Rabu, 23 November 2016
Ibn Arabi: Hidup Ini Hanyalah Mimpi (Bagian Ketiga)
Salah satu cara menarik Ibn Arabi dalam memaparkan pemikirannya ialah dengan menarik kita ke dalam perasaan atau pengalamannya. Dia ingin mengatakan kepada kita bahwa meskipun alam wujud ini bertingkat-tingkat, namun bentuknya bukan seperti bangunan bertingkat yang bersifat ‘spasiotemporal’. Yang terjadi ialah satu tingkatan selalu ada bersamaan dengan tingkatan lainnya. Hanya saja, berbagai tingkatan itu layaknya kelap kelip cahaya yang ketika di sini mati, di sana tetap menyala dan demikian pula sebalinya. Lampu yang jadi media cahaya di tiap tingkatan pun selalu tersedia meski tidak selalu terpakai.
Sebagai ilustrasi, Ibn Arabi membawakan pada kita kisah Nabi Idris dan Nabi Ilyas. Menurutnya, kedua nabi ini jatidirinya sama meski punya dua sosok yang berbeda. Nabi Idris mendaki alam malakut dan sesampainya di tempat tertinggi, Allah mengatakan pada nabi yang diutus sebelum Nabi Nuh itu untuk turun lagi dan mengulang secara terbalik. Allah tidak hanya menyuruhnya turun ke alam manusia, tapi memintanya turun hingga ke alam paling bawah dan hidup layaknya benda-benda mineral. Untuk itu, Dia mengutus Nabi Idris dalam sosok Nabi Ilyas.
Nabi Ilyas, menurut Ibn Arabi, merupakan nabi yang mengaktualisasikan semua potensi biologisnya sampai dia turun dari alam binatang menuju ke alam bebatuan dan mineral, lalu mengaktualisasikan seluruh potensi mineralnya hingga turun lagi ke alam yang paling rendah. Kata Ibn Arabi, di alam yang paling rendah ini dia menemukan hakikat yang sama yang dia temukan di alam yang tinggi (malakut). Karena kedua alam itu bertemu kembali, kedua alam itu adalah dua dimensi dari Wajah Al-Haq yang berbeda.
Perjalanan kita, menurut Ibn Arabi, dari alam dzarra, rahim, dan seterusnya adalah perjalanan yang tiada henti. Manusia saja yang mengira bahwa perjalanannya akan berhenti. Padahal Allah tidak menghentikan apapun. Mustahil bagi-Nya menghentikan sesuatu. Toh, Dia Maha Kaya dan tidak takut kehilangan apa-apa. Allah Maha Pemurah lagi Maha Pemberi tidak mungkin menghentikan kemurahan dan pemberian. Dia akan memberi semua sarana bagi tiap makhluk untuk terus menyempurna. Dan inilah yang dimaksud dengan wahdatul wujud: penyatuan wujud dalam berbagai tingkatan, derajat dan dimensi yang berbeda-beda.
Wahdatul wujud berarti wujud yang berderajat atau bertingkat. Tapi dalam setiap tingkatannya, ada kesadaran yang berbeda-beda. Misalnya, ketika kita ada pada kesadaran indrawi dan biologis, maka kesadaran kita pada tingkatan wujud lainnya untuk sementara ‘off’. Begitu pula dengan tingkat wujud yang lain lagi juga ‘off’. Nah, saat kita ‘off” atau mati dari kesadaran indrawi dan biologis, barulah kita ‘on’ di kesadaran tingkatan lain. Begitu kita mati dari kesadaran indrawi ini, maka kita memasuki kesadaran alam selanjutnya. Sesaat setelah tingkatan ini ‘off’, kesadaran pada tingkatan lainnya akan ‘on’.
Namun, menurut Ibn Arabi, ‘off’ bukan berarti tidak ada, atau baru diciptakan. Hal ini karena prinsip Ibn Arabi bukan prinsip penciptaan, tapi prinsip penyadaran dan kebangkitan sebagaimana hadis Nabi yang berbunyi: “Semua manusia tidur. Setelah mati (off) barulah mereka terbangun.”
Pada titik ini, pandangan Ibn Arabi berbedan dengan para teolog. Para teolog berpijak pada ‘creatio ex nihilo’ atau ‘penciptaan dari ketiadaan’. Kata Ibn Arabi, mengapa Allah (harus) mengadakan dan menciptakan sesuatu? Bukankah Allah selalu Ada?! Dan karena Dia selalu Ada, maka tentu tajalli dan penampakan-Nya selalu ada. Dan Allah memberikan tajalli kepada siapa saja, dan kepada seluruh titik alam ini dengan pancaran cahaya-Nya, bayang-bayang eksistensi-Nya, dengan kehendak-Nya, tanpa batas.
Jadi, penciptaan segala sesuatu itu bukan dari suatu ketiadaan, karena ketiadaan itu bukan sesuatu untuk dapat menjadi sumber bagi penciptaan. Atau bahwa Dia menciptakan satu tingkatan lalu setelah sekian lama menciptakan tingkatan lain lagi. Mengapa (harus) menunggu? Kesadaran manusia-lah yang melihat demikian, lantaran -“on-off”-kesadarannya. Manusia mimpi memasuk satu tingkatan dan kesadarannya di tingkatan lain “off” sampai dia “off” (baca: mati) dari tingkatan yang pertama dan “on” di tingkatan berikutnya dan begitu seterusnya.
Menariknya, dengan pemaparannya ini, Ibn Arabi telah ‘menghangatkan’ cara berfikir filsafat yang cenderung kering dan dingin. Bahkan, dia telah ‘mendidihkan’ filsafat hingga bergolak. Sedemikian sehingga orang yang memiliki latar belakang filsafat saat membaca Ibn Arabi akan menemukan suatu pergolakan, pendidihan, dan penghangatan. Ketika filsuf berbicara tentang konsep-konsep universal yang seolah tidak ada wujudnya di alam ini, Ibn Arabi mampu mengamati dan menafsirkan isyarat-isyarat yang detail dan kecil di alam ini. Termasuk mengamati kisah-kisah hagiografis para nabi.
Oleh sebab itu, dalam otobiografinya, Ibn Arabi mengisahkan perjalanan hidupnya sejak kecil dengan detail, termasuk pertemuannya dengan tokoh lain seperti Ibn Rusyd, bagaimana dia menghafal Al-Qur’an, berjalan dari Andalusia dan sebagainya yang semuanya diingat dengan baik. Hal ini berbeda dengan filsuf yang cenderung tidak suka dengan hal-hal yang detail atau partikular. Karena kelebihan ini, para filsuf Islam juga memiliki ketertarikan pada pemikiran Ibn Arabi.
Boleh dikatakan, Ibn Arabi turut mempengaruhi perjalanan filsafat Islam sebagaimana dia mempengaruhi perjalanan tasawuf dalam Islam. Hal ini tidak lepas dari kekayaan dan kehangatan pemikirannya, imajinasinya yang melanglang buana serta ‘eksploitasnya’ yang mendalam dan cantik terhadap Al-Qur’an. Termasuk bagaimana dia menggunakan keunggulan bahasa Al-Qur’an ini dalam membuka cakrawala pemikiran Islam.
Sebagai contoh, dalam tema tanzih dan tasybih, biasanya orang mengatakan ‘subhanallah’ diartikan Allah itu tidak menyerupai (tasybih) makhluk. Kemudian kita nafikan (tanzih) keserupaan antara Allah dan makhluk-Nya. Sementara kata Ibn Arabi, ketika Allah menyatakan ‘laisa kamitslihi syaiun wa hua as-sami’ul bashir’, itu berarti; ‘tiada keserupaan yang menyerupai-Nya,’ pada saat yang sama Dia menyatakan; ‘dan Dia Maha Mendengar dan Melihat’.
Bukankah mendengar dan melihat juga pekerjaan makhluk? Tentu tidak serupa dengan dengan makhluk-Nya tapi (tetap) ada penyerupaan. Oleh sebab itu, ketika berbicara tentang Nabi Nuh dan kaumnya, Ibn Arabi mengatakan bahwa Nabi Nuh dan kaumnya saling bertentangan. Kaumnya menyembah berhala (tasybih) sedang Nabi Nuh ingin menafikan berhala (tanzih). Menurut Ibn Arabi, ini adalah mazhab Furqan atau memisahkan antara tasybih dan tanzih. Yang benar, bagi Ibn Arabi, ialah mazhab Qur’an. Arti Qur’an adalah ‘al-jam’u bayna al-tasybih wa al-tanzih’ (mengumpulkan antara tasybih dan tanzih).
Kembali kepada Nabi Nuh. Kata Ibn Arabi, sekiranya Nabi Nuh menganut mazhab Qur’an maka beliau tidak akan menafikan umatnya. Dan inilah (keunggulan) mazhab Rasulullah Saw. Mazhab Rasulullah Saw tidak menafikan penyembah berhala apalagi menghancurkannya. Beliau menggabungkan semua dalam rahmat dan kasih sayang. Bukankah orang yang menyembah berhala juga bermaksud menyembah Allah Swt? Jadi, beliau bisa menerima sekalipun berhala-berhala itu tidak boleh di tempat-tempat tertentu dimana tanzih harus dilakukan. []
Edy/Islam Indonesia/Ditranskrip dari Bedah Buku Taoisme dan Sufisme karya Toshihiko Izutsu. 2 Maret 2016 di UIN Sunan kalijaga
Ibn Arabi: Hidup Ini Hanyalah Mimpi (Bagian Kedua)
Toshihiko Izutsu memiliki kepakaran dalam bidang “permainan bahasa” ala Ibn Arabi. Bisa dikatakan, Toshihiko memiliki kepekaan semantik dan cita rasa bahasa yang baik. Karenanya, dia mulai mempresentasikan pemikiran Ibn Arabi dengan mengatakan bahwa, bagi Ibn Arabi, apapun yang kita lihat, rasakan, dengarkan, dan semua kita yang saling bertatapan saat ini adalah “mimpi”. Tentu, sebagai seorang literalis, Ibn Arabi berpijak pada hadis ini: “Annasu niyamun idza maatuu intabahuu” yang berarti semua manusia tidur, barulah terbangun setelah mereka mati.
Pintu masuk yang dipilih oleh Toshihiko ini memang ‘canggih’ dan dahsyat. Dari sekian banyak pengalaman, ternyata ia memilih pintu masuk ini. Dan ini termasuk salah satu sisi kreatifnya. Kemudian kata Ibn Arabi, karena kita ini mimpi, ia perlu ditakwil. Apa arti ditakwil? Artinya dicari makna sesungguhnya. Seperti kita yang saling bertatapan dan saling berdialog (dalam sebuah forum pertemuan atau kelas), menurut Ibn Arabi, semua ini perlu ditakwil agar kita menemukan makna sebenarnya di alam yang sesungguhnya.
Selanjutnya Ibn Arabi mulai mendedah alam mimpi itu dengan berbagai contoh. Misalnya, Ibn Arabi mengatakan bahwa Nabi Yusuf tidak bisa dibandingkan dengan Nabi Muhammad. Hal ini disebabkan Nabi Muhammad sejak awal telah mengatakan bahwa manusia ini tertidur dan sedang bermimpi. Mimpinya pun bermacam-macam. Ada yang bermimpi (sedang) jadi presiden, meski kelihatannya jadi presiden. Namun, kata Ibn Arabi, mimpi kita ini bukanlah mimpi palsu, ilusi atau tanpa makna. Ini adalah, menurut Ibn Arabi, mimpi di dalam mimpi. Siapakah yang mimpinya di dalam mimpi? Orang yang mimpinya benar seperti para nabi yang melihat ‘ru’yah shodiqah’ maupun yang mimpinya semu dan tidak bermakna seperti kaum materialis.
Kembali ke soal Nabi Yusuf. Ibn Arabi berkata bahwa Nabi Yusuf sejak muda bermimpi melihat “ahada asyara kaukaban wa syamsa wal qamara raitu hum li saajidiin,” (sebelas bintang, bulan, dan matahari bersujud kepadanya. – Q.S. Yusuf; 5) . Lalu Ayahnya meminta beliau merahasiakan mimpi tersebut, agar saudara-saudaranya tidak berbuat makar kepadanya.
Menurut Ibn Arabi, maqam (kedudukan spiritual) Nabi Yusuf di bawah Nabi Muhammad. Mengapa? Karena Nabi Yusuf masih ingin mengetahui mimpi di dalam mimpi. Sementara Nabi Muhammad telah mengatakan bahwa semua ini adalah mimpi. Dan takwil mimpi kita akan terungkap setelah kita mati, yakni ketika kita semua terbangun ke alam yang lain.
Nah, karena kita saat ini sedang mimpi, menurut Ibn Arabi, ada dua cara agar kita terbangun dari mimpi kita. Kedua cara itu, meminjam istilah filsafat, adalah cara ‘epistemologis’ dan ‘ontologis’.
Cara ontologis bangun dari mimpi adalah dengan ‘ifna ad-zat’ (penghilangan ego). Yaitu merontokkan diri di hadapan Sang Maha Hadir. Dan dengan mem-fana-kan atau menghilangkan ego, sesungguhnya kita telah mengoyak hijab tidur di alam biologis ini. Kita telah membangunkan diri hakiki kita. Salah satu yang bisa kita pahami dari fana ialah sirna atau binasa. Lalu bagaimana metode ‘pembinasaan’ ego itu?
Ibn Arabi banyak sekali berbicara tentang fana. Mungkin di antara yang cukup mempengaruhi Ibn Arabi dalam soal terminologi fana ini adalah gurunya sendiri, Syekh Abu Madyan. Orang-orang bisa melihat Ibn Arabi dalam melakukan metode ontologis dari memandang Ibn Arabi sebagai orang yang sangat syar’i. Maksudnya, dia menjalankan syariat sangat teguh. Sedemikian sehingga orang ini dikenal dalam literatur hagiografisnya sebagai seorang yang sangat kecil tubuhnya, kurus, dan pucat wajahnya. Jika kita melihat langsung di masa hidupnya, mungkin kita tidak mengenali bahwa inilah orang yang memiliki pemikiran hebat karena penampilannya yang kusam, kurus, kering, pucat disebabkan seringnya puasa dan melancong.
Bagi Ibn Arabi, ketika orang melepaskan unsur-unsur biologisnya, ketika itu pula orang bangun dari tidur biologisnya. Ia terjaga ke suatu kesadaran spiritual. Ini salah satu cara dan cara lainnya, menurut Ibn Arabi, meninggalkan nalar. Meninggalkan nalar di sini bukan berarti menjadi orang yang irasional. Tetapi membatasi rasionalitas dan menerima apa yang datang dari Allah sebagai pengetahuan sepenuh hati.
Perlu diingat, (yang dimaksud ialah) meninggalkan interpretasi atau analisis atas pengetahuan yang datang – biasa ia menyebutnya sebagai ‘waridat’ atau isyarat yang datang padanya. Karena menurutnya, (proses) nalar seperti inilah yang membuat manusia tertidur di alam nalarnya. Nalar ini membawa kita ke interpretasi sehari-hari di alam mimpi dan sudah terbiasakan seperti itu. Sedemikian terbiasanya nalar ini mengikuti panca indra alam mimpi itu, maka nalar ini perlu ditinggalkan dulu untuk dapat bangun dari tidur biologis.
Ibn Arabi juga mengatakan bahwa akal manusia berderajat sebagaimana wujud manusia. Akal manusia biologis akan mengikuti panca indranya dan karena panca indra merupakan alat yang terbatas maka akal ikut terbatasi. Oleh sebab itu, menurut Ibn Arabi, di alam mimpi ini, orang harus sering menggunakan imajinasinya (quwwah khayaliyyah). []
Selasa, 22 November 2016
Sembah Cipta, Bersuci dengan Memerangi Hawa Nafsu
Oleh Parni Hadi
Setelah mampu menjalankan sembah raga atau sholat lima waktu sehari semalam sesuai Syariat, orang dapat meningkat ke tahap berikutnya, yakni sembah cipta atau sembah kalbu. Di sini hubungan antara manusia dengan Tuhan dilakukan melalui kalbu.
Bersucinya tidak lagi dengan air (wudhu) seperti dalam sembah raga, melainkan dengan memerangi hawa nafsu atau menjauhkan diri dari angkara murka dan segala sesuatu yang dapat memecah konsentrasi lakunya, demikian menurut Wedhatama.
Lakunya adalah bertindak tertib, teliti, berhati-hati dan tekun, betapapun sulit dan berat. Ini akan menumbuhkan watak dan kebiasaan ingat dan waspada atau “eling lan waspodo”. Jika diterima oleh Allah, hasil sembah cipta ini pelakunya akan mampu melihat jalan yang sebenarnya, tarekat, menuju “kasunyatan” atau kenyataan yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Sembah cipta juga disebut salat tarekat.
Apabila dilaksanakan dengan tertib, sembah cipta akan berakibat lenyapnya penghalang yang memisahkan pemandangan alam lahir dan alam bathin, demikian menurut Dr. Hj. Koosinah Soerjono Sastrohadikoesoemo dalam bukunya “Serat Wedhatama, suatu Kajian Pemikiran Filsafat“.
Lenyapnya penghalang atau hijab ini disebut “tinarbuko” dalam bahasa Jawa. Ini mulai dirasakan pada sembah ketiga, yakni sembah jiwa/sukma. Tanda sudah sampai pada tataran ini adalah keadaan seolah-olah pingsan atau setengah tidur, antara sadar dan tidak. Wedhatama menyebutnya masuk ke alam “ngaluyut”.
Wedhatama mengungkapkan ini dalam bait ke 13, yang biasa dilantunkan sebagai Suluk oleh dalang, sbb:
Tan samar pamoring suksma,
Sinuksmaya ing ngasepi,
Sinimpen telenging kalbu,
Pambukaning warana
Tarlen saking layap liyeping ngaluyup,
Pindha pesating supeno sumusuping rasa jati.
Terjemahan bebasnya: Tidak ada keraguan akan cahaya jiwa yang tersimpan dalam dasar kalbu, yang memancar di kala sepi, terbukanya tabir/penghalang yang menutupi (pemandangan bathin), sewaktu mata sedang terbuka dan terkejab dengan ingatan setengah sadar, saat itu Rasa Jati menyusup dengan cepat ke dalam kalbu seperti mimpi.
Untuk sampai pada pengalaman ini, orang harus sabar dalam segala tindak, dan terlaksananya dengan “eneng, ening, eling”, yaitu dengan tenang, syahdu dan sadar. Sembah cipta akan gagal kalau orang bersikap tidak setia akan hasrat dan tujuan semula dan menjadi sombong, ingin puji-pujian dari para pengikutnya. Karena itu, harus selalu ingat dan waspada terhadap yang membatalkan sembah ini.
“Kasunyatan” berasal dari bahasa Sanskrit “sunyata”, yang berarti sunyi atau “suwung” atau tidak ada apa-apa, menurut “Kunci Swarga” (Miftahul Jannati), buku dalam bahasa Jawa karya Bratakesawa yang terbit tahun 1952.
Menurut Bratakesawa, hasil sembah cipta adalah “makrifating tarekat”. Artinya, pengertian yang ditangkap oleh tiga indra (tri indriya) dari delapan indra (astendriya). Ke delapan indra itu terdiri dari pancaindra (mata, kuping, lidah, hidung dan kulit) dan tiga indra, yakni jantung, otak dan “pringsilan” ( buah pelir).
Ketiga indra dalam “Wirid Hidayat Jati”, karya Ronggowarsito, disebut Betalmukaram (Baital Muharram), Betalmakmur (Baital Makmur) dan Betalmukadas (Baitul Maqdis). Betalmukaram disebut rumah larangan, karena dianggap arasy, tempat Tuhan bersemayam.
Betalmukaram, tempat rahasia “Ingsun” bertahta di dada manusia. Di dalam dada ada hati dan jantung, di dalamnya ada budi. Di dalam budi ada angan-angan, di dalamnya ada sukma (rahsa), di dalam rahsa ada Ingsun”. Yang dimaksud “Ingsun” adalah Tuhan. Wallahu alam bissawab.[]
Syarah Haidar Bagir atas 7 Nasihat Rumi
Berikut ini adalah 7 nasihat #Jalaluddin Rumi yang disyarah oleh #Haidar Bagir dalam akun twitter-nya;
1. Dalam hal kedermawanan dan menolong orang, jadilah seperti sungai.
Penjelasan: Biarkan mengalir tak henti-henti dan tanpa mengharap kembali.
2. Dalam kasih sayang dan berkah, jadilah seperti matahari.
Penjelasan: Berilah kehangatan kepada siapa saja tanpa diskriminasi.
3. Dalam menutupi aib orang lain, jadilah seperti malam.
Penjelasan: Tutupi semua aib rapat-rapat, tanpa pernah membocorkannya.
4. Dalam keadaan marah dan murka, jadilah seperti orang mati.
Penjelasan: Diamlah, jangan lakukan apa pun, agar tidak menimbulkan kesalahan dan menyesal kemudian.
5. Dalam hal kesederhanaan dan kerendahhatian, jadilah seperti bumi.
Penjelasan: Selalu menempatkan diri di bawah dan meninggikan yang lain.
6. Dalam hal toleransi, jadilah seperti laut.
Penjelasan: Berlapang dada seluas-luasnya dan siap menampung pandangan-pandangan yang berbeda.
7. Tampillah seperti diri sejatimu, atau jadilah seperti tampilanmu.
Penjelasan: Hiduplah dengan penuh integritas. Sama antara lahir dan batin.
Berbagai Makna Tasawuf menurut kalangan Sufi dan Ulama
Oleh Haidar Bagir
Ada begitu banyak defenisi tasawuf yang bisa digali dari karya para sufi dan ulama di dunia Islam. Di antaranya pandangan Abul Hasan Syadzili yang medefinisikan tasawuf sebagai praktik dan latihan diri melalui cinta dan penghambaan yang mendalam untuk mengembalikan diri ke jalan Tuhan. Adapun menurut Syekh Akbar Ibn Arabi, tasawuf berarti berakhlak dengan akhlak Allah (at-takhalluq bi akhlaqil-laah).
Akhlak yang dimaksud ialah menanamkan sifat Allah yang intinya adalah rahmat atau kasih-sayang. Definisi lain menyebutkan tasawuf sebagai hidup yang mendekatkan (taqarrub) kepada Tuhan (Sang Inti) kehidupan agar tak relevan lagi kesenjangan antara “aspirasi”-ku dan “realitas”-ku.
Dalam bahasa yang sederhana lagi, Muhammad bin Ali Kattany mengatakan bahwa tasawuf adalah akhlak yang baik. Maka, bagi Kattany, siapa yang melebihimu dalam akhlak yang baik, berarti dia melebihimu dalam tasawuf. Sedemikian mendasarnya akhlak dalam tasawuf sehingga orang yang terus-menerus berupaya memelihara ketulusan kepada Allah dan berakhlak baik kepada makhluk, menurut Al-Suyuthi, adalah sufi.
Sufi merupakan terminologi yang umumnya dilekatkan pada orang yang mengamalkan ajaran tasawuf. Secara khusus, terminologi ‘sufi’ juga memiliki beragam defenisi. Imam Nawawi misalnya mendefinisikan mereka sebagai pemelihara kehadiran Allah di dalam hati, taat pada sunnah Nabi, menghindari ketergantungan pada orang dan mensyukuri karunia-Nya meskipun sedikit. Ahmad an-Nury menambahkan, tanda bahwa orang itu termasuk sufi ialah dia rela ketika tidak punya dan peduli pada orang lain ketika punya.
Dengan indah Junayd al-Baghdadi memberi analogi bahwa para sufi itu seperti bumi yang rela diinjak-injak oleh orang saleh maupun pendosa. Mereka, lanjut Junayd, seperti mendung yang memayungi segalanya dan seperti hujan yang mengairi semuanya. Di sisi lain, Abu Nashr Sarraj pernah bertanya pada Ali Al Hushry, “Siapakah sufi itu?” Al Hushry menjawab, “Dia yang tak dibawa bumi dan tak dinaungi langit.” Maksudnya bahwa sufi ialah mereka yang mengalami fana.
Sebagaimana defenisi Imam Nawawi, tasawuf tidak terlepas dari ketaatan pada syariat (fikih). Sedemikian sehingga orang yang sebatas memiliki ilmu yang luas belum cukup dikatakan sufi. Ilmu bagi Ibn Ajiba, adalah awal perjalanan tasawuf, tengahnya amal dan ujungnya karunia Ilahi yang berupa penyingkapan hakikat. Begitu pentingnya syariat ini, meskipun ada orang yang mampu melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan manusia pada umumnya tidak meniscayakan dia adalah sufi.
Dalam hal ini, Bayazid Busthami mengingatkan: “Jangan terkelabui oleh pelaku mukjizat yang mampu terbang di udara. Tapi nilailah berdasar ketaatannya pada syariat.”
Tidak jarang ada orang yang mengkalaim dirinya sufi namun menafikan salat, puasa dan syariat lainnya. Merekalah yang oleh Malik bin Anas disebut sebagai zindik. Siapa bertasawuf tanpa berfikih, kata Imam Malik, zindiklah dia. Sebaliknya, lanjut ulama kelahiran Madinah ini, siapa yang berfikih tanpa bertasawuf, maka fasiklah dia. Zindik di sini berarti menyeleweng dan fasiq berarti merusak.
Dalam berbagai literatur tasawuf, syariat (fikih) menempati posisi yang penting dalam perjalanan sufi mencapai hakikat. Al Hallaj mengatakan, “Batin Al-Haqq punya zhahir, yakni syariat. Siapa yang mencari hakikat lewat syariat, akan tersingkap baginya batin syariat, yakni ma‘rifat.”
Selain Imam Malik, Imam Syafi’i juga mengingatkan bahwa tasawuf dan syariat haruslah sejalan. Ulama kelahiran Gaza, Pelestina, ini mengatakan, “Jadilah pelaku fikih dan pejalan sufi. Jangan hanya jadi salah satunya demi Allah, inilah nasehatku.”
Jika dianologikan secara sederhana, syariat (fikih) adalah jalan raya, sedangkan thariqah (tasawuf) adalah jalan kecil. Untuk menuju Allah, kita harus melalui jalan raya, lalu masuk ke jalan yang lebih kecil. Atau, seperti pada roda yang berangkat dari lingkaran (syariah), menempuh jari-jari (thariqah) untuk menuju pusat lingkaran (haqiqah).
Dari uraian di atas bisa dikatakan bahwa syariat (fikih) adalah ajaran lahir yang memiliki makna batin, sedangkan tasawuf adalah pengalaman batin yang terwujud dalam laku lahir. Dengan syariat, para sufi terus bergerak mendekati titik keseimbangan sehingga meraih ketenteraman hidup (surga), bahkan sejak masih di dunia.
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” (QS. al-Fajr [89]: 27-30)
“Siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia berbuat ihsan (menghamba kepada Allah sesempurna mungkin dalam keadaan memiliki hubungan intim penuh cinta dengan-Nya), maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah [2]: 112)
Jiwa atau hati yang tenang dapat diraih oleh orang-orang yang mendekati pusat roda hakikat. Mereka tak lagi diterpa goncangan-goncangan pasang-surut roda kehidupan sebagaimana orang yang terus tinggal di pinggirannya.
Selasa, 15 November 2016
SEDULUR PAPAT LIMA PANCER DAN SISTEM KEMALAIKATAN.
Setelah Islam masuk P.JAWA kepercayaan tentang saudara empat ini
dipadukan dengan 4 malaikat di dunia Islam yaitu Jibril, Mikail ,
Isrofil, Ijro'il. Dan oleh ajaran sufi tertentu di sejajarkan denga
ke'empat sifat nafsu yaitu: Nafsu Amarah, Lawwamah, Sufiah dan
Mutmainah.
Pertama Jibril atau dalam bahasa ibrani Gabriel artinya pahlawan
tuhan fungsinya adalah penyampai informasi, didalam islam dikenal
sebagai penyampai wahyu pada para nabi. Dalam konsep islam Jawa Jibril
diposisikan pada kekuatan spiritual pada KETUBAN. Ada pandangan yang
menyatakan setelah N.Muhammad wafat maka otomatis Jibril menganggur
karena beliaulah orang yang menerima wahyu terakhir.
Tapi tidak demikian dalam pandangan Jawa, setiap orang di sertai
Jibrilnya. Hakikatnya hanya ada satu Jibril di alam raya ini tapi
pancaran cahayanya ada dalam setiap diri. seperti Ruh tidah pernah
dinyatakan dalam bentuk jamak didalam Al-Quran. Tetapi setiap diri
mendapat tiupan ruh dari tuhan dan ruh tersebut menjadi si A, si B, si C
Dst.. satu tetapi terpantul pada setiap cermin sehingga seolah2 setiapm
cermin mengandung Ruh, dan manusia sebenarnya adalah cermin bagi sang
diri. setiap diri menerima limpahan cahayanya.
Diantara limpahan cahayanya adalah Jibril yang menuntun setiap orang.
Jibril akan menuntun manusia kejalan yang benar, yang telah
membersihkan dirinya, membersihkan cerminnya, membersihkan hatinya.
Jibril lah yang menambah daya agar teguh dan tebal keimanan seseorang.
dalam khasanah jawa Jibril berdampingan dengan Guru sejati, bersanding
dengan diri Pribadi.
Jibril tidak mampu mengantarka diri Nabi ke Sidratul Muntaha dalam
Mij'raj beliau juga diceritakan ketika Jibril menampakan diri kehadapan
rasul selalu ditemani malaikat mulia lainnya yaitu Mikail isrofil
Ijroil.
Jelas kiranya bahwa kahadiran ketuban ketika membungkus janin
ternyata disertai saudara2nya yang lain. Ditinjau dari keddudukannya
yang keluar paling awal maka disebut sebagai kakak atau kakang (saudara
tua ) si bayi. begitu bayi lahir maka selesailah sudah tugas ketuban
secara fisik. tetapi exsistensi ketuban secara ruhaniah ia tetap menjaga
dan membimbing bayi tersebut sampai akhir hayat.
secara extensi Jibril diciptakan setelah malaikat Mikail. dan Tali
Pusar ada lebih dulu dari pada selaput yang membungkus janin di pintu
rahim (cervix)
Ke Dua Malaikat Israfil. Menurut hadis malaikat Israfil diciptakan
setelah penciptaan Arsy ( Singgasana Tuhan ) disebut sebagai malaikat
penggenggam alam semesta, ia meniup Terompet Pemusnahan Dan
Pembangkitan. Ia digambarkan menengadah ke atas untuk melihat jadwal
kiamat yang ada di Lawh Al Mahfuzh.
Israfil di sepadankan dengan ari-ari, tembuni atau Placenta, Ari-Ari
adalah yang memayungi sang janin sampai ketempat tujuan dialah yang
memberikan keamanan menyalurkan makanan dan kenyamanan pada janin dengan
ari-ari ini kehidupan berlangsung dalam janin.
Exsistensi Ari-ari ini disejajarkan dengan malaikat Israfil Dalam kelahiran janin, Ari-ari diterima sebagai saudara muda (adik).
Meskipun jasadnya telah tak ada lagi ari-ari tetap memberikan
perlindungan bagi manusia setelah dilahirkan. Dari sisi keberadaanya
malaikat Israfil dicipta terlebih dahulu dari pada malaikat Mikail dan
Jibril As. Israfil diyakini sebagai Pelita Hati Bagi manusia agar
hatinya tetap terang, Itulah sebabnya sejahat-jahatnya manusia masih ada
secercah cahaya dalam hatinya tetap ada kebaikan yang dimilikinya meski
hanya sebesar debu...
Yang ketiga adalah Malaikat Mikail, Salah satu malaikat yang menjadi
pembesar para malaikat.. Tugas malaikat Mikail adalah Memelihara
Kehidupan. Dalam hadis diceritakan bahwa malaikat Mikail mengemban tugas
memelihara pertumbuhan pepohonan, kehidupan Hewan juga Manusia.. Dialah
yang mengatur angin dan hujan dan membagi rejeki pada seluruh mahluk.
Pada konsep sedulur papat yang sudah di sesuaikan dengan ajaran
Islam, Tali Pusar merupakan Lokus, tempat dudukan bagi malaikat Mikail
dia merupakan tali penghubung bagi kehidupan manusia.Zat zat makanan,
Oksigen dan Zat yang perlu dibuang dari tubuh janin agar tidak meracuni
tubuh janin. Subhanallah.. Dia telah mengatur kehidupan manusia dalam
rahim melalui malaikat malaikatnya.
Mikail dipandang orang jawa sebagai saudara yang memberikan sandang,
pangan dan papan, Jika seseorang memohon perlindungan tuhan maka Mikail
yang akan menjalankan perintah Tuhan untuk melindunginya.
Ke Empat adalah Malaikat Ijroil. Malaikat Maut yang dipercaya sebagai
yang bertanggung jawab akan Kematian. Kehadirannya amat ditakuti
Manusia.. Jika ajal telah tiba maka ia akan Me wafatkan manusia sesuai
waktunya.
Dalam konsep sedulur papat Malaikat maut ini ternyata saudara Manusia
sendiri bukan orang lain dan ia tidak akan menyalahi tugasnya bila
seseorang belum sampai ajalnya dia tak akan mewafatkannya.. Dia hadir
untuk meringankan penderitaan manusia, saudara sejati pasti melindungi
bila yang bersangkutan selalu dijalan yang benar. Bayangkan bila manusia
tidak bisa mati tetapi hidupnya menderita..? apa tidak tersiksa..?
bayangkan bila ada orang yang mau mati aja sulitnya bukan main..
Nauzubillah..
Ijroil disebut sebagai kekuatan Tuhan yang berada didalam Darah,
Dalam kehidupan sehari hari Ijroil bertugas untuk menjaga hati yang
suci, Jika hati terjaga kesuciannya maka ketakutan akan hidup menderita
dan kematian akan tak ada lagi.
Jika ajal telah sampai maka Ijroil mengorganisasi malaikat lainnya,
mengorganisasi saudara saudara lainnya untuk mengakhiri hidupnya.
Permana yang memberikan kekuatan pada sang Jiwa diangkat keluar tubuh,
sehingga tubuh tak dapat lagi dikendalikan oleh jiwa. Ruh penyambung
hidup kita lepas.. tubuh menjadi lunglai lak berdaya dan ini bentuk umum
kematian bagi manusia.. loh kok gitu yaa..? Nah yang tidak umum yaaa..
bila Sang Diri Sejati manusia mampu memimpin saudara-saudaranya untuk
melepaskan Jiwa manusia kealam Gaib. Orang demikian sudah mempu
menyongsong kematiannya dengan benar, dia memberitahukan pada sanak dan
saudaranya kapan kematiannya akan datang.
Semua saudara gaib ini sudah menjadi satu dengan tubuh kita, ketika
dalam rahim sendiri-sendiri wujudnya. tapi ketika sang Bayi sudah lahir
hanya ada satu wujud. Empat saudara kita tetap menyertai kita dalam
wujud Ruh dan Tidak Kasat Mata.
Ada kutipan Ayat dalam Al-Quran yang perlu di simak..
" In Kullu nafsin lamma alayha hafizh" > 'Setiap diri niscaya ada
penjaganya' Atau "Wa huwa al-qahir fawq iba'dih wa yusril alaykum
hafazhah hatta idza ja'a ahadakum al-mawt tawaffathu rusuluna wahum la
yufarrithun" >' Dialah yang berkuasa atas semua hambanya. Dan dia
mengutus kepada kalian Penjaga-Penjaga untuk melindungimu. Jika
seseorang sudah waktunya mati, maka utusan-utusan kami itu mewafatkannya
tanpa keliruLANJUTAN SEDULUR PAPAT LIMO PANCER
Siang dan malam keempat pendekar gaib ini setia menunggu kita. Saat genting dan bahaya, dia menyeret kita ke tempat yang aman. Saudara penjaga gaib ini bukan jin.
Semakin lama belajar ajaran-ajaran
leluhur Jawa, kita akan semakin terkagum-kagum pada para nenek moyang.
Ilmu yang mereka ajarkan tidak bertentangan dengan agama, bahkan sesuai
dan memperkaya pemahaman agama yang kita anut.
Sayangnya banyak
yang masih memandang sebelah mata ajaran para leluhur Jawa ini. Bahkan
ada yang menuduhnya sebagai syirik, khurofat dan takhayul. Para penuduh
ini mungkin lupa, bahwa ajaran Jawa disampaikan secara sederhana agar
mudah dipahami orang Jawa. Memang, para leluhur kita kadang tidak fasih
melafalkan kata-kata Arab. Para leluhur ini juga orang yang masih gagap
iptek. Namun, jangan salah sangka dulu.
Dari segi kebijaksanaan,
ilmu batin dan olah rasa para nenek moyang kita dulu boleh diandalkan.
Mereka adalah para waskita yang mampu membangun candi Borobudur,
Prambanan dan mampu membuat sebuah bangunan dengan ketepatan geometris
dan geologis. Tidak kalah oleh nenek moyang bangsa Mesir yang mampu
membangun piramida, atau nenek moyang suku Inca, bangsa Peru yang bisa
membangun Manchu Picchu.
Saat agama Islam masuk ke nusantara,
sementara di Jawa saat itu sudah berkembang agama Hindu, Budha dan
berbagai kepercayaan animisme, dinamisme, politeisme. Islam melebur
secara pelan dan damai, berasimilasi serta berosmosis tanpa pertumpahan
darah. Islam agama damai dan tidak memaksa. Orang Jawa bersifat pasrah,
sumeleh, sumarah, ikhlas dan mengandalkan rasa pangrasa.
Bagi
orang Jawa, masuknya Agama Islam yang kaya dengan aspek kebatinan
(tasawuf) sangatlah tepat. Orang Jawa pun tidak kebingungan dengan
ajaran-ajaran mistik yang ada di dalamnya. Namun orang Jawa berhasil
menyederhanakan ajaran-ajaran mistik ini dengan terminologi dan
kalimat-kalimat sederhana dan mudah dimengerti. Harap maklum saja, orang
Jawa dulu mayoritas hidup di pedesaan yang sederhana dan tidak banyak
berwacana ilmiah.
Salah satu ajaran Kejawen yang membahas tentang
adanya malaikat pendamping hidup manusia adalah SEDULUR PAPAT LIMO
PANCER. Pancer adalah tonggak hidup manusia yaitu dirinya sendiri. Diri
kita dikelilingi oleh empat makhluk gaib yang tidak kasat mata
(metafisik). Mereka adalah saudara yang setia menemani hidup kita. Mulai
dilahirkan di dunia hingga kita nanti meninggal dunia menuju alam
barzakh (alam kelanggengan).
Sebelum hadirnya agama Islam, orang
Jawa tidak memahami konsep malaikat. Maka mereka menyebut malaikat
penjaga manusia dengan sedulur papat. Konsep “sedulur papat” ini oleh
orang Jawa ditamsilkan melalui sebuah pengamatan/niteni.
Mulai
saat janin tumbuh di perut ibu, janin dilindungi di dalam rahim oleh
ketuban. Selanjutnya adalah ari-ari, darah dan pusar. Itulah saudara
manusia sejak awal dia hidup dan selanjutnya “empat saudara” ini
kemudian dikubur. Namun orang Jawa Percaya bahwa “empat saudara” ini
tetap menemani diri manusia hingga ke liang lahat.
Karena Air
Ketuban adalah yang pertama kali keluar saat ibu melahirkan, orang Jawa
menyebutnya SAUDARA TUA. Saudara ini melindungi jasad fisik dari bahaya.
Maka ia adalah SANG PELINDUNG FISIK.
Selanjutnya yang lebih MUDA
adalah ari-ari, tembuni atau plasenta. Pembungkus janin dalam rahim. Ia
melingkupi tindakan janin dalam rahim yang kemudian mengantarkan kita
ke tujuan. Maka ia adalah SANG PENGANTAR.
Saudara kita
selanjutnya adalah DARAH. Darah ini membantu janin kecil untuk tumbuh
berkembang menjadi bayi lengkap. Darah adalah SARANA DAN WAHANA
IRADAT-NYA pada manusia. Darah bisa disebut nyawa bagi janin. Maka,
darah disebut dengan PEMBANTU SETIA MANUSIA MENEMUKAN JATI DIRINYA
SEBAGAI HAMBA TUHAN, CERMIN TUHAN (Imago Dei).
Saudara gaib kita
terakhir adalah pusar. Menurut pemahaman Kejawen, pusar adalah NABI.
Pusar secara biologis adalah tali yang menghubungkan perut bayi dalam
rahim dan ari-ari. Pusar mendistribusikan makanan yang dikonsumsi ibu ke
bayi. Pusar dengan demikian MENDISTRIBUSIKAN WAHYU “IBU” MANUSIA yaitu
Gusti Allah SWT kepada diri kita.
Keempat saudara gaib ini
sesungguhnya adalah EMPAT MALAIKAT PENJAGA manusia. Yang berada di
kanan-kiri, depan-belakang kita. Maka, tidak salah bila Anda menyapa dan
bersahabat akrab dengan mereka. Secara gaib, Tuhan mmeberikan
pengajaran tidak langsung kepada hati kita. Namun melalui mereka
pengajaran itu disampaikan.
Keempat penjaga (malaikat) itu adalah:
JIBRIL (Penerus informasi Tuhan untuk kita),
IZRAFIL (Pembaca Buku Rencana Tuhan untuk kita),
MIKAIL (Pembagi Rezeki untuk kita) dan
IZRAIL (Penunggu berakhirnya nyawa untuk kita).
Keempat
malaikat itu oleh orang Jawa dianggap sebagai SEDULUR karib hidup
manusia. Bila kita paham bahwa perjalanan hidup untuk bertemu dengan
Tuhan hakikatnya adalah perjalanan menuju “ke dalam” bukan “ke luar”.
Perjalanan menembus langit ketujuh hakikatnya adalah perjalanan “diri
palsu” menuju “diri sejati” dan menemukan SANG AKU SEJATI, YAITU DIRI
PRIBADI/ TUHAN.
Untuk menemukan SANG AKU SEJATI (limo pancer)
itulah kita ditemani oleh EMPAT SAUDARA GAIB/MALAIKAT PENUNGGU (sedulur
papat). Lantas dimana mereka sekarang? Mereka sekarang sedang mengawasi
Anda. Berdzikir mengagungkan asma-Nya. Kita bisa menjadikan mereka
sedulur paling akrab bila paham bagaimana cara berkomunikasi dengan
mereka. Caranya? Pejamkan mata, matikan seluruh aktivitas listrik di
otak kiri dan kanan dan hidupkan sang AKU SEJATI yang ada di dalam diri
Anda. Ya, hanya diri sendirilah yang mampu untuk berkomunikasi dengan
para sedulur gaib nan setia ini.
Bagaimana tidak setia, bila
kemanapun kita berada disitu keempatnya berada. Bila kita berjalan,
mereka terbang. Bila jasad kita tidur, mereka akan tetap melek ngobrol
dengan ruh kita. Maka, saat bangun tidur di siang hari pikiran kita akan
merasa fresh sebab ruh kita akan kembali menjejerkan diri kita dengan
iradat-Nya. Sayang, saat waktu beranjak siang polusi nafsu/ego lebih
dominan sehingga kebeningan akal pikiran semakin tenggelam.
Bagaimana
agar hidup kita selalu ingat oleh kehadiran sedulur papat ini yang
setia menjaga kita? Sunan Kalijaga memiliki kidung bagus:
Ana kidung akadang premati
Among tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane
Kakang kawah puniku
Kang rumeksa ing awak mami
Anekakaken sedya
Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika
Kang mayungi ing laku kuwasaneki
Anekaken pangarah
Ponang getih ing rahina wengi
Angrowangi Allah kang kuwasa
Andadekaken karsane
Puser kuwasanipun
Nguyu uyu sambawa mami
Nuruti ing panedha
Kuwasanireku
Jangkep kadang ingsun papat
Kalimane pancer wus dadi sawiji
Nunggal sawujudingwang
(Ada
nyanyian tentang saudara kita yang merawat dengan hati-hati. Memelihara
berdasarkan kekuasaannya. Apa yang dicipta terwujud. Ketuban itu
menjaga badan saya. Menyampaikan kehendak dengan kuasanya. Adik ari-ari
tersebut memayungi perilaku berdasar arahannya.
Darah siang malam
membantu Allah Yang Kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Pusar kekuasaannya
memberi perhatian dengan kesungguhan untuk saya. Memenuhi permintaan
saya. Maka, lengkaplah empat saudara itu. Kelimanya seagai pusat sudah
jadi satu. Manunggal dalam perwujudan saya saat ini)
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, paham “sedulur papat limo pancer”
sangat kental. Yang dimaksud dengan sedulur papat limo pancer yaitu
saudara yang menemani sang jabang bayi saat lahir. Yang secara umum
banyak orang mengenal dengan istilah kakang kawah adhi ari-ari, yang
disebut ini baru dua dari 5 bersaudara.
Adapun nama – nama sedulur papat , yaitu : Watman, Wahman, Rahman,
Ariman. Sedang penyebutan limo pancer sendiri yaitu si jabang bayi yang
lahir.
Watman berarti “Wat” kondisi si Ibu yang sedang mengalami perasaan pertama untuk melahirkan, mengejan.
Wahman berarti kawah, jalan lahir, terbukanya jalan lahir.
Rahman berarti darah yang keluar.
Ariman berarti ari-ari atau plasenta yang keluar setelah si jabang bayi.
Nama-nama diatas biasanya dipanggil apabila si jabang bayi sedang atau memerlukan bantuan dari para “sedulur”nya.
Setelah Islam masuk di Jawa, konsep ini masih ada. Hanya saja mereka
dianggap malaikat-malaikat penjaganya. Adapun nama-namanya berubah
seperti Jibril, Mikail, Isroil, Israfil
Dalam konsep sedulur papat limo pancer, masyarakat Jawa juga
menggunakan hari pasaran legi, pahing, pon, wage dan kliwon yang
dihubungkan dengan arah mata angin.
Legi dengan posisi di Timur
Pahing dengan posisi di Selatan
Pon dengan posisi di Barat
Wage dengan posisi di Utara
Kliwon dengan posisi di Tengah
Seperti pada kepercayaan lama/kuno, sisi timur merupakan sisi yang
tertua. Karena itu kenapa Legi ada di posisi timur. Kliwon menunjukkan
posisi sentral, posisi yang tertinggi. Seperti si jabang bayi yang ada
diposisi pancer / pusat.
Kembali lagi ke sedulur papat limo pancer, didalam keyakinan Kejawen
orang dapat menemui sedulurnya, dapat saling berkomunikasi. Adapun rupa
sedulurnya mirip dengan si jabang bayi itu sendiri, dan mereka akan
menjaga sampai titi wanci-nya.
Menelaah Sedulur Papat Limo Pancer
Dalam budaya jawa, penyebutan ” Kakang Kawah Adi Ari-Ari” keberadaannya masih tersamar. Apalagi di zaman modern sekarang ini. Mitos saudara kembar yang ghaib ini cenderung di abaikan. Ini konsekuensi dari zaman maju. Dunia material cenderung meningkat, sedang kaweruh spiritual orang jawa kian gersang. Kita mencoba untuk memahami kembali Puasa Weton yang bagi orang jawa di percayai dapat memberikan pencerahan spiritual dengan berbagai mitosnya yang penuh dengan kesakralan dan religiusitas.
Hakikat Puasa menurut ” Wulang Reh “.
Sri
Pakubuwono IV telah memberikan wewaler, peringatan,pada anak cucunya
untuk pengekangan nafsu.
Peringatan itu tertuang dalam karyannya Serat Wulang Reh, yang di tulis pada hari ahad kliwon, wunku sungsang, tanggal ke-19, bulan besar, mongso ke-delapan, windu sancaya dan di beri sengkalan : Tata-guna-Swareng-Nata ( 1735 ).Ia bergelar : Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono Senopati Ing Ngalogo Abdur Rahman Sayyidin Panotogomo IV. Nama kecilnya adalah Bandoro Raden Mas Gusti sumbadyo, Putra Pakubuwono III dengan Kanjeng Ratu Kencana.Dalam pupuh II Tembang Kinanthi ia menulis : “Podho Gulangen Ing Kalbu, Ing Sasamita Amrih Lantip, Ojo pijer mangan nendra, ing kaprawiran den kesthi, Pesunen sariraniro , Sudanen dhahar lan guling. (Wahai, asahlah di dalam hatimu biar tajam menangkap isyarat isyarat ghaib. jangan terlalu banyak makan dan tidur, kurangilah hal tersebut, cita citakan kaprawiran ” keluhuran budi “, agar bisa mengekang diri) “.Inti yang cepat di tangkap dari wejangan ini menyangkut pada pengendalian diri dan cara yang harus di tempuh adalah dengan perpuasa.Hakekat Puasa adalah pengekangan diri, karena alam duniawi banyak memberi godaan. Silau dengan kemewahan, apalagi kalau sedang mendapat suka cita yang berlebihan, ” Maka kaprayitnan batin ( kewaspadaan ) akan terkurangi. Manusia akhirnya akan terbelenggu nafsunya. Nafsu yang bersumber dari dirinya sendiri.Nafsu merupakan sikap angkara yang dalam Wulang Reh di sebutkan terdiri dari 4 macam , yaitu :
Peringatan itu tertuang dalam karyannya Serat Wulang Reh, yang di tulis pada hari ahad kliwon, wunku sungsang, tanggal ke-19, bulan besar, mongso ke-delapan, windu sancaya dan di beri sengkalan : Tata-guna-Swareng-Nata ( 1735 ).Ia bergelar : Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono Senopati Ing Ngalogo Abdur Rahman Sayyidin Panotogomo IV. Nama kecilnya adalah Bandoro Raden Mas Gusti sumbadyo, Putra Pakubuwono III dengan Kanjeng Ratu Kencana.Dalam pupuh II Tembang Kinanthi ia menulis : “Podho Gulangen Ing Kalbu, Ing Sasamita Amrih Lantip, Ojo pijer mangan nendra, ing kaprawiran den kesthi, Pesunen sariraniro , Sudanen dhahar lan guling. (Wahai, asahlah di dalam hatimu biar tajam menangkap isyarat isyarat ghaib. jangan terlalu banyak makan dan tidur, kurangilah hal tersebut, cita citakan kaprawiran ” keluhuran budi “, agar bisa mengekang diri) “.Inti yang cepat di tangkap dari wejangan ini menyangkut pada pengendalian diri dan cara yang harus di tempuh adalah dengan perpuasa.Hakekat Puasa adalah pengekangan diri, karena alam duniawi banyak memberi godaan. Silau dengan kemewahan, apalagi kalau sedang mendapat suka cita yang berlebihan, ” Maka kaprayitnan batin ( kewaspadaan ) akan terkurangi. Manusia akhirnya akan terbelenggu nafsunya. Nafsu yang bersumber dari dirinya sendiri.Nafsu merupakan sikap angkara yang dalam Wulang Reh di sebutkan terdiri dari 4 macam , yaitu :
Lawwamah, Bertempat di perut,
lahirnya dari mulut ibarat hati bersinar hitam. Akibatnya bisa
menimbulkan dahaga, kantuk dan lapar.
Amarah, artinya garang bisa
menimbulkan angkara murka, iri dan emosional. Ia berada di empedu,
timbulnya lewat telinga bak hati bercahaya merah.
Sufiyah, Nafsu yang
menimbulkan birahi, rindu, keinginan dan kesenangan. Sumber dari Limpa
timbul lewat mata bak hati bercahaya kuning.
Muthmainah, Berarti rasa
ketentraman. Punya watak yang senang dengan kebaikan, keutamaan dan
keluhuran budi. Nafsu ini timbulnya dari tulang, timbul dari hidung
bagai hati bersinar putih.
Lelaku Puasa.
Ritualnya di mulai dengan
reresik raga ( membersihkan badan ). Badan harus bersih dari kotoran
dunia, caranya dengan siram jamas ( mandi besar ).
Kalau perlu
menggunakan kumkuman ( rendaman ) bunga lima warna, Mawar, Melati,
Kenanga, Kanthil putih, Kanthil kuning. Waktu mandi membaca doa ” Ingsun
Adus Ing Banyu Suci, Kang adus badan sejati, Kakosokan nyowo sejati,
Amulyaaken kersane Pangeran ( Aku mandi di air suci, Yang mandi badan
sejati, membersihkan nyawa sejati, memuliakan takdir Illahi.
Lelaku,
jangka waktu puasa ini sehari semalam yang di mulai pukul 24.00 WIB di
akhiri pukul 24 WIB hari berikutnya. lelaku puasa yang lebih bersifat
khusus. Jangka waktunya 3 hari. Keistimewaan puasa ini menurut pinisepuh
( para arif ) jawa terletak pada nilai amalannya. Seseorang yang
melakukan puasa dina dulur ini, nilai amalannya hampir sama dengan puasa
40 hari. Keistimewaan lain adalah terletak pada mustikanya. Puasa ini
di yakini dapat menyelesaikan problematika hidup yang sangat berat dalam
waktu yang sangat mendesak.
Tiga weton dan buang sengkala.
Ritual
Puasa dina dulur ini selama 3 hari, dan harus tepat pada hari Selasa
Kliwon, Rabu Legi dan Kamis Pahing. Tentu saja ini dari hitungan
kalender jawa, atau umumnya dalam satu bulan terdapat 3 hari yang
berurutan ini. Tinggal kita saja yang menentukan ada kesiapan atau
tidaknya niatan yang mantap untuk menjalankan lelaku puasa khusus
ini.Jangka waktunya juga sama dengan waktunya puasa puasa kejawen
lainnya. Dimulai ( sahur ) pada pukul 24 WIB di akhiri ( Berbuka ) pada
pukul 24 WIB hari berikutnya. Demikian juga kesiapan jiwa raga seseorang
yang hendak berpuasa. Di pagi harinya, sebelum hari (H) ia wajib
melakukan pembersihan diri dengan cara " siram jamas " ( mandi besar )
lebih baik kalau menggunakan kumkuman ( rendaman ) bunga setaman yang
baru di beli di pasar.
Cara mandi jamas ini tidak boleh sembarangan.
Rendaman bunga yang tercecer itu harus di kumpulkan dan di larung ( di
buang ) di sungai. Hal ini di dasarkan pada mitos "sengkala" ( nasib
buruk/dosa dosa ). Termasuk sifat buruk dan nafsu dalam diri manusia
harus harus di buang jauh. Larung di maknakan di buang jauh. Sedangkan
sungai ( muaranya menuju lautan bebas ) sebagai simbol dunia luas dan
tak terbatas.
Bubur Lima Warna.
Akan lebih sempurna bila dalam
ritual larung ini di sertakan sesajen berupa bubur lima warna. Hitam,
putih, Merah, Kuning dan merah di beri titik putih. Lima warna ini
berarti menghormat pada " Keblat Papat Limo Pancer " ( Keblat 4 5 bumi
tempat berpijak ). Hitam berada di utara, merah di selatan, kuning
bertempat di barat dan putih berada di timur.Khusus Filosofi bubur merah
bertitik putih, sebenarnya di artikan penghormatan kepada orang tua.
Bisa juga sesepuh ( leluhur kita ) baik yang masih hidup ataupun yang
sudah meninggal. Namun dalam khasanah kiblat tadi di maknakan
pancer.Tentang bubur lima macam ini bisa kita kaitkan dengan simbolisasi
bunga lima warna. Dan semua unsur ini di maksudkan sebagai pelengkap
sebelum melakukan puasa dino dulur. tetapi jauh di balik ini semua ada
mitos bahwa semua unsur itu sebagai pendukung ( kekuatan batin ) dalam
melaksanakan puasa. Sekaligus penguat dan peneguh iman seseorang dalam
menjalankan ritual puasanya.
Saudara-Saudara Halus / Sedulur papat kalimo pancer
Orang
Jawa tradisional percaya eksistensi dari sedulur papat ( saudara empat )
yang selalu menyertai seseorang dimana saja dan kapan saja, selama
orang itu hidup didunia. Mereka memang ditugaskan oleh kekausaan alam
untuk selalu dengan setia membantu, mereka tidak tidak punya badan
jasmani, tetapi ada baik dan kamu juga harus mempunyai hubungan yang
serasi dengan mereka yaitu :
a. Kakang kawah, saudara tua kawah, dia keluar dari gua garba ibu sebelum kamu, tempatnya di timur warnanya putih.
b. Adi ari-ari, adik ari-ari, dia dikeluarkan dari gua garba ibu sesudah kamu, tempatnya di barat warnanya kuning.
c. Getih, darah yang keluar dari gua garba ibu sewaktu melahirkan, tempatnya di selatan warnanya merah
d. Puser, pusar yang dipotong sesudah kelahiranmu, tempatnya di utara warnanya hitam.
Selain
sedulur papat diatas, yang lain adalah Kalima Pancer, pancer kelima
itulah badan jasmani kamu. Merekalah yang disebut sedulur papat kalimo
pancer, mereka ada karena kamu ada. Sementara orang menyebut mereka
keblat papat lima tengah, ( empat jurusan yang kelima ada ditengah ).
Mereka berlima itu dilahirkan melalui ibu, mereka itu adalah Mar dan
Marti, berbentuk udara. Mar adalah udara, yang dihasilkan karena
perjuangan ibu saat melahirkan bayi, sedangkan Marti adalah udara yang
merupakan rasa ibu sesudah selamat melahirkan si jabang bayi. Secara
mistis Mar dan Marti ini warnanya putih dan kuning, kamu bisa meminta
bantuan Mar dan Marti hanya sesudah kamu melaksankan tapa brata ( laku
spiritul yang sungguh-sungguh )
mereka itu selalu bersama kamu,
menjaga kamu dimanapun kamu berada. Mungkin kamu tidak menyadari bahwa
mereka itu menolongmu dalam setiap saat kegiantanmu, mereka akan senang,
bila kamu memperhatikan mereka, mengetahui akan keberadaan meraka.
Adalah bijaksana untuk meminta mereka supaya berpatisipasi dalam setiap
kegiatan yang kamu lakukan, seperti : minum, makan, belajar, bekerja,
meyopir, mandi dam lain-lain.
Dalam batin kamu mengundang mereka, misalnya :
1.
Semua saudara halusku, saya mau makan, bantulah saya ( ewang-ewangono )
artinya mereka itu akan membantumu, sehingga kamu selamat pada saat
makan dam makanan itu juga baiak untukmu.
2. Semua saudara halusku,
bantulah saya untuk menyopir mobil dengan selamat sampai kantor. Ini
artinya kamu kan menyopir dengan selamat sampai ke kantor, tidak ada
kecelakaan yang terjadi pada kamu, pada mobil dan yang lain-lain.
3. Semua saudara halusku, saya akan bekerja, bantulah saya supaya bisa meyelesaikan pekerjaan ini dengan baik dan lain-lain.
Tetapi
kamu jangan meminta partisipasi mereka pada waktu kamu mau tidur, untuk
hal itu kamu harus berkata : saya mau tidur lindungilah saya ( reksanen
) pada waktu saya tidur, kalau ada yang mengganggu atau membahayakan,
bangunkanlah saya, sambil membaringkan badan ditempat tidur sebelum
menutup mata, dengan meletakkan tangan kanan didada, menyentuh jantung,
katakanlah : “ saya juga hidup “
Dengan mengenali mereka artinya
kamu memperhatikan mereka dan sebaliknya mereka pun mengurusi kamu.
Kalau kamu tidak memperhatikan mereka, mereka tidak akan berbuat apapun
untuk menolongmu, mereka mengharap supaya secepatnya kamu kembali ke
asalmu, supaya mereka itu secepatnya terbebas dari kewajibannya untuk
mendampingimu. Ketika kamu kembali kealam kelanggengan, mereka juga akan
pergi dan berharap diberi kesempatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk
dilahirkan sebagai manusia dengan jiwa dan raga dalam hidup baru mereka
di dunia.
Weton adalah peringatan hari lahir seseorang yang terjadi
setiap 35 hari sekali. Untuk orang Jawa tradisional mengetahui wetonnya
itu penting dan harus diingat kapan wetonnya itu, dengan mengetahui
tanggal, bulan, tahun kelahiran seseorang bisa ditentukan hari wetonnya.
1. Pada saat weton biasanya akan dibuat semacam sesaji
sederhana yang berupa secawan bubur merah putih dan satu gelas air
hangat. Pemberian ini adalah untuk saudara-saudara halus, dengan
mengatakan: ini untuk semua saudara halusku, aku selalu ingat kamu,
mengenali kamu, maka itu bantulah dan jagalah aku. Sesaji sederhana ini
juga untuk mengingatkan dan bersyukur kepada ibu dan ayah, karena
melalui merekalah kamu dilahirkan dan hidup di dunia ini. Selanjutnya
untuk mengingat dan menghormati para leluhur dab yang paling penting
untuk mengingat dan memuji Sang Pencipta Hiduo, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Cara
yang lengkapuntuk meyebut saudara-saudara halus tersebut adalah : Mar
marti, kakang kawah, adi ari-ari, getih puser sedulur papat, kalimo
pancer .
- Bantulah saya (katakan apa keperluanmu)
- Jagalah saya pada waktu saya tidur
Sebaliknya
kamu menyebut nama mereka dengan lengkap sehingga kamu menjadi biasa
dengan mereka (jumbuh) misalnya untuk beberapa bulan. Sesudah itu kamu
boleh memanggil mereka semua : saudara halusku.
Tetapi pada saat
kamu berdoa atau meditasi, kamu menyebut dengan nama lengkap, juga pada
saat kamu memberikan sesaji untuk mereka, katakanlah nama mereka satu
demi satu. Kamu hendaknya tahu bahwa kakang kawah dan adi ari-ari adalah
yang paling banyak membantu kamu. Kakang kawah selalu berusa dengan
sebaik-baiknya supaya semua keinginan dan usahamu terealisir sedangkan
adi ari-ari selalu berusaha menyenangkan kamu.
Oleh karena itu pada
saat kamu akan melakukan hal yang penting atau sebelum berdoa, sesudah
menyebutkan nama lengkap mereka satu persatu, ulangi lagi dengan
menyebut kakang kawah dan adi ari-ari untuk membantumu.
2.
Selain memberikan sesaji kepada saudara-saudara halus kamu bisa
menyucikan diri, antara lain dengan cara berpuasa selama 24 jam, hanya
makan buah dan sayuran ; makan nasi putih dan minum air putih ; tidur
sesudah tengah malam atau tidak tidur sama sekali dan lain-lain.
Ada
juga yang melakukan selama tiga hari berturut-turut, yaitu satu hari
sebelum weton, pada saat weton dan sehari sesudah weton yang disebut
Ngapit.dengan selalu meminta partisipasi dari saudara-saudara halusmu,
ini berarti kamu aktif secara lahir maupun batin
Yang melakukan
sesuatu itu bukan hanya aku, tetapi Ingsun yaitu aku-lahir, luar (jobo)
bersama dengan aku dari batin (jero). Maka itu orang Jawa yang mau
melakukan hal penting berkata : Niat Ingsun.
Dengan melakukan laku
spiritual seperti tersebur diatas, biasanya orang berharap supaya
hidupnya selamat dan sejahtera, atau untuk penghayatan ilmu sejati
merasa lebih dekat kepada hidup sejati atau kasunyatan.
Langganan:
Postingan (Atom)
NOMOR 2
Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...
-
Tokoh pemimpin yang amat sangat Religius sampai sampai digambarkan bagaikan seorang Resi Begawan (PINANDITO) dan akan senantiasa bert...
-
☼ MENUJU CAHAYA ALLAH (NUR ILLAHI) Apakah sesungguhnya cahaya Allah itu ? Perlu dipahami bahwa jika sinar matahari itu terdiri dari ...
-
18 Agustus 2017, wanci 14:30 perjalanan itu Saya lakukan. Bandung - Semarang dengan mengendarai motor Bajaj Pulsar 135. Jalur tengah Band...