Oleh : Almin Jawad
Telah datang kepada kalian Sang Utusan.
Paling mulia diantara kalian.
Pedih hatinya merasakan yang kalian
derita. Betapa iginnya ia melihat kalian bahagia.
Kepada kaum beriman, ialah yang paling
santun dan penuh belas kasih.
(QS. At-Tubah [9]:128)
Sungguh engkau, Muhammad, benar-benar
berakhlak luhur dan agung.
(QS. An-Nisa [4]:77)
Alkisah, setelah Rasulullah meninggal
dunia, sekelompok orang ingin mengetahui akhlaknya. Mereka menanyakannya kepada
Umar bin Khatab yang waktu itu tengah memerintah. Karena bingung harus menjawab
apa, Umar kemudian menyuruh mereka menemui Bilal. Ketika mereka mendatangi
Bilal, ia lalu membawa orang-orang itu kepada Imam Ali. Di hadapan Imam Ali
mereka berkata, “Tolong ceritakan kepada kami tentang akhlak Rasulullah!” Imam
Ali berkata, “Sebelum aku menggambarkan akhlak Nabi Muhammad, coba kalian
gambarkan kepadaku kesenangan dan keindahan dunia ini”. Mereka pun tergagap,
tidak bisa menceritakan kesenangan berikut keindahan dunia ini. “Aneh sekali
kalian ini!”, kata Imam Ali. “Kalian tak mampu menggambarkan kesenangan dan
keindahan dunia ini, padahal al-Quran menggambarkan dunia ini dengan berkata, …
kesenangan dunia ini hanya kecil saja dan akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Nisa [4]:77). Mungkinkah kalian memintaku
untuk menggambarkan akhlak Nabi, padahal al-Quran sendiri mengatakan, “sesungguhnya,
engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak luhur dan agung” (QS. Al-Qalam
[68]:4). Melukiskan dunia yang kecil saja kalian tidak sanggup, apalagi
melukiskan akhlak Nabi yang agung”.
Meski demikian, Imam Ali menyampaikan juga
kepada mereka tentang sekelumit akhlak Nabi yang agung nan mulia. Oleh karena itu,
saya juga tidak sanggup menyampaikan keagungan Nabi dalam seluruh dimensinya.
Rasulullah terlalu agung untuk dibicarakan dalam sebuah tulisan atau buku
sekalipun. Namun, seperti Imam Ali, saya juga hanya ingin mengutarakan akhlak
ruhaniah Nabi yang disebut al-Quran sebagai raûfur rahîm: yang paling
santun dan paling belas kasih: yang pertama menggambarkan perilaku Nabi yang
amat lemah-lembut terhadap sesama dan yang kedua menggambarkan sifat Nabi yang
sangat empatik terhadap orang-orang yang tertindas dan menderita – yang mustdh’afîn
dan yang fuqara wa al-masâkin.
Paling Santun
Salah satu akhlak yang wajib ada pada diri
seorang nabi dan rasul adalah sifat ra’uf. Artinya, jika sifat ini tidak
terdapat pada diri seseorang maka ia tidak layak untuk menjadi nabi atau rasul.
Ra’uf berarti penyayang, atau lemah-lembut. Menurut sebagian ahli tafsir, nama
itu menunjukkan sifat Nabi yang lemah-lembut tidak hanya kepada orang yang
mengikutinya, tetapi juga kepada orang yang menentangnya. Dan karena itu, kata ra’uf
dalam surah at-Taubah [9]:128 sering dihubungkan dengan surah al-Imran [3]:159,
فَبِما رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ
وَ لَوْ كُنْتَ فَظًّا غَليظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ
عَنْهُمْ وَ اسْتَغْفِرْ لَهُمْ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka.
Para ahli tasawuf memahami ayat ini dengan
pengertian, bahwa karena kedekatan seseorang dengan Allah Swt, maka yang dia
lakukan adalah menyerap sifat-sifatNya. Makin dekat seseorang dengan Allah,
makin banyak sifat yang harus dia serap. Ketika Allah Swt berfirman, “Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka”,
itu berarti Rasulullah telah menyerap rahmat Allah sehingga dia menjadi
lemah-lembut.
Seorang muslim haruslah menyerap
sifat-sifat Allah itu. Sifat Allah yang sangat pengasih, termasuk kepada
hamba-hambanya yang berbuat maksiat. Ada kisah menarik tentang kasih sayang
Allah itu. Pada malam qadar, para malaikat ingin tahu perkembangan umat
manusia. Untuk itu, mereka pertama-tama melihat daftar kebaikan amal saleh
manusia. Kemudian, ketika mereka sampai pada daftar kejahatan, tiba-tiba tirai
ditutupkan sehingga para malaikat tidak bisa melihatnya. Malaikat kemudian
berkata, “Mahasuci Allah yang menammpakkan yang indah-indah dan menutupi
yang jelek-jelek”. Jadi, salah satu bentuk kasih sayang Allah yaitu
menyembunyikan kejelekan hambanya walaupun hamba itu berbuat jelek. Dia menutup
kejelekan itu sekalipun (di mata) malaikat muqarrabîn.
Sebagian dari rahmat itu Allah jatuhkan ke
bumi ini. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, ada seratus rahmat Allah; satu
diantaranya dijatuhkan ke bumi. Satu yang dijatuhkan itu dibagikan kepada
makhlukNya. Dengan rahmat yang satu itu, binatang buas bisa menyayangi anaknya.
Sebagian rahmat lagi dimasukkan ke dalam kalbu Rasulullah sehingga Rasulullah berlaku
lemah lembut terhadap sahabat-sahabatnya, walaupun mereka sudah berbuat maksiat
dan meninggalkan nabi di medan pertempuran seorang diri.
Menurut ahli tafsir, asbâbun nuzûl ayat di
atas berkenaan dengan Perang Uhud. Seperti yang sudah diketahui, pada Perang
Uhud, kaum Muslim menderita kekalahan besar. Hamzah, paman Nabi, gugur pada
peperangan itu. Sebagian sahabat melarikan diri dari medan pertempuran.
Padahal, melarikan diri dari pertempuran adalah sebuah dosa besar. Karena itu,
menurut riwayat lain, kaum Muslim terpojok hingga Rasulullah dikawal oleh
delapan orang sahabat yang tersisa. Menurut riwayat yang lain lagi, beliau
dikawal oleh empat belas orang sahabat.
Sebagian sahabat yang dikisahkan lari itu
disebabkan karena keinginan mereka untuk menemui istri mereka, tetapi
istri-istri sahabat itu melempari wajah suminya dengan tanah. Sebagian lagi ada
yang lari ke sekitar Bukit Uhud. Bahkan, ada juga yang lari ke tempat yang
sangat jauh dari baru kembali setelah berhari-hari. Saya memperoleh keterangan ini
setelah membaca Tafsir al-Fakhr al-Razi dan al-Durr al-Mantsûr. Saya sebetulnya
khawatir kelak Anda akan menuduh saya sebagai orang yang menjelek-jelekkan
sahabat. Padahal, saya hanya mengutip dan menceritakan kembali apa yang
dikisahkan dalam dua tafsir yang saya sebutkan tadi.
Saya hanya ingin, menggambarkan betapa
menderitanya Rasulullah pada perang itu. Orang-orang yang dikasihinya meninggal
dunia dalam keadaan yang mengenaskan. Kaum Muslim menderita kekalahan.
Sementara, Rasulullah sendiri terluka, terperosok ke dalam lubang, dan penutup
kepalanya mengenai wajahnya. Ajibnya, pada saat seperti itu, justru banyak
sahabatnya yang melarikan diri.
Setelah Rasulullah kembali ke Madinah,
para sahabat yang lari itu juga kembali dan menemui Rasulullah. Saat melihat
mereka kembali, Nabi tidak berkata kasar dan tidak menunjukkan wajah yang
marah. Beliau tetap memperlakukan mereka dengan penuh keramahan. Itulah yang
dimaksud dengan ayat, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah-lembut terhadap mereka”. Dengan kata lain, ketika itu Nabi
melihat para sahabat datang kepadanya tetapi Nabi tidak berkata kasar kepada
mereka, melainkan berkata dengan lemah lembut. Menurut Jalaluddin as-Syuti,
perilaku Nabi yang lemah-lembut dan berwajah yang ceria – wajah yang bahagia
itu menjadi ciri seorang Muslim sejati: yaitu memiliki lisânun latîf dan
wajhun mumbasith. Seorang Muslim di hadapan Muslim yang lain harus pula
menunjukkan wajah yang bahagia dan berkata lemah-lembut seperti yang
dicontohkan Nabi.
Sayangnya, kebanyakan orang Muslim
sekarang, malah menunjukkan wajah yang sangar-beringas dan berkata dengan lidah
iblis kepada sesama Muslim yang lain. Bahkan, ada diantara mereka yang yang
tidak segan-segan membunuh Muslim lain hanya karena perbedaan pendapat. Dengan
wajah yang ceria, mereka merasa telah memperoleh kehormatan telah memurnikan
Islam. Padahal, sebetulnya mereka memurnikan pendapat pribadinya tentang Islam.
Paling Kasih
Setelah kata Ra’ûf diikuti oleh
kata Rahîm sehingga menjadi Ra’ûfur Rahîm. Kedua nama itu adalah
nama Allah. Nama itu pun dinisbahkan Allah kepada Rasulullah. Karena itu,
akhlak yang lemah-lembut itu dijelaskan dengan ayat selanjutnya dalam al-Imran
[3]:159, yaitu dengan fadzdzan, artinya “akhlak yang jelek”, misalnya
berkata kasar, sering menyakiti orang lain, dan menganggu orang lain. Juga
tidak ghalîzal qalbi, artinya hati yang keras, yang tidak mudah
tersentuh dengan penderitaan orang lain.
Fakhr al-Razi dalam membedakan fadzdzan
dan ghalîzal qalbi, memberikan contoh berikut ini. Mungkin ada orang
yang akhlaknya tidak jelek. Ia tidak pernah menganggu orang lain, lidahnya
tidak pernah menyakiti orang lain, tetapi dalam hatinya tidak ada rasa kasihan
kepada orang lain. Orang seperti ini perilakunya memang tidak kasar, tetapi di
dalam hatinya tidak ada kasih sayang. Kedua sifat itu tidak boleh ada padar
diri seorang Nabi. Dia tidak boleh berprilaku yang menganggu orang lain dan
tidak boleh mempunyai hati yang keras. Karena itu, “Sekiranya kamu ini
bertingkah laku kasar dan hatimu keras, maka orang-orang itu akan lari dari
kamu”.
Lalu, bagaiman jika tingkah laku mereka
itu menjengkelkan? Allah Swt berfirman kepada RasulNya, “… maafkan mereka
dan mohonkan ampun buat mereka …”. Bagi sebagian ahli tafsir, kata “maafkan
mereka” masih berlaku jika kesalahan mereka itu berkenaan dengan hak kita:
misalnya, mengecewakan kita, menyakiti kita, mengkhianati kita. Namun, jika
kesalahannya adalah menentang Allah, maka mohonkan ampun buat mereka.
Diriwayatkan bahwa ketika berdakwah di
Thaif, Rasul dilempari batu sehingga tubuhnya berdarah. Kemudian Rasul
berlindung di kebun Utbah bin Rabi’ah dan memanjatkan doa yang sangat
mengharukan. Rasul memanggil Allah dengan ucapan, “Wahai yang melindungi
orang-orang yang tertindas, kepada siapa Engkau akan serahkan aku, kepada
saudara jauh yang mengusir aku?”. Belum selesai Nabi berdoa, datanglah
Malaikat Jibril seraya berkata, “Ya Muhammad, Tuhanmu menyampaikan salam
kepadamu. Dan ini malaikat yang mengurus gunung-gunung, diperintahkan Allah
untuk mematuhi seluruh perintahmu. Dia tidak akan melakukan apa pun kecuali
atas perintahmu”. Lalu malaikat dan gunung berkata kepada Nabi, “Allah
memerintahkan aku untuk berkhidmat kepadamu. Jika engkau mau, biarkanlah aku
jatuhkan gunung itu kepada mereka. Jika engkau mau, aku guncangkan bumi di
bawah kaki mereka”. Namun, Nabi berucap, “Hai malaikat gunung, aku datang
kepada mereka karena aku berharap mudah-mudahan akan keluar dari keturunan
mereka orang-orang yang mengucapkan kalimat “Lâ ilâha illallâh”. Nabi
menolak menurunkan azab kepada mereka. Nbai berharap, kalaupun mereka tidak
beriman, keturunan mereka nanti akan beriman. Kemudian para malaikat dan gunung
berkata, “Engkau seperti disebut oleh Tuhanmu: sangat penyantun dan penyayang”.
Menurut Aisyah, kecintaan Nabi terhadap
orang-orang yang menderita begitu besar sehingga Nabi makan pun tidak sampai
kenyang selama tiga hari berturut-turut. Ketika Aisyah menanyakan sebabnya,
Nabi menjawab, “Selama masih ada ahli shuffah, orang-orang miskin yang
kelaparan di sekitar masjid, saya tidak akan makan kenyang”. Dan itu tidak
cukup hanya pada saat itu. Nabi juga memikirkan umatnya dikemudian hari. Beliau
khawatir ada umatnya yang makan kenyang sementara tetangga di sekitarnya
kelaparan. Karena itu, Nabi berpesan, “Tidak beriman kamu jika kamu tidur dalam
keadaan kenyang sementara tetanggamu kelaparan”. Nabi juga pernah berkata,
“Orang yang membantu melepaskan penderitaan orang lain, akan senantiasa
mendapat bantuan Allah Swt.” Jalaluddin as-Syuti menyebut akhlak Nabi ini
dengan qalbun rahîman, hati yang dipenuhi kasih.
Itulah diantara akhlaq Rasulullah kepada
umatnya, yang sangat luar biasa. Marilah kita kenang dan kita tebarkan sifat
ruhaniah Rasulullah yang agung itu melalui momen Mualid Nabi ini. Kita harus
selalu ingatkan pada diri kita misi Rasulullah yang paling utama, yaitu misi
akhlak mulia. Tida ada artinya menisbakan diri kita kepada Rasulullah tanpa
memelihara akhlak mulia. Hendaklah kita selalu malu untuk mengucapkankan
shalawat kepada junjungan kita sementara di punggung kita penuh denga dosa dan
maksiat. Kita telah mengotori akhlak Rasulullah dengan akhlak buruk kita.
Seperti untaian puisi Iqbal. Ketika sakit keras, Iqbal pernah berdoa:
Ya Allah
Kalau Engkau adili aku di hari kiamat nanti
Jangan dampingan aku disamping Nabi al-Mustafa
Karena aku malu mengaku sebagai umatnya
Padahal hidupku bergelimang dalam dosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar