Jumat, 28 Mei 2021

Kenabian

 

Kenabian (bahasa Arab: النبوة) berarti membawa pesan wahyu dari Allah swt untuk membimbing umat manusia. Untuk memenuhi tujuan penciptaan dan pencapaian manusia pada kesempurnaan yang di kehendaki, pengutusan para nabi adalah hal yang darurat dan diperlukan. Ciri-ciri paling penting para nabi adalah berikut: penerimaan wahyu, keajaiban (mukjizat) dan keterjagaan dari dosa (ismah).

Ajaran kenabian termasuk dari prinsip-prinsip agama, yang mana percaya kepadanya adalah suatu keharusan dan syarat menjadi seorang Muslim. Ajaran ini dalam Islam berarti meyakini kenabian Nabi Muhammad saw dan para nabi yang disebutkan dalam Alquran atau hadis. Kenabian dimulai dari Nabi Adam as dan sesuai dengan ayat eksplisit dari Alquran, berakhir dengan kenabian Muhammad saw. Syiah dan Sunni dalam hal ini satu sama lain sependapat.

Berdasarkan ayat-ayat Alquran dan hadis, Syiah percaya bahwa setelah kenabian berakhir, Allah akan menempatkan Para Imam untuk menjaga, melestarikan dan menjelaskan agama.

Pengertian Konsep

Secara Leksikal

Kata nubuwah berasal dari akar nabaa (نبأ) atau Nabau (نبؤ). Bentuk kata ini dalam bahasa Arab digunakan dalam beberapa arti diantaranya adalah: Pemberi berita, [1] tempat yang tinggi, [2] keluar dari tempat, [3] jalan yang jelas, [4] dan suara yang tersembunyi. [5]

Risalah adalah kata dasar(masdar) [6] dari akar "Ro' (Sin) Lam" yang bermaknakan pesan, buku, kenabian, misi dan rasul [7] dan kata jamaknya adalah Rasail [8] dan risalat. [9]

Rasul juga adalah masdar dari bentuk kata rasala yang asalnya berarti berdiri dengan damai dan dalam istilah agama memiliki arti pembawa pesan dan utusan untuk penyampaian hukum-hukum dan ketentuan [10] dan hal-hal yang telah diwahyukan kepadanya. [11]

Secara Idiomatik

Ulama Islam dari setiap sekte dan keyakinan, telah menyebutkan tentang definisi dari kenabian. Sebagian telah menjelaskan kenabian dengan dekoratif dan fitur-fiturnya dan sebagian lainnya juga mencoba untuk memberikan definisi yang akurat dan komprehensif. Fitur umum yang serupa dalam semua definisi ini, ada beberapa poin:

  • Seorang Nabi tentunya dari jenis manusia; [12]
  • Tujuan dakwanya, memberi petunjuk kepada seluruh manusia; [13]
  • Isi dan kandungan dakwah, pengetahuan-pengetahuan tentang Tuhan dan pengetahuan-pengetahuan yang memiliki efek dari aspek teori dan praktek terhadap kehidupan masyarakat dan menyampaikan mereka pada kebahagiaan dunia dan akhirat; [14]
  • Sumber beritanya, Tuhan; [15]
  • Penerimaan wahyu tanpa perantara manusia lain; [16]
  • Nabi menyampaikan pesan Tuhan kepada Masyarakat; [17]
  • Dengan demikian, dapat diyakini bahwa Nabi adalah seorang manusia yang dibangkitkan dengan tujuan untuk memberi petunjuk kepada seluruh manusia dan menyampaikan kepada masyarakat pengetahuan-pengetahuan yang ia terima langsung dari Tuhannya tanpa mediasi manusia lainnya. [18]

Pentingnya Pengutusan Para Nabi

Masalah kebutuhan manusia kepada agama dan perlunya para Nabi pada pembahasan-pembahasan penting tentang teologis dan para teolog dan filsuf senatiasa membahasnya. Permasalahan ini sejak dahulu telah menjadi perdebatan para ulama. Diantara kelompok-kelompok yang ada, hanya kelompok para pengikut Hindu yang bernama Brahma yang menganggap bahwa pengutusan para Nabi dan penurunan syariat-syariat langit adalah hal yang sia-sia dan sebagian para cendekiawan menerimanya dengan baik dan menyatakan pengutusan itu adalah sebuah hikmah, juga membahas tentang penting dan tidak pentingnya hal tersebut bagi Tuhan. Pada abab-abad terakhir juga beberapa filosuf Barat terobsesi dengan membaca agama-agama memperkenalkan bahwa keberadaan agama-agama dan para nabi Ilahi bukan hanya tidak diperlukan, bahkan kontraproduktif dan menghambat pertumbuhan dan kebebasan manusia serta opium negara. [19] Berbagai argumen tentang keharusan pengiriman para Nabi telah disampaikan. Sebagian dari argumen-argumen ini, memiliki aspek ekstra-religius dan sebagiannya lagi hanya berdasarkan pondasi-pondasi dan isu-isu agama.

Pendekatan Ekstra-Religius

Berdasarkan pembahasan teori ilmu-ilmu Humaniora, sebuah kelaziman bagi Allah untuk mengirim para nabi supaya membimbing umat manusia ke jalan hidayah. Pembuktian tentang kebutuhan ini dapat dibuktikan dengan beberapa pendahuluan:

  1. Allah adalah Pencipta manusia dan dari penciptaan ini ada satu tujuan yang dicari. Tujuan itu untuk mencapai kesempurnaan manusia;
  2. Manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak dan kebijaksanaan dan berdasarkan dengan kaidah lutf (karunia dan anugrah) maka sudah merupakan hal yang diperlukan bahwa Allah harus meletakkan suatu usaha bagi manusia untuk mengenalkan dan memilah jalan kehidupan yang benar dan sampai pada kesempurnaan.
  3. Ilmu pengetahuan dan akal saja tidak cukup untuk mengidentifikasi semua aspek material dan kehidupan spiritual.
  4. Wajib bagi Allah untuk mengambil rute lain selain rasa dan akal, guna menunjukkan jalan kepada manusia.
  5. Tidak semua manusia dapat berkomunikasi dengan dunia gaib melalui wahyu, oleh karena itu, Allah perlu memilih seseorang yang dipersiapkan untuk hubungan ini dan melalui mereka Ia menjelaskan tujuan dan arah kehidupan yang benar bagi manusia. [20]

Pendekatan Inter-Religius

Dalam teks-teks agama, hikmah pengutusan para nabi adalah sebagai berikut:

  • Menghidupkan urusan-urusan fitrah dan mengatasi ketidakjelasan-ketidakjelasan akal; [21]
  • Menyempurnakan hujjah terhadap hamba-hama Allah dan menutup jalan untuk beralasan; [22] [23]
  • Menyampaikan syariat dan menjelaskan hukum-hukum Ilahi kepada masyarakat; [24]
  • Mengajar dan mendidik masyarakat; [25]
  • Menegakkan keadilan dan kesamarataan dan mencegah kelaliman dan kezaliman para hamba dengan sesama lainnya; [26]
  • Kebebasan para hamba dari penghambaan kepada penguasa dan kelaliman serta penguasaan hamba-hamba yang lain. [27] [28]

Dugaan Brahma: Akal cukup

Sebagian kelompok seperti Brahma dan Deisme mengklaim bahwa manusia untuk mengetahui jalan kehidupannya yang benar tidak memerlukan kepada para nabi. [29] Argumentasi yang terpenting kelompok ini adalah bahwa pesan para nabi ini sesuai dengan akal atau bertentangan dengan akal, dan jika sesuai dengan akal karena kita sudah mempunyai akal maka kita tidak lagi memerlukan seorang Nabi dan apa yang dia pesankan dan jika bertentangan maka akal akan melarang untuk menerimanya. [30] Padahal orang-orang yang meyakini agama langit percaya bahwa akal dan pengalaman manusia tidak tidak memiliki kemampuan untuk mengenal seluruh dimensi alam dan metode-metode kehidupan baik yang materi ataupun rohani. [31] Dan dalam kasus di mana akal memiliki kemampuan untuk mengidentifikasinya (seperti tidak baiknya mencuri), pengenalan Tuhan dan keyakinan dalam kebangkitan juga menjamin pelaksanaannya. [32]

Tujuan-tujuan dan keutamaan-keutamaan Pengutusan Para Nabi

Pengiriman para nabi adalah untuk memenuhi tujuan penciptaan manusia, dengan demikian tujuan utama pengiriman nabi tujuan penciptaan manusia. [perlu rujukan] di samping tujuan utama ini, terdapat tujuan sekunder dan menengah. Alquran al-Karim untuk membuktikan pengutusan para nabi dan kenabian mereka menjelaskan beberapa alasan, diantaranya adalah sebagai berikut:

Imam Ali as mengatakan: Allah swt mengutus para nabi supaya para hamba Allah mempelajari apa yang tidak diketahui mereka tentang tauhid dan sifat2 Tuhan dan mengimani tentang ketuhanan dan keesaan Allah setelah sebelumnya menyangkal hal tersebut. [33]

  • Pengajaran dan pendidikan [catatan 2]
  • Mendirikan keadilan dan kesamarataan [catatan 3]
  • Emansipasi manusia dari penyembahan nafsu dan belenggu-belenggu kebudayaan yang salah. Pembebasan manusia dari belenggu Iblis dan sensualitas dan bergerak menuju kesempurnaan dan spiritualitas, perlu pengenalan jalan kebenaran dan kebatilan. Para nabi iniah yang dengan mendapatkan dan menerima wahyu, mengetahui segala pengetahuan yang dibutuhkan manusia untuk kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. [catatan 4]
  • Kabar gembira dan peringatan. Pemberian kabar gembira kepada orang-orang yang melakukan kebaikan dan memberikan peringatan kepada mereka dari melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan yang tidak terpuji. [catatan 5]
  • Pemberiatan ultimatum. Jika mereka bukan para Nabi, mungkin sebagian mengklaim jika para Nabi Ilahi datang, kami akan menyambut mereka dengan tangan terbuka dan kami memperlakukan mereka dengan baik. [catatan 6]
  • Pengadilan dan penilaian dalam menyelesaikan perselisihan. [catatan 7]
  • Menyeru pada hayat dan kehidupan sempurna yang nyata. [catatan 8] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...