Rabu, 01 Juni 2016

SHALAT MALAM dan KEUTAMAANNYA



Oleh : Syaikh Husain Mazhahiri
Sesungguhnya salah satu kekuatan yang memungkinkan kita dapat memenangkan pertempuran yang terjadi di dalam diri kita ialah bangun malam, dan terjaga di antara dua terbit (yaitu terbit fajar dan terbit matahari).
Al-Quran Al-Karim secara khusus telah menaruh perhatian terhadap bangun di waktu malam, sahur dan terbitnya fajar hingga terbitnya matahari.
Demi fajar, dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal. (QS. Al-Fajr :1-5)
Allah SWT melanjutkan sumpahnya dengan kata-kata :
Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal.
Yang dimaksud dengan kata al-hijr ialah akal. Barangsiapa yang mempunyai akal maka niscaya dia memahami sumpah Allah yang agung ini.
Sumpah dengan waktu fajar, malam yang sepuluh, salat malam yang mencakup dua rakaat shalat syafa’ (genap) dan satu rakaat shalat witir (ganjil), dan keseluruhan waktu malam mendapat perhatian Allah SWT.
Terdapat banyak ayat Al-Quran yang berbicara tentang waktu sahur, yang merupakan jantung waktu malam, dan waktu sebelum terbitnya fajar.
Demi malam apabila hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (QS. At-Takwir : 17-18)
Pada tempat yang lain, kita membaca di dalam Al-Quran ayat yang mengatakan :
Dan malam ketika telah berlalu, dan Subuh apabila mulai terang. “
Itu mengisyaratkan bagian akhir dari waktu malam. Yaitu, waktu sahur yang merupakan waktu sebelum waktu terbit fajar. Adapun kata-kata “Demi Subuh apabila fajarnya telah menyingsing”. Adalah kiasan dari waktu sebelum terbitnya matahari.
Sesungguhnya mengerjakan shalat dan membaca zikir sebelum dua terbit mempunyai pengaruh yang luar biasa dan faedah yang sangat besar bagi kebaikan umat ini. Al-Quran Al-Karim teleh berbicara dengan cara membangkitkan semangat dalam masalah ini, dan menetapkan pahala yang besar dan kedudukan yang terpuji bagi perbuatan ini.
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. Bani Israil : 78).
Di dalam ayat ini Allah SWT menetapkan bagi kita shalat yang lima. Yang diwajibkan atas kita dari awal waktu Zuhur hingga pertengahan malam ialah empat salat, yaitu shalat Zuhur, Asar, Magrib dan Isya. Kemudian Al-Quran berkata, “Dan dirikanlah pula shalat Subuh”. Sebagai tanda perhatian terhadap shalat Subuh, yang mana pahala dan ganjarannya sama dengan pahala dan ganjaran semua shalat yang empat itu. Karena, shalat subuh berlangsung pada awal waktu di antara dua terbit. Adapun mengenai shalat malam, Al-Quran Al-Karim menyebutkannya tersendiri, di samping juga menyebutkannya bersama-sama dengan shalat yang lima.
Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. Bani Israil : 79).
Ayat yang mulia ini secara gamblang menjelaskan kepada kita tentang kedudukan terpuji yang dapat diraih manusia dengan mengerjakan shalat nafilah ini, yang merupakan penyempurna bagi shalat yang lima.
Barangsiapa ingin memperoleh keinginan yang kuat, ketajaman ucapan di tengah masyarakat, dan kemuliaan di dalam menghadapi problema, maka hendaklah dia mengerjakan shalat nafilah ini di pertengahan malam ketika manusia sedang lelap tertidur. Ini juga yang dibuktikan oleh para pakar ilmu jiwa modern.
Rasulullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya jika seorang hamba menyendiri dengan Tuhannya pada pertengahan malam yang gelap gulita, dan kemudian dia bermunajat kepada-Nya, maka pasti Allah akan menetapkan cahaya di dalam hatinya. Kemudian Allah SWT berkata kepada malaikat-Nya, “Wahai malaikat-Ku, lihatlah hamba-Ku, dia tengah menyendiri dengan-Ku di tengah malam yang gelap gulita, sementara orang-orang yang malas tengah lupa dan orang-orang yang lalai tengah tidur. Saksikanlah, sesungguhnya Aku telah mengampuninya.”
Pada hadis yang lain Rasulullah SAW juga telah bersabda, “Barangsiapa di antara hamba dikaruniai shalat malam, di mana dia berdiri semata-mata ikhlas karena Allah, berwudhu dengan wudhu yang sempurna, kemudian mengerjakan shalat dengan niat semata-mata karena Allah, sementara hatinya tenang dan anggota khusyu’, maka niscaya Allah menjadikan di belakangnya Sembilan baris yang terdiri dari para Malaikat. Yang mana pada setiap barisnya, tidak ada seorang pun yang menghitung jumlah malaikatnya, selain Allah. Adapun setiap baris, sisi satunya berada di timur sementara sisi lainnya berada di barat. Jika dia telah selesai mengerjakan shalat malam, maka dituliskan baginya berbagai derajat sebanyak bilangan malaikat yang ikut hadir di dalam salatnya.”
Barangsiapa menginginkan kehidupan dunia maka dia harus menaruh perhatian terhadap pembahasan ini; dan barangsiapa menginginkan kehidupan akhirat maka hendaknya dia pun harus memperhatikan pembahasan ini.
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (QS. Al-Muzammil;6)
Kita terbiasa sehari-hari melek hingga jam sebelas atau jam dua-belas malam, dan ini terhitung sebagai permulaan malam. Barangsiapa sibuk mengerjakan ibadah di waktu ini, sama dengan orang yang mengerjakan ibadah di pertengahan siang hari, permulaan siang hari maupun permulaan malam hari tidak meberikan apa-apa kepada manusia jika dibandingkan ibadah yang dikerjakan pada akhir malam, atau lebih utama lagi pada waktu sahur. Pengaruh bangun di akhir malam dapat dirasakan meskipun seseorang melaluinya tanpa mengerjakan ibadah.
Oleh karena itu kita membaca bahwa salah satu amalan mustahab malam-malam lailatul qadr ialah bangun dan terjaga sepanjang malam, meskipun itu dilalui tanpa mengerjakan ibadah.
Di dalam banyak riwayat, kita membaca penekanan agar seseorang bangun dan terjaga di antara dua terbit (terbit fajar dan terbit matahari), meskipun tidak melakukan shalat malam. Karena, keadaan terjaga di antara dua terbit atau pada akhir waktu malam sangat bermanfaat sekali bagi seorang manusia dari sisi kejiwaan, dan juga sangat bermanfaat dalam menumbuhkan semangat dan kesungguhan, karena sangat membantu dalam menghilangkan kesedihan dan keresahan jiwa seseorang.
Banyak orang yang mulia yang berusaha tidur pada permulaan malam dengan tujuan supaya bisa bangun pada akhir malam. Sebagian besar mereka menunda muthala’ah (kajian ilmiah) mereka hingga akhir malam. Mereka sibuk mengerjakan ibadah pada waktu di antara dua terbit, dan kemudian membaca Al-Quran setelah mengerjakan shalat subuh. Dikatakan, sesungguhnya doa yang dibaca pada waktu di antara dua terbit sangat mustajab, dan sesungguhnya membaca Al-Quran di waktu ini sangat berpengaruh sekali, dan meninggalkan pengaruh positif pada jiwa manusia. Barangsiapa tidak bisa mengerjakan ibadah di waktu yang berperngaruh ini, hendaknya dia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain, seperti membaca atau pekerjaan-pekerjaan lain yang sejenisnya, sehingga dia mendapatkan pengaruh positif yang ada pada waktu yang berharga ini.
Rasulullah SAW dan para imam tidur pada awal waktu malam untuk bisa bangun pada akhir waktu malam. Kebanyakan saudara-saudara kita dari kalangan Ahlussunah memegang teguh masalah ini. Mereka telah hadir di masjid sebelum terbit fajar. Saudara-saudara kita, orang-orang Iran, menyaksikan yang demikian tatkala mereka pergi mengerjakan ibadah haji di Baitullah.
Shalat malam terdiri dari sebelas rakaat. Delapan rakaat pertama adalah dengan niat bahwa delapan rakaat ini adalah shalat malam, dan itu dikerjakan dua rakaat dua rakaat.
Adapun dua rakaat setelah delapan rakaat yang pertama, adalah yang diistilahkan dengan shalat syafa’(genap), yang dikerjakan sebelum mengerjakan satu rakaat akhir yang dikenal dengan shalat witir. Kita tidak akan masuk ke dalam rincian shalat malam; kita juga tidak akan bebicara mengenai qunutnya. Di dalam shalat malam sangat dianjurkan untuk mendoakan empat puluh mukmin, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, kemudian menyebut kata al’afwu secara berulang-ulang sebanyak 300 kali; dan lebih diutamakan membaca beberapa doa setelah selesai mengerjakan shalat witir.
Pada permulaannya seseorang akan merasa lelah bila mengerjakan shalat malam. Namun kemudian dia akan terbiasa dengan shalat ini sehingga shalat ini akan menjadi terbiasa di dalam kehidupannya. Orang yang shalat harus memperhatikan kelelahan fisik pada saat dia berusaha memperkuat rohnya. Keadaan ini bisa diibaratkan dengan seekor kuda yang masih liar. Jika kita ingin memanfaatkan kuda yang liar ini maka kita harus meletakkan tali kekang pada mulutnya, dan pada saat yang sama kita harus memperhatikan masalah makanan dan istirahatnya.
Sesungguhnya shalat malam bagi para pemula harus dikerjakan secara singkat saja. Dengan begitu, dia dapat sedikit demi sedikit menjinakkan dirinya untuk bisa bangun pada waktu akhir malam, sebelum azan subuh, dan mengerjakan shalat malam dalam bentuk yang paling sempurna. Al-Quran Al-Karim mengisyaratkan hal ini, “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali hanya sedikit darinya, (yaitu) seperduanya atau kurangilah sedikit dari seperdua itu, atau lebih dari seperdua itu, Dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan.” (QS. Al-Muzammil : 1-4)
Adapun berkenan dengan shalat pada awal waktu, Imam Muhammad al-Baqir telah berkata bahwa kakeknya Rasulullah SAW telah bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya awal waktu itu paling utama. Oleh karena itu segerakanlah perbuatan kebajikan semampu anda. Dan sesungguhnya amal perbuatan yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah amal perbuatan yang dikerjakan secara kontinyu oleh seseorang hamba, meskipun hanya sedikit.”
Imam Ja’far ash-Shadiq telah mengatakan, bahwa kakeknya Rasulullah SAW telah bersabda, “Setiap salat mempunyai dua waktu. Awal waktu dan akhir waktu. Adapun awal waktu adalah seutama-utamanya waktu. Dan tidaklah seseorang berhak mengambil akhir waktu sebagai waktu shalat kecuali karena sakit. Sesungguhya akhir waktu hanya dijadikan bagi orang yang sakit dan bagi orang yang mempunyai halangan. Awal waktu merupakan keridhaan Allah, sementara akhir waktu adalah ampunan Allah.”
Sesungguhnya pembahasan akhlak berbeda dengan pembahasan filsafat. Pembahasan filsafat sangat sulit dari sisi penyampaian dan pendengaran. Saya tidak bisa membahas dan menjelaskan teori harakah jauhariyyah milik Mulla Shadra secara sederhana kepada anda. Jika saya menulis mengenai pembahasan teorai harakah jauhariyyah  selama setahun penuh bagi anda, niscaya anda tidak akan bisa mengambil manfaat dari pembahasan itu; demikian juga dengan saya. Akan tetapi, pembahasan akhlak sangat mudah untuk disampaikan dan didengarkan, hanya saja praktik dan pelaksanaannya sangat sulit. Semua orang tahu bahwa takabur adalah sifat yang rendah, dan dengan fitrahnya setiap orang mengetahui hal itu. Akan tetapi mencegah diri untuk tidak jatuh kepada sifat takabur adalah sesuatu yang sulit. Demikian juga semua orang tahu bahwa tawadhu (sifat rendah hati) adalah sifat yang baik.
Kita mengetahui dengan baik bahwa bangun malam mendapat perhatian yang khusus di dalam Al-Quran; demikian juga kita mengetahui bahwa waktu permulaan terbitnya fajar, dan waktu akhir malam adalah dua waktu yang penting. Al-Quran menyebutnya pada beberapa tempat, dan bahwa hal itu dapat menghilangkan kecemasan dan kesedihan, serta menambah semangat dan kekuatan kepada manusia, sehingga dengan itu dia dapat menang melawan hawa nafsunya. Terkadang seseorang tidak bisa bangun malam meskipun telah menyiapkan semua hal-hal yang diperlukan untuk itu, seperti meletakkan jam weker di dekat telinganya, tidur lebih awal, atau hal-hal lain yang serupa itu yang dapat membantunya untuk bangun malam.
Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan bangun malam, pada dasarnya kembali kepada kenyataan bahwa taufik tidak dapat diperoleh kecuali oleh orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah secara ikhlas. Sebagian kalangan mengumpamakan seperti belerang merah yang langka. Di samping itu, perbuatan dosa dan maksiat serta memakan harta yang haram, mempunyai pengaruh yang besar dalam menghalangi seseorang untuk bisa bangun malam. Imam Ja’far ash-Shadiq berkata, “Jangan engkau tinggalkan bangun malam. Karena, sesungguhnya orang yang tertipu adalah orang yang tidak bangun malam.
Secara umum, amal-amal perbuatan mempunyai pengaruh langsung pada kemampuan seseorang untuk bisa bangun malam. Apa yang kita lakukan di siang hari akan terefleksikan. Baik itu positif atau pun negatif, baik itu menghalangi ataupun membantu kita untuk mengerjakan shalat malam, yang mana menurut sebagian ulama adalah penyempurna bagi shalat wajib.
Almarhum Ustaz Abbas Taherani berkata, “Ketika di Najaf Asyraf saya mempunyai orang yang senantiasa membantu membangunkan saya untuk mengerjakan shalat malam, akan tetapi saya tidak tahu siapa dia. Di dalam riwayat-riwayat disebutkan bahwa para malaikat membangunkan orang-orang mukmin untuk mengerjakan shalat malam. Terkadang saya mendengar suara panggilan “Ya Abbas, bangunlah’, sementara pada kala lain saya mendengar seruan Bangun, wahai laki-laki.”
Hal yang seperti ini juga terjadi pada salah seorang murid Almarhum Taherani. Murid Almarhum Taherani ini berkata, “Saya pernah merasa ada seseorang yang menyepak kaki saya untuk bangun mengerjakan shalat malam.”
Imam  Muhammad al-Baqir berkata, “Seorang laki-laki datang ke hadapan Imam Ali, lalu berkata, Sesungguhnya saya tidak mampu mengerjakan shalat malam. Imam Ali berkata, ‘dosa-dosamu telah membelenggu.”
Imam Ja’far ash-Shadiq berkata, “Sesungguhnya seorang laki-laki yang mengerjakan suatu dosa tidak mampu mengerjakan shalat malam. Sesungguhnya perbuatan yang buruk lebih cepat mengenai pelakunya dibandingkan pisau mengenai daging.”
Imam Ja’far ash-Shadiq juga berkata, “Sesungguhnya bila seorang laki-laki mengucapkan satu perkataan dusta, dia tidak mampu mengerjakan shalat malam.”
Shalat malam memberikan gelar kepada seseorang di alam malakut tertinggi. Jika dia senantiasa menjaga untuk melakukannya. Adapun gelar yang diberikan itu adalah gelar “al-mutahajjid” (orang yang senantiasa mendirikan shalat tahajud).
Seorang laki-laki maupun perempuan yang mendapat gelar ini di alam malakut, atas perintah Allah SWT para malaikat akan menolongnya di dalam banyak masalah sulit yang dihadapinya. Allah SWT telah mengisyaratkan hal itu di dalam ayat Al-Quran yang mulia, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah”. Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada  mereka. “ (QS. Fushshilat : 30).
Rasulullah SAW bersabda, “(Allah SWT berkata), ‘Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku ada orang yang bersungguh-sungguh di dalam beribadah kepada-Ku. Dia bangun dari tidurnya dan bangkit dari kelezatan bantalnya. Lalu bermalam-malam dia mengerjakan shalat tahajud, memayahkan dirinya dia dalam beribadah kepada-Ku. Lalu Aku pun mendatangkan rasa kantuk kepadanya semalam atau dua malam, sebagai perhatian dari-Ku kepadanya dan untuk menjaganya supaya tetap dalam keadaannya. Sehingga dia pun tertidur hingga waktu subuh. Ketika bangun, dia mengecam dan menyalahkan dirinya. Karena sekiranya Aku membiarkannya sebagaimana yang dia inginkan, niscaya rasa ‘ujub (berbangga diri) akan masuk ke dalam dirinya, dan rasa ujub itu akan menjadikannya terperosok ke dalam fitnah dengan amalnya. Dari yang demikian itu akan datang kehancurannya, disebabkan rasa ‘ujub-nya (bangganya) terhadap diri dan amal perbuatannya, maka dia pun menjadi semakin jauh dari-Ku, sementara dia menyangka bahwa dia dekat kepada-Ku.”
Pada hadis  yang lain Rasulullah SAW juga telah bersabda, “Tidaklah seorang hamba berkata kepada dirinya bahwa dia akan bangun malam, namun kemudian dia tertidur, kecuali tidurnya itu dihitung sebagai sedekah yang Allah berikan kepadanya, dan Allah tetap menuliskan baginya pahala apa yang diniatinya itu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...