Jumat, 20 Oktober 2017

Menyoal Entitas Tersembunyi Sang Guru Sejati


Akarasa – Selamat datang kerabat akarasa. Tulisan ini sebenarnya adalah sebentuk permenungan pribadi, namun demikian ada korelasinya dengan tulisan sebelumnya, Mengenal Imu Sejati [1] dan Mengenal Ilmu Sejati [2]. Tulisan ini sekaligus merupakan jawaban atas beberapa email yang masuk yang kurang lebihnya menanyakan, Siapa toh sebenarnya Guru Sejati itu?

Bicara tentang Guru Sejati, selain yang ada didalam diri kita sendiri, sebenarnya siapapun bisa menjadi Guru Sejati kita, tentu dengan catatan apabila ada kerendahan hati kita untuk belajar dan mendapatkan pengajaran. Jujur, mendapatkan pertanyaan dari email yang masuk tersebut membuat saya tersadarkan, siapakah guru sejati saya selama ini?

Di antara banyak guru _ siapa saja didalamnya _selama ini, yang sungguh-sungguh sejati adalah diri saya sendiri. Di antara sekian tulisan yang ada semuanya mengalir untuk menasehati dan mengajari diri sendiri. Tidak lebih dari itu, apalagi mengguri sampeyan yang membaca tulisan di akarasa ini. Adapun saya berbagi di akarasa ini, semua tak lebih dari sekedar pengingat semata.

Kadang didalam sunyi diriku dan 'diriku' saling berdialog. Karena sesungguhnya diri kita yang satu ini terdapat dua makhluk. Yakni makhluk yang berupa jasmani dan terlihat mata dan makhluk spiritual yang tak terlihat. Jadi didalam tubuh kita yang palsu ada didiami makhluk spiritual yang abadi, yang merupakan diri kita yang sejati, yang hakiki.

Dialah sumber ilmu kita yang tertinggi, dan itulah yang seharusnya kita cari dan gali untuk menuntun kehidupan kita. Agama adalah sarana atau jalan bagi kita untuk menemukan dan untuk mengenali diri kita. Karena setelah dengan sungguh-sungguh mengetahui dan mengenal diri kita sendiri, maka pada akhirnya adalah kita dapat mengenal Tuhan kita sebagai Sang Pencipta.

Mengapa selama ini, kita seakan melupakan atau menelantarkan diri kita yang sejati yang setiap hari tak berhenti mengajari? Mungkin karena tidak mengetahui atau tidak mau menyediakan waktu saat guru kita ini mau mengajari. Karena dalam hidup ini, kita terlalu sibuk dengan urusan duniawi dan lebih terpesona dengan hal-hal yang berbentuk , yang sesungguhnya palsu.

Lebih tertarik kepada guru-guru spiritual yang punya kesaktian tinggi atau minimal sudah terkenal. Keinginan duniawi/jasmani lebih besar daripada keinginan spiritual /rohani. Kita lebih tertarik mendandani tubuh kita dengan rapi dan warna - warni daripada mendandani hati kita.

Kita lebih mendahulukan memberi wewangian kepada tubuh kita daripada memberikan wewangian pada hati kita. Karena apabila kita lebih membuat wangi hati kita, maka yang terpancar adalah perbuatan baik yang dapat memberikan manfaat, dan aromanya bisa menyebar kemana-mana.

Itulah sebabnya kita tertipu dan tidak maju-maju dalam dalam mengenal diri sendiri. Selanjutnya kita lebih mementingkan hidup dengan diri kita yang palsu. Susah payah mencari nafkah demi memberikan makan pada tubuh ini. Akan tetapi makanan bagi rohani terlupakan. Akhirnya kekurangan gizi dan kelaparan. Tapi kita sepertinya santai dan tenang-tenang saja. Seakan tak ada beban.

Saya merasakan sedikit keberuntungan, saat mulai mau mendengarkan dan merenungkan pengajaran dari Guru Sejati didalam diri ini. Yang selama ini, karena begitu lembut dan halus bisikannya seakan tak terdengar. Ditambah lagi akibat kebisingan kehidupan dunia yang penuh ketegangan. Terkadang suara itu datang dan hilang tanpa bisa didengarkan. Syukurlah alunan suara ini tak berhenti untuk hadir memberikan pengajaran dan selalu mau mengingatkan langkah-langkah hidup kita.

Apakah sudah selesai? Seandainya ketika kita mau untuk sedikit merendahkan hati, banyak sekali guru-guru sejati disekitar yang telah, sedang dan siap memberikan pengajaran kepada kita. Sekali lagi kalau kita ada memiliki kerendahan hati untuk menjadikan siapa saja sebagai guru. Orang gila sekalipun!

Bahkan kepada musuh kita sekalipun bisa menjadi Guru Sejati! ini tak boleh kita lupakan tentunya. Dua hal yang membuat kita gagal untuk menjadikan siapa saja sebagai guru dalam hidup kita adalah karena kepintaran sekaligus juga karena kebodohan kita sendiri. Kenapa? Kepintaran menyebabkan kita sudah merasa penuh, dan tak mau belajar lagi pada yang kita anggap bodoh. Kebodohan juga sama, menyebabkan kita enggan untuk belajar karena kita merasa tidak ada gunanya.

Itulah sebabnya kita suka menertawakan orang lain yang sesngguhnya bijak. Padahal ia sedang mengajari kita. Sungguh sayang memang, apabila kita selalu menutupi diri dari pengajaran orang lain, siapapun itu! Nuwun.



Bumi Para Nata, Kaliurang, Ngayogyokarto Hadiningrat, Poso Kaping Rolas
http://www.akarasa.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...