Oleh : Syaikh Husain
Mazhahiri
Sesungguhnya salah satu kekuatan yang
memungkinkan kita dapat memenangkan pertempuran yang terjadi di dalam diri kita
ialah bangun malam, dan terjaga di antara dua terbit (yaitu terbit fajar dan
terbit matahari).
Al-Quran Al-Karim secara khusus telah
menaruh perhatian terhadap bangun di waktu malam, sahur dan terbitnya fajar
hingga terbitnya matahari.
Demi fajar, dan malam yang sepuluh dan
yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu
terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal. (QS. Al-Fajr :1-5)
Allah SWT melanjutkan sumpahnya dengan
kata-kata :
Pada yang demikian itu terdapat sumpah
(yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal.
Yang dimaksud dengan kata al-hijr ialah
akal. Barangsiapa yang mempunyai akal maka niscaya dia memahami sumpah Allah
yang agung ini.
Sumpah dengan waktu fajar, malam yang
sepuluh, salat malam yang mencakup dua rakaat shalat syafa’ (genap) dan
satu rakaat shalat witir (ganjil), dan keseluruhan waktu malam mendapat
perhatian Allah SWT.
Terdapat banyak ayat Al-Quran yang
berbicara tentang waktu sahur, yang merupakan jantung waktu malam, dan waktu
sebelum terbitnya fajar.
Demi malam apabila hampir meninggalkan
gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (QS. At-Takwir : 17-18)
Pada tempat yang lain, kita membaca di
dalam Al-Quran ayat yang mengatakan :
Dan malam ketika telah berlalu, dan Subuh
apabila mulai terang. “
Itu mengisyaratkan bagian akhir dari waktu
malam. Yaitu, waktu sahur yang merupakan waktu sebelum waktu terbit fajar.
Adapun kata-kata “Demi Subuh apabila fajarnya telah menyingsing”. Adalah kiasan
dari waktu sebelum terbitnya matahari.
Sesungguhnya mengerjakan shalat dan
membaca zikir sebelum dua terbit mempunyai pengaruh yang luar biasa dan faedah
yang sangat besar bagi kebaikan umat ini. Al-Quran Al-Karim teleh berbicara
dengan cara membangkitkan semangat dalam masalah ini, dan menetapkan pahala
yang besar dan kedudukan yang terpuji bagi perbuatan ini.
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari
tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya
shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. Bani Israil : 78).
Di dalam ayat ini Allah SWT menetapkan
bagi kita shalat yang lima. Yang diwajibkan atas kita dari awal waktu Zuhur
hingga pertengahan malam ialah empat salat, yaitu shalat Zuhur, Asar, Magrib
dan Isya. Kemudian Al-Quran berkata, “Dan dirikanlah pula shalat Subuh”.
Sebagai tanda perhatian terhadap shalat Subuh, yang mana pahala dan ganjarannya
sama dengan pahala dan ganjaran semua shalat yang empat itu. Karena, shalat
subuh berlangsung pada awal waktu di antara dua terbit. Adapun mengenai shalat
malam, Al-Quran Al-Karim menyebutkannya tersendiri, di samping juga
menyebutkannya bersama-sama dengan shalat yang lima.
Dan pada sebagian malam hari shalat
tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu
mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. Bani Israil : 79).
Ayat yang mulia ini secara gamblang
menjelaskan kepada kita tentang kedudukan terpuji yang dapat diraih manusia
dengan mengerjakan shalat nafilah ini, yang merupakan penyempurna bagi
shalat yang lima.
Barangsiapa ingin memperoleh keinginan
yang kuat, ketajaman ucapan di tengah masyarakat, dan kemuliaan di dalam
menghadapi problema, maka hendaklah dia mengerjakan shalat nafilah ini
di pertengahan malam ketika manusia sedang lelap tertidur. Ini juga yang
dibuktikan oleh para pakar ilmu jiwa modern.
Rasulullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya
jika seorang hamba menyendiri dengan Tuhannya pada pertengahan malam yang gelap
gulita, dan kemudian dia bermunajat kepada-Nya, maka pasti Allah akan
menetapkan cahaya di dalam hatinya. Kemudian Allah SWT berkata kepada
malaikat-Nya, “Wahai malaikat-Ku, lihatlah hamba-Ku, dia tengah menyendiri
dengan-Ku di tengah malam yang gelap gulita, sementara orang-orang yang malas
tengah lupa dan orang-orang yang lalai tengah tidur. Saksikanlah, sesungguhnya
Aku telah mengampuninya.”
Pada hadis yang lain Rasulullah SAW juga
telah bersabda, “Barangsiapa di antara hamba dikaruniai shalat malam, di
mana dia berdiri semata-mata ikhlas karena Allah, berwudhu dengan wudhu yang
sempurna, kemudian mengerjakan shalat dengan niat semata-mata karena Allah,
sementara hatinya tenang dan anggota khusyu’, maka niscaya Allah menjadikan di
belakangnya Sembilan baris yang terdiri dari para Malaikat. Yang mana pada
setiap barisnya, tidak ada seorang pun yang menghitung jumlah malaikatnya,
selain Allah. Adapun setiap baris, sisi satunya berada di timur sementara sisi
lainnya berada di barat. Jika dia telah selesai mengerjakan shalat malam, maka
dituliskan baginya berbagai derajat sebanyak bilangan malaikat yang ikut hadir
di dalam salatnya.”
Barangsiapa menginginkan kehidupan dunia
maka dia harus menaruh perhatian terhadap pembahasan ini; dan barangsiapa
menginginkan kehidupan akhirat maka hendaknya dia pun harus memperhatikan
pembahasan ini.
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah
lebih tepat (untuk khusyuk dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (QS. Al-Muzammil;6)
Kita terbiasa sehari-hari melek hingga jam
sebelas atau jam dua-belas malam, dan ini terhitung sebagai permulaan malam.
Barangsiapa sibuk mengerjakan ibadah di waktu ini, sama dengan orang yang
mengerjakan ibadah di pertengahan siang hari, permulaan siang hari maupun
permulaan malam hari tidak meberikan apa-apa kepada manusia jika dibandingkan
ibadah yang dikerjakan pada akhir malam, atau lebih utama lagi pada waktu
sahur. Pengaruh bangun di akhir malam dapat dirasakan meskipun seseorang
melaluinya tanpa mengerjakan ibadah.
Oleh karena itu kita membaca bahwa salah
satu amalan mustahab malam-malam lailatul qadr ialah bangun dan
terjaga sepanjang malam, meskipun itu dilalui tanpa mengerjakan ibadah.
Di dalam banyak riwayat, kita membaca
penekanan agar seseorang bangun dan terjaga di antara dua terbit (terbit fajar
dan terbit matahari), meskipun tidak melakukan shalat malam. Karena, keadaan
terjaga di antara dua terbit atau pada akhir waktu malam sangat bermanfaat
sekali bagi seorang manusia dari sisi kejiwaan, dan juga sangat bermanfaat
dalam menumbuhkan semangat dan kesungguhan, karena sangat membantu dalam
menghilangkan kesedihan dan keresahan jiwa seseorang.
Banyak orang yang mulia yang berusaha
tidur pada permulaan malam dengan tujuan supaya bisa bangun pada akhir malam.
Sebagian besar mereka menunda muthala’ah (kajian ilmiah) mereka hingga
akhir malam. Mereka sibuk mengerjakan ibadah pada waktu di antara dua terbit,
dan kemudian membaca Al-Quran setelah mengerjakan shalat subuh. Dikatakan,
sesungguhnya doa yang dibaca pada waktu di antara dua terbit sangat mustajab,
dan sesungguhnya membaca Al-Quran di waktu ini sangat berpengaruh sekali, dan
meninggalkan pengaruh positif pada jiwa manusia. Barangsiapa tidak bisa
mengerjakan ibadah di waktu yang berperngaruh ini, hendaknya dia mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan lain, seperti membaca atau pekerjaan-pekerjaan lain yang
sejenisnya, sehingga dia mendapatkan pengaruh positif yang ada pada waktu yang
berharga ini.
Rasulullah SAW dan para imam tidur pada
awal waktu malam untuk bisa bangun pada akhir waktu malam. Kebanyakan
saudara-saudara kita dari kalangan Ahlussunah memegang teguh masalah ini.
Mereka telah hadir di masjid sebelum terbit fajar. Saudara-saudara kita,
orang-orang Iran, menyaksikan yang demikian tatkala mereka pergi mengerjakan
ibadah haji di Baitullah.
Shalat malam terdiri dari sebelas rakaat.
Delapan rakaat pertama adalah dengan niat bahwa delapan rakaat ini adalah
shalat malam, dan itu dikerjakan dua rakaat dua rakaat.
Adapun dua rakaat setelah delapan rakaat
yang pertama, adalah yang diistilahkan dengan shalat syafa’(genap), yang
dikerjakan sebelum mengerjakan satu rakaat akhir yang dikenal dengan shalat
witir. Kita tidak akan masuk ke dalam rincian shalat malam; kita juga tidak
akan bebicara mengenai qunutnya. Di dalam shalat malam sangat dianjurkan untuk
mendoakan empat puluh mukmin, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal,
kemudian menyebut kata al’afwu secara berulang-ulang sebanyak 300 kali;
dan lebih diutamakan membaca beberapa doa setelah selesai mengerjakan shalat
witir.
Pada permulaannya seseorang akan merasa
lelah bila mengerjakan shalat malam. Namun kemudian dia akan terbiasa dengan
shalat ini sehingga shalat ini akan menjadi terbiasa di dalam kehidupannya.
Orang yang shalat harus memperhatikan kelelahan fisik pada saat dia berusaha
memperkuat rohnya. Keadaan ini bisa diibaratkan dengan seekor kuda yang masih liar.
Jika kita ingin memanfaatkan kuda yang liar ini maka kita harus meletakkan tali
kekang pada mulutnya, dan pada saat yang sama kita harus memperhatikan masalah
makanan dan istirahatnya.
Sesungguhnya shalat malam bagi para pemula
harus dikerjakan secara singkat saja. Dengan begitu, dia dapat sedikit demi
sedikit menjinakkan dirinya untuk bisa bangun pada waktu akhir malam, sebelum
azan subuh, dan mengerjakan shalat malam dalam bentuk yang paling sempurna.
Al-Quran Al-Karim mengisyaratkan hal ini, “Hai orang yang berselimut
(Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali hanya sedikit
darinya, (yaitu) seperduanya atau kurangilah sedikit dari seperdua itu, atau
lebih dari seperdua itu, Dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan.” (QS.
Al-Muzammil : 1-4)
Adapun berkenan dengan shalat pada awal
waktu, Imam Muhammad al-Baqir telah berkata bahwa kakeknya Rasulullah SAW telah
bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya awal waktu itu paling utama. Oleh karena
itu segerakanlah perbuatan kebajikan semampu anda. Dan sesungguhnya amal
perbuatan yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah amal perbuatan yang
dikerjakan secara kontinyu oleh seseorang hamba, meskipun hanya sedikit.”
Imam Ja’far ash-Shadiq telah mengatakan,
bahwa kakeknya Rasulullah SAW telah bersabda, “Setiap salat mempunyai dua
waktu. Awal waktu dan akhir waktu. Adapun awal waktu adalah seutama-utamanya
waktu. Dan tidaklah seseorang berhak mengambil akhir waktu sebagai waktu shalat
kecuali karena sakit. Sesungguhya akhir waktu hanya dijadikan bagi orang yang
sakit dan bagi orang yang mempunyai halangan. Awal waktu merupakan keridhaan
Allah, sementara akhir waktu adalah ampunan Allah.”
Sesungguhnya pembahasan akhlak berbeda
dengan pembahasan filsafat. Pembahasan filsafat sangat sulit dari sisi penyampaian
dan pendengaran. Saya tidak bisa membahas dan menjelaskan teori harakah
jauhariyyah milik Mulla Shadra secara sederhana kepada anda. Jika saya
menulis mengenai pembahasan teorai harakah jauhariyyah selama
setahun penuh bagi anda, niscaya anda tidak akan bisa mengambil manfaat dari
pembahasan itu; demikian juga dengan saya. Akan tetapi, pembahasan akhlak
sangat mudah untuk disampaikan dan didengarkan, hanya saja praktik dan
pelaksanaannya sangat sulit. Semua orang tahu bahwa takabur adalah sifat yang
rendah, dan dengan fitrahnya setiap orang mengetahui hal itu. Akan tetapi
mencegah diri untuk tidak jatuh kepada sifat takabur adalah sesuatu yang sulit.
Demikian juga semua orang tahu bahwa tawadhu (sifat rendah hati) adalah sifat
yang baik.
Kita mengetahui dengan baik bahwa bangun
malam mendapat perhatian yang khusus di dalam Al-Quran; demikian juga kita
mengetahui bahwa waktu permulaan terbitnya fajar, dan waktu akhir malam adalah
dua waktu yang penting. Al-Quran menyebutnya pada beberapa tempat, dan bahwa
hal itu dapat menghilangkan kecemasan dan kesedihan, serta menambah semangat
dan kekuatan kepada manusia, sehingga dengan itu dia dapat menang melawan hawa
nafsunya. Terkadang seseorang tidak bisa bangun malam meskipun telah menyiapkan
semua hal-hal yang diperlukan untuk itu, seperti meletakkan jam weker di dekat
telinganya, tidur lebih awal, atau hal-hal lain yang serupa itu yang dapat
membantunya untuk bangun malam.
Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
bangun malam, pada dasarnya kembali kepada kenyataan bahwa taufik tidak dapat
diperoleh kecuali oleh orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah secara
ikhlas. Sebagian kalangan mengumpamakan seperti belerang merah yang langka. Di
samping itu, perbuatan dosa dan maksiat serta memakan harta yang haram,
mempunyai pengaruh yang besar dalam menghalangi seseorang untuk bisa bangun
malam. Imam Ja’far ash-Shadiq berkata, “Jangan engkau tinggalkan bangun
malam. Karena, sesungguhnya orang yang tertipu adalah orang yang tidak bangun
malam.
Secara umum, amal-amal perbuatan mempunyai
pengaruh langsung pada kemampuan seseorang untuk bisa bangun malam. Apa yang
kita lakukan di siang hari akan terefleksikan. Baik itu positif atau pun
negatif, baik itu menghalangi ataupun membantu kita untuk mengerjakan shalat malam,
yang mana menurut sebagian ulama adalah penyempurna bagi shalat wajib.
Almarhum Ustaz Abbas Taherani berkata, “Ketika
di Najaf Asyraf saya mempunyai orang yang senantiasa membantu membangunkan saya
untuk mengerjakan shalat malam, akan tetapi saya tidak tahu siapa dia. Di dalam
riwayat-riwayat disebutkan bahwa para malaikat membangunkan orang-orang mukmin
untuk mengerjakan shalat malam. Terkadang saya mendengar suara panggilan “Ya
Abbas, bangunlah’, sementara pada kala lain saya mendengar seruan Bangun, wahai
laki-laki.”
Hal yang seperti ini juga terjadi pada
salah seorang murid Almarhum Taherani. Murid Almarhum Taherani ini berkata, “Saya
pernah merasa ada seseorang yang menyepak kaki saya untuk bangun mengerjakan
shalat malam.”
Imam Muhammad al-Baqir berkata, “Seorang
laki-laki datang ke hadapan Imam Ali, lalu berkata, Sesungguhnya saya tidak
mampu mengerjakan shalat malam. Imam Ali berkata, ‘dosa-dosamu telah
membelenggu.”
Imam Ja’far ash-Shadiq berkata, “Sesungguhnya
seorang laki-laki yang mengerjakan suatu dosa tidak mampu mengerjakan shalat
malam. Sesungguhnya perbuatan yang buruk lebih cepat mengenai pelakunya
dibandingkan pisau mengenai daging.”
Imam Ja’far ash-Shadiq juga berkata, “Sesungguhnya
bila seorang laki-laki mengucapkan satu perkataan dusta, dia tidak mampu
mengerjakan shalat malam.”
Shalat malam memberikan gelar kepada
seseorang di alam malakut tertinggi. Jika dia senantiasa menjaga untuk
melakukannya. Adapun gelar yang diberikan itu adalah gelar “al-mutahajjid”
(orang yang senantiasa mendirikan shalat tahajud).
Seorang laki-laki maupun perempuan yang
mendapat gelar ini di alam malakut, atas perintah Allah SWT para malaikat akan
menolongnya di dalam banyak masalah sulit yang dihadapinya. Allah SWT telah
mengisyaratkan hal itu di dalam ayat Al-Quran yang mulia, “Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah”. Kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka. “ (QS.
Fushshilat : 30).
Rasulullah SAW bersabda, “(Allah SWT
berkata), ‘Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku ada orang yang
bersungguh-sungguh di dalam beribadah kepada-Ku. Dia bangun dari tidurnya dan
bangkit dari kelezatan bantalnya. Lalu bermalam-malam dia mengerjakan shalat
tahajud, memayahkan dirinya dia dalam beribadah kepada-Ku. Lalu Aku pun
mendatangkan rasa kantuk kepadanya semalam atau dua malam, sebagai perhatian
dari-Ku kepadanya dan untuk menjaganya supaya tetap dalam keadaannya. Sehingga
dia pun tertidur hingga waktu subuh. Ketika bangun, dia mengecam dan menyalahkan
dirinya. Karena sekiranya Aku membiarkannya sebagaimana yang dia inginkan,
niscaya rasa ‘ujub (berbangga diri) akan masuk ke dalam dirinya, dan rasa ujub
itu akan menjadikannya terperosok ke dalam fitnah dengan amalnya. Dari yang
demikian itu akan datang kehancurannya, disebabkan rasa ‘ujub-nya (bangganya)
terhadap diri dan amal perbuatannya, maka dia pun menjadi semakin jauh dari-Ku,
sementara dia menyangka bahwa dia dekat kepada-Ku.”
Pada hadis yang lain Rasulullah SAW
juga telah bersabda, “Tidaklah seorang hamba berkata kepada dirinya bahwa
dia akan bangun malam, namun kemudian dia tertidur, kecuali tidurnya itu
dihitung sebagai sedekah yang Allah berikan kepadanya, dan Allah tetap
menuliskan baginya pahala apa yang diniatinya itu.”