Rabu, 19 Mei 2021

Ajaran Leluhur Bangsa Nusantara


Hasil gambar untuk mandala kasungka
 

 

1. Yang pertama adalah MANDALA KASUNGKA dalam tingkatan ini seseorang masih memikirkan tentang” NAFSU SYAHWAT, GAYA HIDUP, KEKUASAAN ” serta segala yang bersifat “kebinatangan”. Merupakan kualitas manusia yang “terendah” .

2. Yang kedua adalah MANDALA SEBA tingkatan ini dimana seseorang masih memikirkan tentang “DIRINYA SENDIRI”.

3. Yang ketiga adalah MANDALA RAJA tingkatan ini hanya dapat tercapai jika seseorang memikirkan tentang “KEBAJIKAN DAN KEBAJIKAN”.

4. Yang keempat adalah MANDALA WENING dalam tingkatan ini hanya dapat tercapi jika seseorang telah memikirkan tentang “KASIH SAYANG’.

5. Yang kelima adalah MANDALA WANGI tingkatan ini hanya dapat tercapai jika seseorang telah memikirkan tentang “KEBENARAN”.

6. Yang keenam adalah MANDALA AGUNG hanya dapat tercapai tercapai jika seseorang telah memikirkan tentang “KEHIDUPAN BANGSA DAN NEGARA”.

7. Yang ketujuh adalah MANDALA HYANG dalam tingkatan ini mungkin seseorang di tingkat kewalian yang dapat tercapai jika seseorang telah memikirkan “KESEMESTAAN”

 

SAPTA MANDALA SALIRA

(Tujuh lapisan Kesadaran dalam diri)

Seseorang yang telah mampu terlepas dari keterikatan duniawi (tan = tidak; akung = terikat). Pada malam seseorang melakukan peningkatan kesadaran spiritual dari kesadaran rendah (binatang) menuju kesadaran kelepasan (moksa) melalui jalan Tapa, Brata, Yoga dan samadhi.

 Hasil gambar untuk mandala kasungka

Ia akan membuat sebuah goresan lembut – halus perjalanan memahami kesadaran dirinya secara mendalam lewat meditasi ke dalam diri melintasi mandala-mandala yang tersusun rapi dalam energi halus pada tubuh astral sendiri. Perjalanan pendakian spiritualnya sang pelakon kisah Lubdhaka (Lubdha = Loba dan kebodohan) menuju ke kesadaran yang terang menderang membahagiakan. Dari perjalanan yang halus lembut ini tergores sebuah cerita spiritual Malam. Pendakian spiritual kedalam diri melintasi cakra-cakra (energi halus) yang tersembunyi di dalam badan.

Seperti pada Bhuwana Agung terdapat tujuh mandala (undakan) seperti : Bhuh, Bhwah, Swah, Mahah, Janah, Tapah dan Satyah.

Pada Bhuwana Alit juga terdapat 7 undakan atau lapisan kesadaran yang mencirikan sifat-sifat manusia itu sendiri. Ke-tujuh lapisan keasadaran itu adalah :  (1) Mandala Kasungka, (2) Mandala Seba, (3) Mandala Raja, (4) Mandala Wening, (5) Mandala Wangi, (6)Mandala Agung dan (7) Mandala Hyang.

1. Mandala Kasungka, (Cakra Muladhara di daerah sex, aura warna merah) merupakan undakan paling bawah/dasar, mencirikan bahwa manusia itu masih terikat oleh Sad Ripu dan Sapta Timira. Mereka yang berada pada Mandala dasar ini masih memiliki sifat-sifat binatang. Makan, minum, tidur selalu berlebihan. Memenuhi nafsu merupakan dasar kesadaran hidupnya. Hidupnya selalu berkeinginan berkuasa, mau menang sendiri tanpa peduli orang lain.

2. Mandala Seba, (Cakra Svadisthana di limpa, aura warna orange) merupakan undakan nomor dua, berarti manusia selalu berpikir demi dan untuk diri sendiri saja. Memenuhi perut sendiri, sementara tidak pernah memikirkan orang lain diluar dirinya. Mereka yang berada pada mandala ini masih jauh dari yang namanya memahami kehidupan orang lain. Mereka hanya menghargai diri sendiri dan tidak pernah peduli pada kehidupan orang lain, selalu menumpuk dan memupuk  mekayaan untuk diri sendiri. Orang semacam ini selalu ingin minta dihargai, namun tidak pernah menghargai orang lain.

3. Mandala Raja, (Cakra Manipura di empedu, aura warna kuning) merupakan undakan yang ke tiga, tiada lain adalah mereka yang telah memahami kesadaran kebenaran dan kebijaksanaan antara kata dan tindakan. Mereka yang sudah sampai pada mandala ini tujuan dari hidupnya hanya mencari kesentosaan hidup dan kesentosaan hidup orang lain. Mereka yang ingin menjadi pemimpin sepatutnya mengetahui mandala ini. Mereka yang berada pada mandala ini sudah memahami kesejahteraan orang lain tanpa mendahulukan kepentingan pribadinya.

4. Mandala Wening, (Cakra Anahata ada di jantung, aura warna hijau) yaitu merupakan mandala (undakan) ke-empat yaitu bagi mereka yang telah memahami nilai Cinta Kasih dan Kasih Sayang semua Makhluk. Tiada pernah berhenti untuk membuat orang lain  damai dan bahagia. Siapa  yang sudah sampai pada mandala ini tidak lagi mendahulukan kekuasaan dan mengumpulkan artha hanya untuk kebutuhan hidupnya saja. Tidak lagi melakukan kegiatan yang berlebihan (hura-hura), mengumbar kemampuan diri, memasalahkan klan/warna dalam kehidupan. Karena dalam pemahaman hidupnya bukan itu yang menjadi inti sari pemikirannya.

5. Mandala Wangi, (Cakra Visuddha pada tenggorokan, aura warna biru) merupakan undakan ke-lima. Mereka yang sudah sampai pada mandala ini dalam hidup dan kehidupannya selalu berdasar pada landasan Dharma. Dimana dan kapanpun perilakunya selalu berdasarkan dharma atau kebenaran. Bukan karena suatu agama, bukan pula karena suatu warna, akan tetapi memang dasar kehidupannya selalu memulyakan dharma itu sendiri. Dharmalah yang memenuhi tubuh, pikiran dan rasa pada dirinya. Memiliki keteguhan mental dalam spiritual.

6. Mandala Agung, (Cakra Agnya di antara kedua alis, aura warna nila) merupakan mandala ke-enam. Dimana pada mandala agung ini manusia yang tidak lagi membicarakan tentang warna, klan, ras, tidak ada lagi rasa perbedaan antara yang satu dengan orang lainnya. Disini mereka menyadari manusia adalah sama (Tatwam Asi). Yang menjadi inti hidupnya adalah kebahagian hidup sebuah negara, bangsa serta kebahagian hidup secara keseluruhan di muka bumi ini. Hanya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup semua makhluk yang menjadi tujuan hidupnya. Dapat menguasai diri, penuh ilham dan bijaksana mendalam.

7. Mandala Hyang, (Cakra Saharara adanya di ubun-ubun, aura warna ungu) mandala ini yang paling utama(luhur). Mandala Hyang merupakan puncak kesadaran pada diri manusia. Tingkat pencapaian rohani dengan ilahi, kesadaran kosmis. Mandala ini merupakan kesadaran manusia untuk memahami kesujatian diri. Pada mandala ini manusia memahami satu kesatuan antara Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit. Pada kesadaran ini manusia hanya memikirkan kesadaran kemanunggalan antara Atma dan Paramatma (sangkan paraning dumadi). Menuju tempat kesadaran suci panunggalan dengan Maha Agung yang disebut Moksa (moksartam jagadhita). Terbebas dari keterbelengguan oleh hal kesenangan maya jagat ini menuju kebahagiaan yang Maha Agung Sempurna.



Penulis : Dedi E Kusmayadi di Selasa, Januari 24, 2017

 Sumber : https://ahmadsamantho.wordpress.com/2018/05/05/ajaran-leluhur-bangsa-nusantara-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...