Minggu, 19 Januari 2014

A Second Wife ( Seorang istri kedua)






 Ilustrasi
Bism Allah Ar-Rahman Ar-Rahim. . .

Bagi sebagian besar masyarakat kita rumah tangga poligami digambarkan sebagai bentuk ketidak setiaan seorang suami terhadap istri sebelumnya. Istri kedua dianggap sebagai perebut suami orang dan istri pertama adalah korban.

Benarkah demikian?

..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..(Qs. An Nisaa’ (4) : 3) Inilah penjelasan Al-Quran tentang poligami.

Pada hakikatnya kedudukan istri pertama maupun kedua ialah sama yang membedakan hanyalah kapan dan siapa lebih dahulu dinikahi. Permasalah korban dan pelaku itu adalah anggapan yang kurang mendasar sebab ketika suatu rumah tangga dibangun pastilah tak lepas dari pertikaian. Namun jika seorang laki-laki memutuskan menikah kembali tanpa menceraikan istri pertamanya dan tetap mengayominya bersama-sama istri kedua tersebut apakah masih dapat dikatakan sebagai korban dan pelaku?

Islam sebagai agama mayoritas di negeri ini ternyata telah memudar dari banyak sanubari. Islam telah mengatur poligami sebagai suatu HAK mutlak bagi kaum adam dengan syarat-syarat tertentu. Ketika syarat-syarat ini terklaksana tak ada yang menjadi korban maupun pelaku.

Berbalik dari situasi diatas pernahkah anda berfikir istri kedualah sang korban?

Pernahkan ada selintas banyang rasa cemburu dapat menjalari seorang wanita kedalam kesia-siaan perilaku? Cemburu adalah sebuah fitroh manusia dan juga wanita termasuk didalamnya. Bahkan seorang ummu mukminun Aisyah RA sanggup memecahkan piring madunya karena cemburu.

Namun ketika kecemburuan telah memasuki areal hasad (menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain) inilah yang tercela.

Berkaitan dengan hal itu istri pertama hendak memisahkan antara suaminya dengan istri kedua ataupun melakukan penekanan-penekanan yang bersifat memojokan baik kepada suami maupun madunya. Inilah salah satu realitas yang terlupakan oleh banyak masyarakat kita. Rumah tangga poligami terlanjur digeneralisasi sedemikian rupa tanpa lagi mengkaji fakta-fakta lapangan dan BAHKAN MEREMEHKAN ATAU MENCIBIR peranan istri kedua tersebut padahal iapun memiliki HAK & KEWAJIBAN YANG SAMA.

Korban ataupun tidaknya seseorang didalam rumah tangga adalah tergantung dari semua pihak dalam pertalian rumah tangga tersebut. Suamipun dapat menjadi korban ketika api cemburu merasuki istri-istrinya secara membabi buta tanpa lagi memandang kaidah-kaidah agama.

Pernikahan seharusnya memberi ketentraman kepada seluruh anggota keluarga dan ini dapat dijalankan dalam rumah tangga monogami maupun poligami karena realitas lapangan menunjukan banyak rumah tangga poligami yang sukses dalam bahtera rumah tangganya.

Karena yang terpenting dari semuanya adalah rasa syukur dalam kehidupan ini..

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667)

Oleh : Rarasati
Label: Ruang Hati
 http://duniakuberwarna.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...