan
pada pengikutnya. Demikianlah telah diketahui dari riwayat-riwayat muktabar
lewat jalur Ahlul Bait tentang perkara yang salik (pesuluk) wajib atasnya dan
tidak boleh sama sekali mengabaikannya – perkara tersebut sesudah mendapatkan
aqidah yang hak – yang terdiri atas 25 perkara :
Pertama: Memelihara shalat lima waktu, maksudnya melaksanakan
shalat tersebut pada awal waktu secara berjamaah beserta sunnah dan
adab-adabnya. Maka jika tanpa sebab dan alasan mengakhirkan dari awal waktu,
atau tidak hadir dalam shalat jamaah , atau sunat-sunat dan adab-adabnya
terlalaikan – kecuali sangat sedikit – maka telah keluar dari jalan suluk dan
sama saja dengan orang awam – sibuk memamah dalam belantara kebodohan dan kesesatan,
tak tahu jalan dan tujuan – dan mereka selamanya tak akan dapat terangkat.
Kedua: Menjaga shalat jumat, shalat idul fitri dan idul
adha, serta shalat ayat dengan seluruh syarat-syarat, kecuali ada uzur
(halangan) yang menyebabkan terangkatnya taklif.
Apabila tiga jumat berturut-turut shalat jumat
ditinggalkan tanpa sebab, maka hatinya akan membatu sampai derajat tak dapat
menerima perbaikan.
Ketiga: Menjaga shalat-shalat rawatib mustahab (nawafil)
hari-hari, dan apabila ditinggalkan dihitung sebagai maksiat, kecuali empat
rakaat dari nafilah ashar dan dua rakaat nafilah magrib dan wutairah isya (dua
rakaat nafilah isya yang dikerjakan dengan duduk), dapat ditinggalkan tanpa
halangan.
Keempat: Memelihara puasa ramadhan beserta kesempurnaannya,
seperti menjaga lidah dari bersenda gurau, gibah,dusta, perkataan buruk dan
semacamnya, juga anggota-anggota badan lainnya dari penindasan, khianat,berbuka
dari haram atau syubhat, lebih banyak dijaga dibanding hari-hari lain.
Kelima: Memelihara puasa sunat tiga hari yang ma’ruf
dari setiap bulan, dimana puasa ini sebanding dengan puasa dahr (puasa
selama setahun), dan tidak ditinggalkan tanpa halangan, dan jika ditinggalkan
harus diganti atau bersedekah dengan satu mud makanan.
Keenam: Menjaga zakat, dengan cara jika punya kemampuan tak
boleh mengakhirkannya, kecuali ada uzur, misalnya tidak ada mustahiq
(orang yang berhak menerima zakat), atau menunggu orang yang lebih utama
menerima zakat dan semacamnya.
Ketujuh: Menjaga atas infak hak diketahui dari harta , maksudnya
menjadikan infak itu sebagai tetap, dimana setiap hari atau setiap pekan atau
setiap bulan memberikan sesuatu pada peminta atau orang miskin (yang tidak
dapat bagian) dengan kadar harta yang sepatutnya, dan jangan sampai itu tidak
dilakukan. Dan jika tak ada orang yang tahu akan hal itu (perbuatan infak)
adalah lebih baik. “Dan orang-orang dalam harta-harta mereka hak yang maklum
untuk peminta dan mahrum.” (QS. Al- Ma’arif : 24-25). Dan didalam hadis,
itu bukan tergolong dari zakat. Telah diriwayatkan bahwa hak yang diisyaratkan
dalam ayat tersebut bukanlah dari zakat.
Kedelapan: Menjaga haji tepat pada tahun kewajiban yang harus
dilaksanakan dan tanpa halangan tidak boleh mengakhirkan (menelatkan).
Kesembilan: Ziarah kubur suci Nabi SAW Dan para Imam Maksum
khususnya Imam Husain yang dalam hadis disebutkan : Ziarah pada
Imam Husain adalah wajib atas mukmin, barang siapa meninggalkannya maka
dia meninggalkan hak Tuhan dan Nabi. Dalam hadis lain disebutkan : Setiap Imam
ada tanggung jawab (Ahd) atas pundak para wali dan pengikutnya dan dari
keseluruhan pemenuhan pada tanggung jawab tersebut adalah menziarahi kuburan
mereka.
Kesepuluh: Memelihara hak-hak saudara (saudara islam) dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Perkara ini sangat ditekankan bahkan lebih
didahulukan (diutamakan) atas kebanyakan fardhu-fardhu.
Kesebelas: Mengganti dari setiap apa yang teringat yang telah
wafat (lewat), pada saat menyadarinya (dalam jumlah yang mungkin).
Kedua belas: Dengan riyadah dan penolakan terhadap akhlak tercela
seperti kibr (sombong), bakhil (kikir), dengki dan semacamnya
harus ditinggalkan. Dan akhlak terpuji seperti ramah, dermawan, sabar dan
semacamnya diikatkan pada diri sampai menjadi malakah (terkristalisasi).
Ketiga belas: Meninggalkan larangan-larangan (sekuat mungkin), dan
jika lewat cara yang sedikit terjadi maksiat, maka segera mohon ampun dan
bertobat sehingga menjadi dicintai Haq. “Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang bertobat.” (QS. Al-Baqarah : 222).
Keempat belas: Meninggalkan syubhat-syubhat yang mendorong
terciptanya haram. Dan dikatakan : Setiap adab yang ditinggalkan maka akan
menjadi mahrum (tak dapat bagian) dari yang sunat, dan setiap sunat
ditinggalkan akan menjadi mahrum dari fardhu.
Kelima belas: Jangan menyelam pada sesuatu yang tidak dituju (jadi
sasaran), yang akan menjadi sebab kesulitan dan kerugian. Didalam hadis: “Barang
siapa yang mencari apa yang bukan menjadi tujuannya (tidak manfaat baginya),
maka akan hilang apa yang sebenarnya jadi tujuannya.” Dan jika karena
kelupaan hal itu dilakukan, setelah menyadari segera mengganti dengan istigfar
dan bertobat. “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, ketika menyentuh
mereka golongan dari syetan, mereka lantas mengingat, maka ketika itu mereka
menjadi orang-orang yang melihat. Dan (syetan-syetan) membantu saudara-saudara
mereka dalam kesesatan, kemudian tak ada mereka menjadi berkurang.” (QS.
Al-A‘Araf : 201-202). Sehingga jika dia tidak meninggalkan majlis-majlis orang
batil, orang-orang mugtabin (penggibah), serta orang-orang yang
pembicaraannya tak terarah dan hanya melewatkan hari-harinya dengan percuma,
maka akan terpenjara pada sesuatu yang bukan menjadi tujuan (maa laa ya’nii),
dimana tidak ada sesuatu yang lebih dari ini yang bisa menyebabkan qaswat (kesulitan),
kelalaian dan buang-buang waktu.
Keenambelas: Sedikit makan, sedikit tidur dan sedikit bicara jadi
syi’ar, yang memiliki pengaruh dalam memberi pancaran cahaya pada qalbu.
Ketujuhbelas: Setiap hari membaca beberapa ayat dari Al-Quran, dan
paling sedikit lima puluh ayat, dengan penuh tadabbur, perenungan dan khudhu
(merendah diri). Dan jika sebagian dari ayat tersebut dibaca dalam shalat, itu
lebih utama.
Kedelepanbelas: Sejumlah dari zikir-zikir dan doa-doa wirid-nya
diamalkan pada waktu-waktu tertentu, khususnya setelah shalat-shalat fardhu.
Dan jika mampu, lidahnya disibukkan berzikir pada Haq SWT dalam sebagian besar
waktu – kendatipun badan fisiknya digunakan dalam pekerjaan-pekerjaan lain –
(alangkah memberi kebahagiaan). Dari Hadrat Imam Muhammad Baqir dinukil bahwa
Lidah penuh berkah beliau pada kebanyakan waktu dalam keadaan basah dengan
kalimat tayyibah “laa ilaha illallah”, meskipun beliau dalam kondisi
makan, atau dalam kondisi berbicara, atau dalam kondisi berjalan, serta kondisi-kondisi
lainnya. Dan ini adalah penolong kuat bagi para pesuluk. Dan jika zikir lisan
dibarengi juga dengan zikir hati, dalam waktu singkat dapat memberi
keberhasilan, sehingga sanggup sedikit demi sedikit senantiasa dalam kondisi
mengingat Haq SWT, dan tidak menjadi lupa, karena tidak akan tercapai suatu
perkara dalam suluk dengan lupa. Dan zikir ini juga adalah kekuatan penolong
untuk meninggalkan penentangan-penentangan pada Haq SWT ( bermaksiat).
Kesembilan belas: Berbicara dengan alim dan bertanya
dari beliau serta memanfaatkan menimba ilmu-ilmu agama dengan kadar
kesempatannya, sehingga bisa menambah ilmunya yang telah ada. “Yang paling
pintarnya orang adalah orang yang senantiasa menambah ilmunya dari ilmu-ilmu
orang lain.” Dan perbincangan dengan orang yang lebih alim darinya
merupakan keuntungan besar. Dan jika seorang alim mesti mengamalkan ilmunya,
itu adalah keniscayaan yang harus dikutinya dan dia tidak akan keluar dari
hukum itu. Dan ketuaan yang para sufi katakan adalah ibarat seperti orang ini.
Adapun ilmu yang dimaksud adalah ilmu akhirat, bukan ilmu dunia. Dan jika ia
tidak mendapatkan orang yang lebih alim dari dirinya, maka dengan kitab dia
harus berbicara. Dan dia bergaul dengan masyarakat secara baik yang mana dia
berusaha mendapatkan akhlak terpuji dari mereka. Dan setiap pembicaraan yang
membuat dia memanfaatkan waktu, mengingat Haq SWT, dan keadaan-keadaan akhirat,
kesempatan itu tidak dibiarkan hilang.
Kedua puluh: Hidup ditengah masyarakat dengan akhlak mulia,
sehingga tidak menjadi beban atas seseorang, dan senantiasa berprasangka baik
dengan prilaku-prilaku mereka serta tidak punya persangkaan buruk terhadap
seorangpun.
Kedua puluh satu: Menjadikan benar dalam
perkataan-perkataan serta perbuatan-perbuatan sebagai syi’arnya.
Keduapuluh dua: Bertawakkal pada Allah SWT dalam segala perkara, dan
tidak memandang pada sebab-sebab, tidak berlebihan dalam mencari rezeki, dan
tidak antusias dalam mendapatkannya, serta tidak berpikir jauh kearah itu
sehingga sanggup qanaah dengan yang sedikit dan meninggalkan berlebihan.
Kedua puluh tiga: Bersabar atas perlakuan buruk
keluarga dan yang punya hubungan dengannya, tidak memutuskan hubungan dan tidak
berburuk sangka meskipun perlakuan buruk semakin bertambah dan bencana semakin
meningkat, tetapi ini akan membuat kita lebih cepat mencapai tujuan.
Kedua puluh empat: Memerintahkan pada kebaikan dan
mencegah dari kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar) dalam kadar
kesanggupan dan kekuatan, dan menjadikan orang lain juga berserikat dalam suluk
dengan dirinya jika mempunyai kekuatan jiwa, dan jika tidak punya sebaiknya
menjauh dari pembicaraan mereka dengan ramah dan taqiyyah sehingga tidak
memunculkan kekhawatiran.
Kedua puluh lima: Mengatur waktu-waktunya, dan
meletakkan wirid pada setiap waktu siang dan malam yang dengannya senantiasa
dalam keadaan sibuk sehingga tidak hilang percuma waktu-waktunya, sebab setiap
waktu mengikat pada diwaktukan baginya, dan ini merupakan pilar dalam suluk.
Ini semua yang sampai pada kita dari Imam-Imam
Ma’shum, yang mana mereka sendiri telah mengamalkannya dan mereka sabdakan pada
umat-umatnya.
Adapun amalan 40 hari, tidak mengkonsumsi daging hewan
(vegetarian), zikir khafi (halus dan pelan) dan zikir jalii
(terang), serta selain itu yang dinukil dari kaum sufi, tidak termasuk dari
Para Imam Suci. Secara zahir sebagian dari para syekh (pembimbing spiritual
dalam tradisi sufi) memandang hal seperti itu dari segi kesesuaian sebagian
nafs orang (jiwa orang) untuk memudahkan dalam suluk, oleh karena itu mereka
perintahkan hal demikian itu. Dan sumber amalan 40 hari mungkin hadis nabi yang
berbunyi : “Barang siapa yang ikhlas pada Allah selama 40 hari, maka akan
mengalir sumber-sumber hikmat dari kalbunya pada lisannya.” Dan sumber
tentang tidak memakan daging hewan adalah hadis yang berbunyi : “Jangan kamu
jadikan perut-perut kamu sebagai kuburan hewan-hewan.” Dan tidak ada syak
pada ini bahwa sedikit makan daging, duduk berkhalwat, mengosongkan pikiran dan
memusatkan secara sempurna dalam kesibukan berzikir memiliki efek dalam
penyinaran kalbu, tetapi dengan syarat tidak menghalangi shalat jumat dan
shalat jamaah.
Diantara perkara yang mempunyai pilar utama dalam
suluk adalah kemerdekaan. Yaitu bebas dari aib-aib tabiat dan adat was-was
(godaan-godaan yang sudah menjadi adat), serta perinsip-perinsip awam, yang
mana tidak ada lagi penghalang yang lebih besar bagi para pesuluk kecuali tiga
perkara tersebut. Sebagian dari hukama menamakan tiga perkara tersebut sebagai
ketuanya para syetan (rais syayatiin). Karena itu setiap keburukan
dimana orang terjebak melakukannya (karena dia memandangnya baik) berakhir pada
salah satu dari tiga itu (ujung pangkalnya).
Adapun aib-aib tabiat: seperti syahwat dan gadzab
serta turunannya dari cinta harta dan kedudukan serta selainnya. “Kampung
akhirat itu kami jadikan dia untuk orang-orang yang tidak menginginkan
kedudukan tinggi di bumi dan tidak melakukan kerusakan.” (QS. Al-Qashash : 83).
Adapun adat was-was : seperti perhiasan-perhiasan
nafsu ammarah dan manik-maniknya, dan amal-amal buruk karena khayalan-khayalan
rusak dan imajinasi-imajinasi dusta serta perangkat keharusannya yang tergolong
akhlak hina dan sifat lekat yang tercela. “Katakanlah apakah akan kuceritakan
padamu amal-amal yang paling rugi, adalah orang-orang yang usaha-usaha mereka
sesat dalam kehidupan dunia dan mereka menyangka bahwa mereka melakukan
perbuatan baik.” (QS. Al-Kahfi : 104).
Adapun prinsip-prinsip (keyakinan-keyakinan) awam :
seperti mengikuti penguasa atau taklid secara jahil pada ulama pemerintah,
memenuhi keinginan dan kesesatan syetan-syetan dari jin dan manusia, terpedaya
pada tipu daya dan pakaian-pakaian mereka. “Wahai Tuhan kami ! Nampakkanlah
pada kami orang-orang yang menyesatkan kami dari jin dan manusia, supaya kami
jadikan mereka di bawah telapak kaki kami sehingga jadilah keduanya dari
golongan yang paling rendah.” (QS. Al-Fushilat : 29).
Adapun sebagian dari tata cara dan model hidup seperti
pakain dan pergaulan yang sudah terkondisikan menurut konteks zaman – harus
mengikuti masyarakat dalam hal itu sesuai dengan lahiriah, sehingga tidak
terjatuh sebagai orang paling rendah, karena kelangkaan bisa menyebabkan
keasingan dan keganjilan. Kecuali jika mengikuti mereka malah menyebabkan
tertinggalkannya aturan penting agama yang mengakibatkan rusaknya suluk. Dalam
konteks ini tidak harus mengikuti mereka, kecuali jika taqiyyah. Dan
perkara-perkara semisal ini harus dilihat dalam takaran tinjauan zaman.
Apabila 25 hal tersebut diwajibkan atas diri dan
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh secara ikhlas – yakni hanya mengharapkan
wajah Allah semata, bukan untuk tujuan dunia, maka hari demi hari kondisi
spiritual akan semakin meningkat, kebaikan akan semakin bertambah, dan
keburukan-keburukan akan terampuni, serta derajatnya akan semakin tinggi. Jika
dia adalah ahli ilmu, yakni masalah-masalah ilmiah ilahiyyah (ketuhanan)
dari mabda (permulaan penciptaan, permulaan maujud) dan ma’ad (
akhir kembali maujud), makrifat nafs dan semisal itu dia gali dan melihatnya
sebagai keharusan serta memandangnya sebagai tujuan paling tinggi, memiliki
kesempurnaan kesungguhan untuk memakrifatinya dan memahami bahwa dirinya adalah
bagian ahli itu, maka hari demi hari makrifatnya akan semakin bertambah yang
didapatnya lewat ilham Haq SWT, sesuai kadar persiapan yang diusahakan lewat
ibadah, pembicaraan dengan para ulama, dan wejangan-wejangan mereka. Kecuali
itu dia akan memperoleh kebersihan batin, doa yang terkabulkan dan semisalnya dari
kesempurnaan usaha dan konsentrasi diri. Dan dia juga akan mendapatkan
takdirnya berupa kedekatan pada Haq SWT, kecintaan, dan cahaya.
Kecintaan kamil dan cahaya tak berhingga adalah buah
dari makrifat. Dan suatu saat makrifat akan mencapai dimana dia akan
menyaksikan sangat banyak perkara-perkara akhiratnya. Dalam bentuk ini telah
dinukil hal dari Harisah bin Nu’man, dan hadisnya disebutkan dalam kitab
Al-Kafi (Usul Al-Kafi jilid 2 : 54)
Dan setiap kali kecintaan semakin kuat dan mencapai
batas isyq, dan menjadi tergila menyebut Haq SWT serta isyq, maka mereka
menta’birkan hal itu sebagai liqaa, wusul, fana fillah, baqa
billah dan semisalnya. Ini adalah akhir dan tujuan penciptaan makhluk yang
disebutkan dalam hadis qudsi: “KUNTU KANZAN MAKHFIYYAN FA AHBABTU AN U’RAF
FA KHALAQTUL KHALQA LIKAY AN ‘URAF” (Aku adalah perbendaharaan yang
tersembunyi, karena Aku mencintai untuk diketahui, maka Aku menciptakan makhluk
supaya Aku diketahui), dalam Al-Quran Allah SWT berfirman : “Dan tidaklah Aku
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi pada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat :
56). Dikatakan : (kecuali untuk mengabdi pada-Ku) adalah kecuali untuk
mengetahui-Ku, karena keharusan dari mengetahui adalah ibadah, dan makrifat
tidak dapat dipisahkan dari ibadah. Dan adapun penta’biran dari lazim dengan
dilazimkan (niscaya dengan diniscayakan) supaya tidak ada yang menyangka bahwa
maksudnya apa saja makrifat yang ada, tetapi adalah makrifat khusus yang tidak
akan dapat diperoleh kecuali dengan jalan ibadah.
Sebab makrifat bermacam-macam dan metode adalah
banyak, tetapi tidak semua makrifat akan mengakibatkan Qurb dan Wusul
(kedekatan dan sampai). Sebab kebanyakan orang awam juga memiliki makrifat yang
diperolehnya dari jalan taklid, dan para ahli kalam (mutakallimin) juga memiliki
makrifat yang didapatkannya dari jalan dalil-dalil jadaliyyah yang
premis-premisnya tersusun dari musallamat (hal-hal yang sudah
disepakati), maqbulaat (hal-hal yang sudah diterima) dan madznunaat
(asumsi-asumsi), dan para filosof juga memilika makrifat dari jalan argumentasi
rasional yang premis-premisnya tersusun dari yaqiniyyat (hal-hal yang
pasti), tetapi tidak ada satupun dari itu semua dapat menyebabkan Wusul
dan Mahabbat. Oleh sebab itu setiap makrifat yang didapat dari jalan
ibadat pada-Nya, itu adalah buah dari pohon penciptaan. Dan maksud dari
penciptaan alam dan lainnya, seluruhnya maujud sebagai parasit eksistensi Dia
dan hanya untuk berkhidmat pada Dia.
Parasit eksistensi adalah isyq manusia dan
bidadari. Kehendak menampak hingga tergapai kebahagiaan sejati. Oleh sebab itu
terdapat pada hadis qudsi pembicaraan pada Nabi SAW : “Sekiranya
bukan karena kamu (nabi), niscaya tidak Aku ciptakan alam ini (jagad raya
ini).”
“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah padaku.” (QS.
Al-Dzariyat:56). Jadi setiap memiliki kesungguhan tinggi, menjumpai dalam diri jauhar
(barang sangat bernilai), harus semakin berusaha, sehingga dengan jalan ubudiyyat,
ibadat, taqwa dan pensucian, dapat mendekatkannya pada tingkatan ini (wusul).
Meskipun
sampainya tidak dengan usaha
Wahai hati
bersungguhlah dengan kadar kemampuan
Jika kamu
sampai pada tujuan, alangkah bahagianya
Dan jika di
jalan ini kamu mati, alangkah baik mati syahidnya
Jika dijalan
Dia ajal menjemputmu, kamu mati syahid
Dan jika
kamu menang, menjadi mahkota perhiasan para abid
“Dan barang
siapa yang keluar dari rumahnya
berhijrah
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mati menjemputnya,
maka sungguh
Allah telah tetapkan pahalanya.”(QS. An-Nisa :100).
Dalam
tipudaya hawa ini, meskipun aku berikan jiwa
Aku berikan
pada hati yang di rumah dan di warung
Dan taufik
dari Allah yang maha Perkasa dan maha Bijaksana,
segala puji
milik Allah, Tuhan seluruh alam.
Usul Al-kafi, jilid 2:54, Kitab Hakikat Iman dan
Kufur, Bab Hakikat Iman. ·
Harits bin Nu’man adalah salah seorang dari sahabat
Nabi SAW, dan dari Imam Shadiq Telah diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
suatu hari bertemu dengan dia dan bertanya padanya. “Harits bagaimana keadaanmu?
Dia menjawab: “Mukmin pada Haq wahai Rasulullah” Rasulullah SAW berkata:
“Setiap sesuatu memiliki hakikat, maka apa hakikat perkataanmu? Dia
menjawab: “Jiwa saya telah membelakangi dunia, saya penuhi malam dengan tak
tidur, dan saya lewati siang dengan dahaga, dan begitulah saya, sehingga kadang
saya memandang pada Arsy Tuhan yang mana telah terhitung balasannya, dan kadang
saya melihat para ahli surga dimana mereka sedang bertemu di surga, dan kadang
saya mendengar teriakan para ahli neraka yang tersiksa di api neraka.
Rasulullah SAW berkata: Seorang hamba yang Tuhan telah berikan cahaya pada
hatinya, dia akan mendapatkan penglihatan (penglihatan malakuti), dengan ini
istiqamalah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar