Rabu, 19 Maret 2014

Menjelang Pileg & Pilpres 2014




Jargon demokrasi kembali akan di uji, di hamparan zamrud khatulistiwa. 9 April menjadi hari H, untuk melaksanakan hajatan demokrasi dari sebuah pesta glamour yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengaku dirinya pantas menjadi pemimpin. Rakyat yang kebanyakan tidak tahu apa itu demokrasi, apa itu anggota legeslatif dijadikan sebagai alat untuk mewujudkan ambisi kekuasaan dari satu sistem politik yang tidak jelas arah dan tujuannya.

Dalam pemilihan anggota legislatif, rakyat dipaksa untuk memeilih wakil yang tidak jelas asal-usulnya, tidak jelas visi & misinya, tidak jelas program kerjanya, tidak jelas prestasinya tidak jelas komitmen moralnya. Maka bukan suatu pembangkangan kalo dalam pileg 2014 ini banyak rakyat yang menjadi Golput., karena memang tidak ada pilihan yang benar-benar sesuai dan mewakili aspirasinya.

Setali tiga uang dengan Pilpres, yang akan dilaksanakan beberapa bulan berikutnya. Masing-masing partai telah mendeklarasikan calon-nya. Ada yang sudah jauh-jauh hari mengumumkanya ada WIN-HT, ada ABR, ada Rhoma Irama, Prabowo Subianto, Surya Paloh, Dahlan Iskan, Pramono Edi Wibowo dll,  ada juga yang mendeklarasikan pencalonan jagoanya menjelang kampanye seperti Jokowi dari partai PDIP.

Pertanyaannya, apakah rakyat benar-benar tahu siapakah meraka itu masing-masing para Capres? Adakah yang benar-benar tahu, Prabowo itu siapa?, Jokowi itu siapa? Si A itu siapa?, si B itu siapa?, Silsilahnya bagaimana?, masa lalunya kaya apa?, prestasinya apa saja? Botohnya siapa?, dananya berapa? Kemudian kalo rakyat tidak tahu apakah sesuatu itu tempe atau bukan lantas mau memakannya?

Dalam idiom keislaman dikenal beberapa cara untuk mengambil keputusan terkait fenomena dalam kehidupan. Ada yang menggunakan Udzunul Yakin, Ainul Yakin, Ilmu Yakin dan yang tertinggi Haqul Yakin. Udzunul Yakin : berani memutuskan pilihan berdasarkan dengan apa yang di dengar. Ainul Yakin adalah mereka yang berani menjatuhkan pilihan dengan berdasarkan apa yang dilihat. Ilmu Yakin, ini agak sedikit lebih ilmiah : berani menentukan pilihannya berdasarkan pada pengamatan, penelitian, survey  dls, yang dilandasi dengan ilmu yang dimilikinya. Haqul Yakin adalah mereka yang berani memilih berdasarkan ilmu yang dimilikinya ditambah dengan kemampuan intuisi & spiritualnya.

Kebanyakan rakyat Indonesia sekarang ini baru pada level Udzunul Yakin & Ainul Yakin, mereka memilih berdasarkan apa yang didengar dan apa yang dilihat. Sangat inderawi sekali. Padahal kalo kita jujur apa yang didengar dan apa yang dilihat itu disajikan oleh media. Kemudian pertanyaanya berapa persenkah tingkat kepercayaan rakyat kepada media? Berapa banyak media yang tidak berafiliasi terhadap partai/politikus? Berapa banyak media yang berani menyuarakan kebenaran & kejujuran? Berapa banyak media yang netral, tidak membawa misi kepentingan/interest? Lantas apa yang didengar dan dilihat itu disajikan oleh media yang tidak netral, banyak manipulasi dan kebohongan publik kemudian dijadikan dasar rakyat untuk menjatuhkan pilihanya pada Capres yang ada. Bagaimana jadinya bangsa dan negara Indonesia nanti?

Mungkin rakyat Indonesia harus kembali bersabar, berhati-hati untuk tidak terjebak dalam kehancuran yang lebih dahsyat. Menunggu datangnya pemimpin yang benar-benar mencintai dan dicintai rakyatnya, pemimpin yang bisa mengantarkan kepada “Toto Tentrem Kerto Raharjo – Gemah Ripah Loh Jinawi” Pemimpin yang ditunggu sekaligus dinantikan. Dan hanya pertolongan Gusti yang Maha Kuasa saja yang bisa menjadikan Indonesia sebagai bangsa besar di bawah kepemimpinan pemimpin yang di Ridoi-Nya. Kalau itu tidak bisa terwujud pada Pilpres 2014 mudah-mudahan bisa terwujud pada periode-periode berikutnya. Insya Allah.

(AsTo Qoeli, Maret 19-2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...