Rabu, 25 Juli 2012

Lahirnya Sang Mentari, Imam Mahdi as

Rabu, 2012 Juli 04 16:22
Bulan Syaban telah tiba, bulan penuh berkah ini juga menjadi saksi dari kelahiran sang juru selamat dunia, Imam Mahdi as. Manusia suci ini lahir di hari Jum'at, pertengahan bulan Syaban tahun 255 H di kota Samarra, Irak. Ayah beliau Imam Hasan Askari as dan ibunya bernama Nargies. Keturunan suci Rasulullah ini dipenuhi berbagai keajaiban, mulai dari proses kelahiran hingga masa ghaibnya.
Kelahiran manusia suci ini sangat menakjubkan di mana sang ibunda tidak tampak tanda-tanda kehamilan. Rahasia hal ini cukup jelas karena khalifah Bani Abbasiyah mengetahui dari berbagai riwayat Rasulullah Saw dan para Imam bahwa Imam Hasan Askari akan memiliki seorang putra yang mengikis sendi-sendi pemerintahan zalim. Sosok yang akan menumbangkan pemerintahan arogan dan zalim serta memenuhi dunia dengan keadilan. Oleh karena itu, mata-mata Bani Abbasiyah diperintahkan mengawasi penuh setiap gerak-gerik keluarga suci ini dengan harapan mampu mencegah kelahiran bayi yang dijanjikan oleh Allah Swt tersebut. Dengan demikian tak heran jika proses kehamilan hingga kelahiran Imam Mahdi tidak biasa dan masyarakat tidak menyadarinya. Sejatinya apa yang terjadi dengan Imam Mahdi di proses kelahirannya merupakan pengulangan dari kelahiran Nabi Musa as. Musuh-musuh Imam Mahdi juga kembali mengulang strategi Firaun. Firaun Mesir melakukan tindakan sadis dan biadab dengan mengawasi para wanita yang tengah hamil dan membunuh setiap bayi laki-laki. Tindakan Firaun tersebut tak lebih ditujukan untuk menghancurkan Musa yang nantinya diprediksikan akan meruntuhkan pemerintahan sang Firaun. Namun di sini, Firaun tidak memahami kekuasaan Allah Swt, Sang Pencipta Alam Semesta. Allah menjaga Musa dari pembantaian dan menyelamatkannya. Prosesnya pun tak berbeda dengan kehamilan ibunda Imam Mahdi. Nabi Musa dilahirkan secara rahasia. Sementara itu, penguasa Bani Abbasiyah pun berencana membunuh Imam Mahdi. Untuk mensukseskan ambisinya ini mereka tak segan-segan mengerahkan mata-mata dan pasukan untuk mengawasi penuh Imam Hasan Askari beserta keluarganya. Namun kekuasaan Allah membuyarkan angan-angan mereka. Saat ini Imam Mahdi telah berusia 1178 tahun. Sebagian orang mungkin tidak mempercayai hal ini, bahwa ada seseorang yang berusia hingga sedemikan lama. Namun jika kita merujuk pada kekuasaan Allah yang tidak terbatas serta Tuhanlah yang menguasai usia manusia, maka hal ini sepenuhnya dapat diterima. Ini bukan suatu mukjizat atau sesuatu yang luar biasa. Karena baik menurut rasio atau sains, Allah Swt mampu memberikan usia manusia 60 tahun menjadi 200 tahun atau lebih. Sementara itu, menurut sains usia manusia tergantung dengan kondisi lingkungan di mana mereka hidup. Jika seseorang hidup dalam kondisi yang tepat maka ia akan berusia cukup panjang. Uniknya lagi saat ini para ilmuwan berusaha mempersiapkan kondisi seperti ini bagi manusia serta membuat usia mereka bertambah beberapa kali lipat dengan teknologi genetik. Selain itu, sepanjang sejarah kita menemukan manusia yang berusia panjang. Berbagai ayat suci al-Quran menceritakan usia panjang sejumlah umat terdahulu. Dengan bersandar pada ayat tersebut, maka kondisi Imam Mahdi yang berusia panjang pun secara ilmiah mampu dibuktikan. Ayat-ayat tersebut seperti ayat yang berkenaan dengan Nabi Nuh as. Allah Swt di surat al-Ankabut ayat 14 berfirman,"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim." Saat menceritakan kehidupan Nabi Yunus as, Allah Swt di surat As-Saffat berfirman,"Niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit." Ayat ini membuktikan bahwa Allah Swt mampu mempertahankan hidup manusia sekalipun di tempat yang tidak terdapat sarana kehidupan, seperti di perut ikan. Selain itu, umat terdahulu rata-rata berumur panjang. Dengan demikian wajar jika Allah Swt Yang Maha Mampu dan Perkasa dapat melindungi khalifah serta penggantinya di bumi dari incaran kematian yang datangnya dari penguasa zalim Bani Abbasiyah. Untuk merealisasikan hikmahnya, Allah Swt juga memberikan usia panjang kepada Imam Mahdi as. Tak dapat diragukan bahwa tujuan dari pengutusan para Nabi dan pemimpin Ilahi adalah membimbing dan memberi hidayah kepada manusia. Namun demikan hidayah ini akan sukses jika masyarakat telah memiliki kesiapan untuk menerimanya. Jika sebuah masyarakat tidak memiliki kesiapan tersebut maka misi para Nabi pun tidak terlalu berhasil. Pembatasan ekstra ketat terhadap Imam Hadi as dan Imam Hasan Askari as membuat beliau tidak leluasa menyampaikan misinya. Oleh karena itu, hikmah Ilahi mengharuskan Imam keduabelas (Imam Mahdi as) harus ghaib dari masyarakat hingga umat memiliki kesiapan untuk menerima beliau. Kini muncul pertanyaan, apa fungisnya Imam selama masa ghaib ? Apa faedah yang dapat diraih masyarakat dari seorang Imam yang ghaib ? Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama harus dipahami bahwa arti dari keghaiban Imam Mahdi bukan berarti beliau berubah menjadi ruh yang tidak kasatmata atau sesuatu yang misteri. Namun sebaliknya Imam Mahdi hidup secara normal, tidak ada perubahan dalam fisik beliau menjadi sesuatu yang lain. Imam Mahdi as hidup secara normal di tengah-tengah masyarakat, namun beliau tidak dikenal. Beliau tidak hidup di satu tempat tertentu, Imam Mahdi hidup di berbagai belahan dunia. Di saat Rasulullah Saw ditanya mengenai usia panjang Imam Mahdi as, beliau menjawab,"Saya bersumpah atas nama Allah Swt yang mengutusku sebagai Nabi, di masa keghaiban Mahdi, umat manusia dapat memanfaatkan keberadaannya dan menikmati cahaya keimamahannya sama seperti matahari ketika berada di balik awan." Manfaat matahari tidak terbatas ketika sinarnya lansung menyinari bumi. Ketika sang menteri berada di balik awan pun masih memberikan manfaat besar bagi kehidupan alam seperti produksi panas, pertumbuhan tumbuh-tumbuhan serta produk energi untuk menggerakkan mata rantai kehidupan. Oleh karena itu, pancaran religius keberadaan Imam Mahdi meski berada di balik keghaiban memiliki berbagai dampak yang dapat dirasakan. Salah satunya adalah harapan atas kemunculan sang juru selamat yang menjadi motor penggerak bagi manusia untuk meraih masa depan yang gemilang. Keyakinan akan konsep juru selamat di akhir zaman mampu menjadi faktor pencegah perbuatan merusak hingga munculnya Imam Mahdi.Harapan dan penantian (intizar) kemunculan Imam Mahdi selain memberikan spirit bagi manusia juga mempersiapkan jalan masa depan juga memberi manusia kekuatan stabil dan spirit ini diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya hingga masa kemunculan Imam Mahdi. Hal inilah yang membuat manusia memiliki semangat kuat untuk menentang kezaliman sepanjang masa. Sejatinya, penantian berarti tidak puas akan kondisi yang ada. Manusia menanti kebaikan menguasai dunia. Ketika manusia memiliki keyakinan seperti ini. Penantian adalah sebuah kondisi psikologis yang memunculkan persiapan terhadap sesuatu yang dinantikan dan lawan kata dari hal itu adalah putus asa. Setiap kali penantian meningkat, maka persiapan semakin banyak. Tidakkah Anda merasakan jika menanti seseorang yang akan datang, maka akan bertambah pula persiapan Anda ketika kedatangan seseorang itu semakin dekat. Dari sisi ini, setiap kali tingkatan penantian mengalami perbedaan maka terjadi pula perbedaan kecintaan terhadap orang yang Anda nantikan. Manakala kecintaan semakin besar maka bertambah besar pula persiapan menyambut kedatangan orang yang dicintai. Perpisahan dengan sang kekasih membuatnya sedih. Sampai-sampai orang yang menanti melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan penjagaan dirinya, dia tidak lagi merasakan apa yang menimpa dirinya dari rasa sakit ataupun tekanan yang menyayat. Seorang mukmin yang menanti pemimpinnya, manakala penantiannya semakin besar maka semakin besar pula upaya dirinya untuk mempersiapkan baik dengan berbuat warak, berupaya sungguh-sungguh, melakukan pembenahan diri, menghindari akhlak-akhlak yang buruk, menghiasi dengan akhlak-akhlak yang terpuji sehingga ia berhasil menjumpai pemimpinnya, menyaksikan keindahannya di masa kegaibannya. Sebagaimana hal ini terjadi pada sejumlah besar orang saleh. Karena itu, para imam maksum memerintahkan para pengikut mereka, sesuai dengan yang tercantum dalam riwayat-riwayat, untuk melakukan upaya pembenahan diri dan melaksanakan segala bentuk ketaatan. Henry Corbin, guru besar filsafat di Universitas Sorbonne Perancis dan orientalis terkenal asal Perancis mengatakan,"Menurut saya mazhab Syiah merupakan satu-satunya mazhab yang tetap menjaga interaksi hidayah antara Tuhan dan makhluk serta senantiasa menghidupkan imamah." Ia pun melakukan riset di antara Yahud dan Kristen serta menyebut imamah (hidayah Ilahi) merupakan kekhususan mazhab Syiah. "Yahudi berkeyakinan bahwa kenabian yang menjadi jembatan antara Tuhan dan alam semesta terputus dengan berakhirnya kenabian Musa as. Adapun umat Kristen meyakini al-Masih sebagai nabi terakhir. Sementara di antara umat Islam terdapat berbagai kelompok. AhlulSunnah meyakini setelah berakhirnya kenabian Muhammad Saw maka terputus pulalah hubungan antara pencipta dan makhluk. Hanya mazhab Syiahlah yang selain meyakini Muhammad sebagai nabi terakhir, masih mengakui pula wilayah (hidayah Ilahi) tidak terputus dan untuk selamanya terus terpancar," tandas Corbin.(IRIB Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...