"Transformasi MANUsia SUNDA di NUSANTARA"
By : Kang SundaRa
Bismillahirrahmaanirrahiim,
* Aswrwb - SampuRAsun *
meNURut Sang BhaTaRA bRAhMA
"Apa diantara kita ada yang TaHu mengapa kita semua diberi nama 'MANUsia'? Ada banyak referensi yang memberikan definisi dan makna tentang makhluk yang bernama 'MANUSIA'.
Ada yang mengatakan bahwa kata "MANUSIA" berasal dari kata "MANUSA" yang tersusun dari akar kata "MANU" dan "SA".
MANU = wise (kebijaksanaan), thought (pikiran), prayer (doa).
SA = possession (kepemilikan/memiliki).
MANU-SA = (makhluk yang) memiliki Kebijaksanaan/Pikiran atau (makhluk yang) senantiasa Berdoa.
Ada pula yang mengatakan bahwa kata "MANUSIA" berasal dari aksara hanacaraka, yakni tersusun dari aksara "MA", "NU" dan "SA".
MA = Makhluk
NU = Cahaya
SA = Tunggal/Manunggal
MA-NU-SA = Makhluk yang memiliki cahaya yang manunggal dalam DIRinya.
ada pula yang mengatakan bahwa kata "MANUSIA" berasal dari kata "MA" dan "NASIYA".
MA = Makhluk
NASIYA = Lupa
MA-NASIYA = Makhluk yang Pelupa.
Di dalam Al-Qur'an sendiri ditemukan ada sebanyak "empat" kata yang maknanya kurang lebih merujuk kepada "MANUSIA" yakni: "BASYAR", "NAAS", "INSI" dan "INSAN" dimana masing-masing kata tersebut memiliki arti dan makna tersendiri tentang siapa sebenarnya makhluk yang bernama "MANUSIA".
Lantas bagaimana dengan kearifan lokal NUHSANTARA memaknai kata "MANUSIA"?
Berikut penjelasan dari Sang BHATARA; Dalam penjelasannya, beliau menjelaskan bahwa kata "MANUSIA" hanyalah merupakan akar kata dari sebuah induk kata "MANA/MANU" yang tersusun dari kata "MA" dan "ANA".
MA berarti "Makhluk".
ANA berarti "AKU" (Tuhan)
MA-ANA (dibaca: MANA/MANU) = Makhluk yang diciptakan "AKU" (Tuhan) untuk mengenal "AKU" (Tuhan).
Kata "ANA" yang berarti "AKU" yang merujuk kepada "TUHAN" ditemukan dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
"Sesungguhnya ANA (AKU) adalah ANA (AKU), ALLAH, tidak ada Tuhan selain ANA (AKU), maka mengabdilah kepada-Ku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku." (QS. Thaha 20:14)
Kata "ANA/ANI" yang berarti "AKU" yang merujuk kepada "TUHAN" juga ditemukan dalam Al-Kitab sebagai berikut:
"ANI YHVH HASHEMI"
"AKU YAHWEH. Itulah Nama-Ku."
(Yesaya 42:8)
Dan dalam hadits Nabi Muhammad SAW juga disebutkan,
"AKU laksana perbendaharaan yang tersembunyi. AKU ingin agar dikenal maka AKU ciptakan makhluk. Lalu AKU memperkenalkan diri kepada mereka sehingga mereka mengenal AKU." (HR. Bukhari, At-Tirmidzi)
Kata "MA-ANA" (dibaca: MANA/MANU) ini memiliki nilai numerik sebagai berikut:
MA = memiliki nilai numerik 40;
A = memiliki nilai numerik 1;
NA = memiliki nilai numerik 50;
MA-ANA (dibaca: MANA/MANU) = 40+1+50 = 91.
Nah dalam kearifan lokal NUHSANTARA, kata "MA-ANA" (dibaca: MANA/MANU) ini diterjemahkan dengan kata "JALMA" (dibaca: JELMAH/JELMA) yang tersusun dari aksara: JA, YA, LA, MA, HA.
JA = memiliki nilai numerik 3;
YA = memiliki nilai numerik 10;
LA = memiliki nilai numerik 30;
MA = memiliki nilai numerik 40;
HA = memiliki nilai numerik 8;
JA-YA-LA-MA-HA (dibaca: JELMAH/JELMA) = 3+10+30+40+8 = 91.
Jadi kata "JALMA" (dibaca: JELMAH/JELMA) itu maknanya analog dengan makna kata "MA-ANA" (dibaca: MANA/MANU) yaitu makhluk yang diciptakan oleh "AKU" (TUHAN) untuk mengenal "AKU" (TUHAN).
Nah selanjutnya makhluk yang dikenal sebagai "JALMA" (dibaca: JELMAH/JELMA) ini dalam implementasi kehidupan nyatanya harus melalui enam fase atau enam tahapan transformasi secara bertingkat dari tahap yang paling rendah hingga kepada tahap yang paling tinggi dalam rangka proses dirinya untuk mengenal "AKU" (TUHAN).
Keenam fase atau keenam tahapan transformasi yang harus dilalui oleh "JALMA" (dibaca: JELMAH/ JELMA) adalah sebagai berikut:
1. JALMA THUMUWUH;
2. JALMA SATHO;
3. JALMA WONG;
4. JALMA SIWONG;
5. JALMA WUSTHO SIWONG;
6. JALMA WASTU SIWONG;
Nah, sekarang mari kita bahas keenam fase/tingkatan transformasi ini satu-persatu.
FASE KESATU: JALMA THUMUWUH
Dalam aspek kajian numerik-linguistik, kata "THUMUWUH" tersusun dari aksara: THA, MA, WA, HA' dan YA.
THA = memiliki nilai numerik "9";
MA = memiliki nilai numerik "40";
WA = memiliki nilai numerik "6";
HA' = memiliki nilai numerik "5";
YA = memiliki nilai numerik "10";
THA-MA-WA-HA'-YA (dibaca: THUMUWUH) = 9+40+6+5+10 = 70.
Kata "THUMUWUH" inilah yang diterjemahkan dengan kata "SAYA" yang sama-sama memiliki nilai numerik "70".
SAYA = SA-YA
SA = memiliki nilai numerik "60";
YA = memiliki nilai numerik "10";
SA-YA (dibaca: SAYA) = 60+10 = 70.
Nah kata "SAYA" ini bermakna "personal" yang merujuk kepada diri sendiri.
Jika kata "AKU" itu merujuk kepada "TUHAN", maka kata "SAYA" lebih merujuk kepada "HAMBA".
Sehingga fase atau tahap pertama dari Proses Transformasi Manusia yakni "JALMA THUMUWUH" dimaknai sebagai:
"MA-ANA-SAYA" (dibaca: MANUSIA).
MA = Makhluk.
ANA = AKU (TUHAN).
SAYA = AKU (HAMBA).
MA-ANA-SAYA (dibaca: MANUSIA) = Makhluk yang diciptakan oleh AKU (yakni 'ANA' sebagai TUHAN) untuk mengenal AKU (yakni 'SAYA' sebagai HAMBA).
Inilah makna yang sebenarnya dari kata "MANUSIA" yang sampai saat ini pun masih seringkali salah penerjemahan, karena masih kerap diterjemahkan sebagai "MA-NASIYA" bukan sebagai "MA-ANA-SAYA".
Karena kata "MA-NASIYA" maknanya adalah:
MA = Makhluk.
NASIYA = Lupa.
MA-NASIYA (dibaca: MANUSIA) berarti "Makhluk yang Lupa" yakni lupa akan asal penciptaan dirinya.
Dalam Al-Quran disebutkan,
"Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia (INSAN) LUPA KEPADA (ASAL) PENCIPTAAN DIRINYA; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?"
(QS. Yasin 36:78) [Ya_asin].
Sehingga kata "MANUSIA" yang seharusnya tersusun dari akar kata "MA-ANA-SAYA" yang memiliki makna "makhluk yang diciptakan oleh AKU (yakni 'ANA' sebagai TUHAN) untuk mengenal AKU (yakni 'SAYA' sebagai HAMBA)" menjadi mengalami pergeseran makna ketika kata "MANUSIA" dianggap sebagai kata yang tersusun dari akar kata "MA-NASIYA" yang memiliki makna "makhluk yang lupa akan asal penciptaan dirinya".
Kesimpulan fase/tahap pertama:
Pada fase atau tahap transformasi yang pertama ini, MANUSIA dikenal sebagai "JALMA THUMUWUH" yang memiliki nilai numerik 161 (JALMA = 91; THUMUWUH = 70, dan 91+70 = 161) yang memiliki makna ganda yakni makna pertama sebagai "MA-NASIYA" (dibaca: MANUSIA) yang bermakna sebagai "makhluk yang lupa akan penciptaan dirinya" dan makna kedua sebagai "MA-ANA-SAYA" (juga dibaca: MANUSIA) yang bermakna sebagai "makhluk yang diciptakan oleh 'AKU' (yakni 'ANA' sebagai TUHAN) untuk mengenal 'AKU' (yakni 'SAYA' sebagai HAMBA".
Resume fase/tahap pertama:
Gelar: JALMA THUMUWUH atau MA-NASIYA.
Dibaca: MANUSIA.
Makna: Makhluk yang lupa akan asal muasal penciptaan dirinya.
Nilai Numerik:
91+70 = 161.
FASE KEDUA: JALMA SATHO
Dalam aspek kajian numerik-linguistik, kata "SATHO" tersusun dari aksara: SA dan THA.
SA = memiliki nilai numerik "60"
THA = memiliki nilai numerik "9"
SA-THA (dibaca: SATHO/SATO) = 60+9 = 69.
Nah kata "SA-THA" (dibaca: SATHO/SATO) ini memiliki nilai numerik yang sama dengan kata "THIIN" yang tersusun dari aksara THA, YA dan NA yang berarti "TANAH".
THA = memiliki nilai numerik "9"
YA = memiliki nilai numerik "10"
NA = memiliki nilai numerik "50"
THA-YA-NA (dibaca: THIIN) = 9+10+50 = 69.
Jika pada fase kesatu transformasi, manusia masih menyandang gelar sebagai "JALMA THUMUWUH" yang diterjemahkan sebagai "MA-NASIYA" (dibaca: MANUSIA) yang memiliki makna sebagai makhluk yang lupa akan asal penciptaan dirinya, maka pada fase kedua transformasi ini manusia sudah mulai menyandang gelar sebagai "JALMA SATHO", yakni manusia yang sudah mulai mengenali asal penciptaan dirinya yang diciptakan Tuhan dari unsur Tanah dan Air, bahkan ia juga sudah memahami bahwa ia bukanlah makhluk yang diciptakan Tuhan dengan bahan penciptaan yang asal jadi, melainkan dengan bahan penciptaan yang merupakan saripati berbagai unsur-unsur alam semesta, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan INSAN dari SARIPATI THIIN (Tanah)." (QS. Al-Mu'minun 23:12)
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan INSAN dari THIIN (Tanah). Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari SARIPATI AIR yang hina."
(QS. As-Sajadah 32:7-8)
Nah berbicara mengenai INTI SARIPATI bahan penciptaan unsur-unsur alam semesta, dalam AJAR PIKUKUH NUHSANTARA dijelaskan sebagai berikut,
Manusia merupakan penjelmaan dari EMPAT INTI SARIPATI Unsur-Unsur Pembentuk alam semesta yaitu:
1. ANGIN/BAYU (Inti Saripati Unsur ANGIN disebut sebagai Anasir "MA" dan dalam agama Hindu disebut sebagai Anasir "MANG").
2. API/GENI (Inti Saripati Unsur API disebut sebagai Anasir "RA" dan dalam agama Hindu disebut sebagai Anasir "ANG").
3. TANAH/LEMAH (Inti Saripati Unsur TANAH disebut sebagai Anasir "DA" dan dalam agama Hindu disebut sebagai Anasir "AH").
4. AIR/APAH (Inti Saripati Unsur AIR disebut sebagai Anasir "HU" dan dalam agama Hindu disebut sebagai Anasir "UNG").
Jika inti saripati unsur AIR/APAH (HU), TANAH/LEMAH (DA) dan API/GENI (RA) bersatu, maka akan menjadi HU-DA-RA (dibaca: UDARA/HAWA). Sedangkan jika inti saripati unsur AIR/APAH (HU), TANAH/LEMAH (DA) dan ANGIN/BAYU (MA) bersatu, maka akan menjadi HU-DA-MA (dibaca: HADAMA/ADAMA/LUMPUR).
Makanya dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa manusia yang disebut dalam kedua ayat tersebut sebagai "INSAN" dikatakan diciptakan Tuhan dari Inti Saripati TANAH (disebut dalam QS. Al-Mu'min 23:12) dan juga Inti Saripati AIR (disebut dalam QS. As-Sajadah 32:7-8).
Pertanyaannya adalah mengapa Manusia (INSAN) disebutkan hanya tercipta dari kedua inti saripati tersebut (yakni TANAH dan AIR)?
Ya karena memang Manusia yang bernama INSAN baik laki-laki (HUDAMA/HADAMA/ADAM) ataupun perempuan (HUDARA/HAWA) memang tercipta dari kedua inti saripati tersebut (TANAH atau DA dan AIR atau HU). Yang membedakan bahan penciptaan keduanya adalah bahwa dalam penciptaan laki-laki (HUDAMA/ADAM), Tuhan menambahkan inti saripati ANGIN atau MA. Sedangkan dalam penciptaan perempuan (HUDARA/HAWA), Tuhan menambahkan inti saripati API atau RA.
Inilah alasannya mengapa dalam fitrah penciptaannya, laki-laki (HUDAMA/ADAM) tercipta untuk menjadi pemimpin bagi perempuan (HUDARA/HAWA), karena hanya inti saripati unsur ANGIN atau MA yang ada dalam diri laki-laki (HUDAMA/ADAM) lah yang bisa mengendalikan inti satipati unsur API atau RA yang ada dalam diri perempuan (HUDARA/HAWA). Dalam implementasi dunia nyata, ANGIN bisa membuat API menjadi kecil atau padam dan sekaligus juga bisa membuat API menjadi besar. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa ANGIN yang mengendalikan API, bukan API yang mengendalikan ANGIN.
Kesimpulan fase/tahap kedua:
Pada fase atau tahap transformasi yang kedua ini, MANUSIA dikenal sebagai "JALMA SATHO" yang memiliki nilai numerik 160 (JALMA = 91; SATHO = 69, dan 91+69 = 160) yang memiliki makna sebagai "MA-NUSAH" (dibaca: MANUSAH) yang bermakna sebagai manusia yang sudah mulai mengenali asal penciptaan dirinya yang diciptakan Tuhan dari saripati tanah (DA) dan saripati air (HU/HA).
Resume fase/tahap kedua:
Gelar: JALMA SATHO atau MA-NUSAH.
Dibaca: MANUSAH.
Makna: Makhluk yang sudah mengingat perihal asal muasal penciptaan dirinya.
Nilai Numerik:
91+69 = 160.
FASE KETIGA: JALMA WONG
Dalam aspek kajian numerik-linguistik, kata "WONG" tersusun dari aksara: WA dan NGA.
WA = memiliki nilai numerik "6"
NGA = memiliki nilai numerik "70"
WA-NGA (dibaca: WONG) = 6+70 = 76.
Nah kata "WA-NGA" (dibaca: WONG) ini memiliki nilai nuMERIK yang sama dengan kata "NGABDI/'ABDI" yang tersusun dari aksara NGA/AIN, BA dan DA yang berarti "HAMBA".
NGA/AIN = memiliki nilai numerik "70"
BA = memiliki nilai numerik "2"
DA = memiliki nilai numerik "4"
NGA-BA-DA (dibaca: NGABDI/'ABDI) = 70+2+4 = 76.
Jika pada fase kedua transformasi, manusia menyandang gelar sebagai "JALMA SATHO" yang diterjemahkan sebagai "MA-NUSAH" (dibaca: MANUSAH) yang memiliki makna sebagai makhluk yang sudah mengingat akan asal penciptaan dirinya, maka pada fase ketiga transformasi ini manusia sudah menyandang gelar sebagai "JALMA WONG", yakni manusia yang sudah mulai menyadari tujuan penciptaan dirinya dan perlahan mulai menata dirinya guna mencapai tujuan penciptaan dirinya sebagaimana yang diinginkan oleh Sang AKU (TUHAN).
Pada fase ketiga ini, Manusia "JALMA WONG" telah memahami dengan benar apa tujuan penciptaan dirinya yang tidak lain hanyalah sebagai "WONG" atau "NGABDI / 'ABDI" yakni sebagai "HAMBA" dari "AKU" (yakni "ANA" sebagai "TUHAN") sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
"Dan tidak KUciptakan JIN dan MANUSIA melainkan supaya menjadi 'ABDI-Ku". (QS. Adz-Dzariyat 51:56)
Dan para leluhur NUHSANTARA yang hidup berdampingan dalam keberagaman etnis rupa-rupanya telah mengenal istilah "WONG" yang bermakna sebagai "HAMBA" ini dalam berbagai bahasa etnis.
Berikut turunan induk kata "WONG" dalam berbagai bahasa etnis,
Induk kata:
WA-NGA (dibaca: WONG) = 6+70 = 76.
Bahasa Arab: NGA-BA-DA (dibaca: NGABDI / 'ABDI) = 70+2+4 = 76.
Bahasa Sunda: 'A-BA-DA (dibaca: ABDI) = 70+2+4 = 76.
Bahasa Jawa: KA-WU-LA-KA (dibaca: KAWULA / KAWULO) = 20+6+30+20 = 76.
Bahasa Melayu:
SA-HA-A-YA (dibaca: SAHAYA) = 60+5+1+10 = 76.
Bahasa Minang:
HA-MA-BA-WA-KA (dibaca: HAMBOK / AMBO) = 8+40+2+6+20 = 76.
Kesimpulan fase/tahap ketiga:
Pada fase atau tahap transformasi yang ketiga ini, MANUSIA dikenal sebagai "JALMA WONG" yang memiliki nilai numerik 167 (JALMA = 91; WONG = 76, dan 91+76 = 167) yang memiliki makna sebagai "MANU-WONG" (dibaca: MANU WONG) yakni sebagai manusia yang sudah menyadari tujuan penciptaan dirinya yang diciptakan untuk menjadi 'ABDI/NGABDI dari Sang AKU (TUHAN).
Resume fase/tahap ketiga:
Gelar: JALMA WONG atau MANU-WONG.
Dibaca: MANU WONG.
(Dalam sejarah kita mengenal adanya istilah perkumpulan WONG Jawa, WONG Sunda, WONG Bugis, WONG Aceh, WONG Ambon, WONG Palembang, WONG Batak, dll)
Makna: Makhluk yang sudah menyadari perihal tujuan penciptaan dirinya.
Nilai Numerik:
91+76 = 167.
FASE KEEMPAT: JALMA SIWONG
Dalam aspek kajian numerik-linguistik, kata "SIWONG" tersusun dari aksara: SIWA (SI-WA) dan WONG (WA-NGA).
SI = memiliki nilai numerik "60"
WA = memiliki nilai numerik "6"
SI-WA (dibaca: SiWa) = 60+6 = 66.
WA = memiliki nilai numerik "6"
NGA = memiliki nilai numerik "70"
WA-NGA (dibaca: WONG) = 6+70 = 76.
SIWA-WONG (dibaca: SIWONG) = 66+76 = 142.
Nah kata "SIWA-WONG" (dibaca: SIWONG) ini memiliki nilai numerik 76 dan 66, sama dengan kata "INSAN" (dibaca: INSUN) yang memiliki kode nomor surat ke-76 yakni surat AL-INSAN dan kata "SABDA" (nilai numerik 66) yang jika digabungkan akan terbaca menjadi "INSUN SABDA" yang diakronimkan oleh para leluhur NUHSANTARA dengan kata "SUNDA" sehingga dari sinilah akhirnya kita paham bahwa kata "SUNDA" justru tidak berkaitan sama sekali dengan nama tempat, nama suku ataupun nama ras tertentu, tetapi tepatnya merupakan sebuah akronim dari kata "INSUN SABDA" yang merupakan gelar yang diberikan kepada manusia yang kehendaknya telah menyatu dan manunggal dengan Kehendak Tuhan, sehingga apa yang di-SABDA-kan atau diucapkannya senantiasa terwujud menjadi kenyataan.
Pada fase keempat ini, Manusia "JALMA SIWONG" telah memahami bahwa sebagai "NGABDI / 'ABDI" dirinya harus senantiasa ber-DOA kepada "Sang AKU" (TUHAN) dan dirinya pun mengenal dengan baik siapa itu "Sang AKU" (TUHAN) yang menjadi tempat tujuannya ber-DOA bahkan dirinya pun memahami bagaimana etika ber-DOA yang baik dan benar.
Kepada siapa tujuan dirinya ber-DOA dipahaminya dengan baik dan benar sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an berikut ini:
"Katakanlah: "Ber-DOA-lah (kepada) ALLAH atau ber-DOA-lah (kepada) AR-RAHMAN. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaa'ul husna dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". (QS. Al-Isra 17:110)
Manusia "SIWA-WONG" (dibaca: SIWONG) memahami betul bahwa nama dari "Sang AKU" (TUHAN) yang dikenal sebagai "ALLAH" disebut sebanyak 2698 kali di dalam Al-Qur'an.
Dan angka "2698" ini ternyata merupakan bilangan "Kripto 19" yakni sebuah bilangan yang habis dibagi dengan angka 19, dimana: 2698 = 142 x 19.
Sehingga dengan demikian nama dari "Sang AKU" (TUHAN) yang dikenal dengan nama "ALLAH" ternyata memberikan kode angka "142" dimana kode angka tersebut juga merupakan nilai NUmerik dari kata "SIWA-WONG" (dibaca: SIWONG) yang diterjemahkan sebagai Manusia "INSUN SABDA".
Selain itu, Manusia "SIWA-WONG" (dibaca: SIWONG) juga memahami bagaimana caranya ber-DOA dengan baik dan benar, yakni dengan cara membuka kedua telapak tangan, menyatukannya dan kemudian menengadahkannya ke atas sambil mulutnya melafalkan DOA.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW disebutkan,
"Sesungguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia Malu terhadap 'ABDI-Nya jika 'ABDI-Nya tersebut menengadahkan kedua telapak tangannya kepada-Nya, lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan HAMPA." (HR. Abu Daud No.1488, dan At-Tirmidzi No.3556).
Pertanyaannya adalah mengapa dalam ber-DOA, kita harus menengadahkan kedua telapak tangan kita kepada-Nya?
Karena ketika kita membuka kedua telapak tangan kita, menyatukannya, dan kemudian menengadahkannya maka pada kedua telapak tangan kita akan terbentuk simbol Bulan Sabit yang dalam Al-Qur'an berkode sandi nomor "54" dan simbol angka "88" yang ditulis dengan aksara Arab, dimana: 54+88 = 142
Kesimpulan fase/tahap keempat:
Pada fase atau tahap transformasi yang ketiga ini, MANUSIA dikenal sebagai "JALMA SIWONG" yang memiliki nilai numerik 167 (JALMA = 91; SIWA = 66, dan WANGA = 91+66+76 = 233 ) yang memiliki makna sebagai "MANU-SIWA-WONG" (dibaca: MANU SIWA WONG) yang bermakna sebagai manusia yang kehendak "Sang AKU" dalam dirinya sudah menyatu atau manunggal dengan Kehendak "Sang AKU" (TUHAN) sehingga ia pun dijuluki sebagai "MANU INSUN SABDA" yakni manusia yang memiliki Kehendak "Sang AKU" (TUHAN) di dalam dirinya.
Resume fase/tahap keempat:
Gelar: JALMA SIWONG atau MANU-INSUN-SABDA.
Dibaca: MANU INSUN SABDA.
Makna: Makhluk yang kehendak dirinya sudah manunggal dengan Kehendak Sang AKU (TUHAN).
Nilai Numerik:
91+142 = 233.
FASE KELIMA: JALMA WUSTHO SIWONG
Dalam aspek kajian numerik-linguistik, kata "WUSTHO SIWONG" tersusun dari aksara: WUSTHO (WA-SA-THA-A), SIWA (SI-WA) dan WONG (WA-NGA).
WA = memiliki nilai numerik "6"
SA = memiliki nilai numerik "60"
THA = memiliki nilai numerik "9"
A = memiliki nilai numerik "1"
WA-SA-THA-A (dibaca: WUSTHO) = 6+60+9+1 = 76.
SI = memiliki nilai numerik "60"
WA = memiliki nilai numerik "6"
SI-WA (dibaca: SIWA) = 60+6 = 66.
WA = memiliki nilai numerik "6"
NGA = memiliki nilai numerik "70"
WA-NGA (dibaca: WONG) = 6+70 = 76.
WUSTHO-SIWA-WONG (dibaca: WUSTHO SIWONG) = 76+66+76 = 218.
Nah kata "WUSTHO-SIWA-WONG" (dibaca: WUSTO SIWONG) ini memiliki nilai numerik 218 sama dengan kata "RA-HAYU" (dibaca: RAHAYU) yang bermakna:
RA = Sumber Cahaya (Tuhan);
HAYU = Daya Hidup;
RA-HAYU (dibaca: RAHAYU) bermakna Tuhan Sang Pemberi Daya Hidup.
Nah, manusia yang sudah mencapai fase/tahap transformasi kelima ini, dengan gelar "JALMA WUSTHO SIWONG" ia sudah menyadari dengan kesadaran yang tinggi tentang adanya Daya Hidup dalam setiap makhluk yang diciptakan oleh "Sang AKU" (TUHAN) sehingga dengan kesadarannya itu ia senantiasa mengucapkan kata "SALAM" sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan Sang Pemberi Daya Hidup yang bermanifestasi dalam bentuk makhluk ciptaan apapun di alam semesta ini.
Ucapan "SALAM" yang senantiasa dilakukan oleh Manusia "JALMA WUSTHO SIWONG" ini diabadikan dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
"Dan salam penghormatan mereka adalah 'SALAM'." (QS. Yunus 10:10)
Nah kata "SALAM" yang senantiasa diucapkannya ini jika dikaji dari aspek numerik-linguistik maka ia memiliki nilai numerik sebagai berikut:
SA = memiliki nilai numerik "60"
LA = memiliki nilai numerik "30"
MA = memiliki nilai numerik "40"
SA-LA-MA (dibaca: SALAM) = 60+30+40 = 130.
Sementara mulutnya mengucapkan kata "SALAM", ia pun tidak lupa menyatukan dan menutup kedua telapak tangannya sehingga akan terbentuk kode angka "88" yang tertulis dalam aksara Arab dari kedua telapak tangannya. Sehingga kombinasi antara ucapan "SALAM" dan gerakan dari kedua telapak tangannya ketika mengucapkan kata "SALAM" tersebut memberikan makna sebagai berikut:
Ucapan "SALAM" --> nilai numerik "130" Kode yang terbentuk dari gerakan kedua telapak tangan ketika mengucapkan "SALAM" --> kode numerik "88".
Kombinasi ucapan dan gerakan tangan = 130+88 = 218.
Sehingga Manusia yang sudah mencapai fase/tahapan kelima ini akan senantiasa menyebarkan SALAM sebagai penghormatan kepada Tuhan Sang Pemberi Daya Hidup yang menyatu dalam manunggal dalam setiap makhluk ciptaan Tuhan yang ada di alam semesta ini.
Resume fase/tahap kelima:
Gelar: JALMA WUSTHO SIWONG atau MANU-RA-HAYU.
Dibaca: MANU RAHAYU.
Makna: Makhluk yang senantiasa menyebarkan SALAM sebagai bentuk penghormatan kepada Sang AKU (TUHAN) Sang Pemberi Daya Hidup yang manunggal di dalam setiap makhluk ciptaan yang ada di alam semesta.
Nilai Numerik:
91+76+142 = 309.
FASE KEENAM: JALMA WASTU SIWONG
Dalam aspek kajian numerik-linguistik, kata "WASTU SIWONG" tersusun dari aksara: WASTU (WA-SA-TU), SIWA (SI-WA) dan WONG (WA-NGA).
WA = memiliki nilai numerik "6"
SA = memiliki nilai numerik "60"
TU = memiliki nilai numerik "400
WA-SA-TU (dibaca: WASTU) = 6+60+400 = 466.
SI = memiliki nilai numerik "60"
WA = memiliki nilai numerik "6"
SI-WA (dibaca: SIWA) = 60+6 = 66.
WA = memiliki nilai numerik "6"
NGA = memiliki nilai numerik "70"
WA-NGA (dibaca: WONG) = 6+70 = 76.
WASATU-SIWA-WONG (dibaca: WASTU SIWONG) = 466+66+76 = 608.
Nah kata "WASTU-SIWA-WONG" (dibaca: WASTU SIWONG) ini memiliki nilai numerik "608" sama dengan kata "BA-HA'-TA-RA-A" (dibaca: BHATARA/BATARA) yang bermakna "Manusia Dewa" atau "Manusia Agung yang dihormati".
Nah pada fase atau tahap tertinggi dalam transformasi ini, manusia yang diberi gelar "WASTU SIWONG" merupakan wujud nyata dari manusia yang sudah sangat mengenal JATi DIRi "Sang AKU" (TUHAN) dengan cukup baik. Ia tidak hanya mengenal-Nya sebagai "ALLAH" tapi ia juga mengenal-Nya sebagai "AR-RAHMAN" bahkan ia pun mengenal-Nya dengan 99 nama-nama milik-Nya yang terbaik.
Manusia "WASTU SIWONG" adalah manusia yang doanya pun menjadi senjata yang ampuh bagi dirinya, apa yang diucapkannya dalam DOA senantiasa menjadi terwujud nyata dalam kehidupan nyata, karena dirinya benar-benar sudah mengenal "Sang AKU" (TUHAN) dalam doa-doanya sehingga segala sesuatu yang mustahil sekalipun menjadi mungkin baginya meskipun hanya lewat DOA, dan apa yang dilakukannya sejalan dengan ayat berikut:
"Katakanlah: "Ber-DOA-lah (kepada) ALLAH atau ber-DOA-lah (kepada) AR-RAHMAN. Dengan NAMA yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al ASMAA'UL HUSNA dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". (QS. Al-Isra 17:110)
Manusia "WASTU SIWONG" sangat mengenal "Sang AKU" (TUHAN) dalam banyak nama dan ia merangkum keseluruh nama tersebut dalam tiga nama agung berikut,
BISMI = Nama yang mana saja (dikenal sebagai "ASMAUL HUSNA")
BISMI = BA-SA-MA = 2+60+40 = 102.
ALLAH = Nama Sang AKU (yakni "ANA")
ALLAH = A-LA-LA-HA' = 1+30+30+5 = 66.
RAHMAN = Nama Sang Pencipta/Pengatur
RAHMAN = RA-HA-MA-NU = 200+8+40+50 = 298.
BISMI-ALLAH-RAHMAN = 102+66+298 = 466.
Cukup Dengan membuka kedua telapak tangannya, menyatukannya dan menengadahkannya kepada "Sang AKU" untuk menyatukan kode angka "54" dan "88" yang ada pada kedua telapak tangannya dan kemudian ber-DOA dengan menyebut kata "BISMI-ALLAH-RAHMAN" ia mampu mendatangkan berbagai keajaiban, karomah dan mukjizat yang tidak dapat dilakukan oleh manusia yang berada pada fase/tahapan transformasi di bawahnya sehingga wajarlah jika manusia awam menyebutnya sebagai "DEWA" yang bergelar "BA-HA'-TA-RA" (dibaca: BHATARA/BATARA).
Resume fase/tahap keenam:
Gelar: JALMA WASTU SIWONG atau MANU-BA-HA'-TA-RA.
Dibaca: MANU BHATARA.
Makna: Makhluk yang sudah sangat mengenal Sang AKU (TUHAN) dengan sangat baik dalam berbagai nama sehingga ia dapat melakukan keajaiban dan mukjizat-mukjizat yang tidak biasa dan tidak bisa dilakukan oleh siapapun.
Nilai Numerik:
91+466+142 = 699.
Demikianlah Transformasi Manusia Sunda Dalam Kearifan Lokal Nuhsantara.
Semoga menjadi pancerRUH - panceRIH - penceRAHan yang membangkitkan keSADARan buat generasi muda dan generasi tua pewaris Bhumi Pertiwi kita tercinta.
🙏🏻 Salam - Rahayu 🙏🏻