Jumat, 10 Maret 2017

Pembuktian 17 Rakaat shalat (Pendekatan Numerik)

Sudah sama-sama diketahui bahwa shalat adalah ritual ibadah fardhu yang diamalkan bagi setiap muslim yang istiqamah dengan Iman dan Islamnya. Jumlah masing-masing rakaat pun dari 5 waktu yang di fardhu kan, telah dilaksanakan dengan penuh khusyu’ dan keyakinan. Insya Allah, seluruh amal ibadah tersebut diterima dengan baik oleh Allah swt.
Dalam tulisan ini kami hanya ingin berbagi ilmu dengan mengulas bagaimana terlahirnya masing-masing jumlah rakaat dari 17 rakaat dalam 5 waktu tersebut. Wacana ini tentu sudah banyak disampaikan oleh para ahli agama, dengan kajian verbal Al Qur’an dan Hadist. Namun, mungkin masih sedikit yang mengulasnya dari sisi numerik Al Qur’an. Harus di akui dengan jujur, riwayat hadist shahih tentang bagaimana terlahirnya jumlah masing-masing rakaat tersebut (seandainya ada), ternyata masih sangat minim sosialisasi nya kepada ummat. Bahkan dengan keminiman tersebut, kamipun sampai saat ini, belum berhasil menemukan riwayat shahih yang menjelaskan hal ini secara terperinci. Kecuali, keterangan-keterangan shahih yang menjelaskan tentang waktu-waktu pelaksanaannya saja. Tanpa bermaksud mengabaikan atau mengenyampingkan riwayat shahih yang minim sosialisasinya, dan bukan pula atas dasar keraguan pada keberadaan ritual shalat yang sudah dijalani ummat selama ini, serta sambil berharap dan berusaha mendapatkan referensi shahih tersebut, kami dari pengkaji Al Qur’an melalui pendekatan numerik Al Qur’an, berusaha mencari referensi shahih dan aktualnya dari sang sumber ilmu itu sendiri, Al Qur’an. Sebuah ikhtiar, yang dilandasi oleh keyakinan bahwa memang benarlah adanya Al Quran adalah kitab petunjuk (huda li naas), sumber dari segala sumber ilmu.
Selanjutnya, bila memperhatikan dari sisi redaksi verbal Al Qur’an, ternyata untuk hal ini pun tidak ada penjelasan sama sekali. Tidak ada satupun redaksi verbal (terjemahan) Al Quran yang menjelaskan hal bilangan rakaat dari masing-masing waktu shalat. Nah, berangkat dari di sinilah keingintahuan kami bermula. Karena harus diyakini bersama, bahwa Al Qur’an adalah sumber dari segala ilmu, pastinya untuk hal yang sangat penting seperti jumlah rakaat shalat, tentu ada keterangannya di sana. Kalau tidak ada disisi redaksi verbalnya, mungkin dari sisi numeriknya.
Pembuktian Melalui Lafadz Shalat
Di Al Qur’an, sebagian besar ayatnya yang menjelaskan tentang shalat, menggunakan lafadz : ﺻﻟﻮﺓ
Secara nilai numerik kata Shalat ini dapat diuraikan sbb :
Perhitungan Metode I :
 LAFADZ SHALAT
  • Bila diperhatikan, diantara ke 4 nilai tersebut, ternyata ada 2 nilai yang tidak bisa disubsitusikan menjadi JUMLAH AYAT di Al Qur’an, yakni nilai 23 dan 32. Karena dari ke 114 surat di Al Qur’an, tidak satupun yang memiliki jumlah ayat sebanyak 23 ayat atau 32 ayat.
    • 23 dan 32 digabungkan menjadi 2332, terdiri dari     :     4 Digit
  • Lalu ke 2 nilai ini ditambahkan menjadi 23 + 32 = 55,
    • sehingga terbentuk 2 angka : 55 yang terdiri dari      :     2 digit
  • Nilai 55 disubsitusikan menjadi nomor surat yakni :
  • Surat ke 55 adalah Ar Rahman = 78 ayat
    • Bila digabungkan sistem digitnya menjadi nilai 5578 :     4 digit
  • Di Al Quran ada satu surat lagi yang berjumlah 78 ayat, yakni :
  • Surat ke 22 (Al Hajj) = 78 ayat
    • sehingga sistem digitnya menjadi 2278                       :     4 digit
  • Ke 2 surat di atas 22 dan 55, dijumlahkan dengan metode :
  • 22-55(rakaatshalat)
    • Nilai 233, sistem digitnya terdiri dari                           :     3 digit
  • Perhatikan pembentukan sistem digit dari masing-masing kelompok yaitu : 4 – 2 – 4 – 4 – 3
Bukankah nilai tersebut sama dengan :
4 rakaat Isya’ – 2 rakaat Shubuh – 4 Rakaat Dzuhur – 4 rakaat ‘Ashar dan 3 rakaat Maghrib.
  • Dari nilai akhirnya (pada perhitungan titik Maghrib/3 digit) terdapat nilai 233. Bila ditambahkan dengan nilai 5 (jumlah waktu shalat fardhu) maka menghasilkan nilai : 233 + 5 = 238
  • Satu-satunya surat yang bisa mencapai ayat ke 238 adalah Qs. 2 (Al Baqarah), yang terjemah dari ayatnya adalah : “Peliharalah semua shalat dan shalat Wusthā. Dan laksanakanlah (karena Allah dengan khusyuk” 2;238.
Perhitungan Metode II :
Uraian pada Metode I di atas ditinjau dari 2 nilai (23 dan 32) yang tidak bisa disubstitusikan sebagai jumlah ayat. Bagaimana dengan nilai 14 (ﺹ) dan 26 (ﻭ) nya? Nilai ini, bisa disubstitusikan menjadi jumlah ayat dari 2 buah surat, yakni. Qs. 61 (Ash Shaf) : 14 ayat dan Qs. 88 (Al Ghaasyiah) : 26 ayat.
Selanjutnya Mari kita ulangi dengan sedikit perbedaan metode perhitungan, yaitu :
  • Nilai 14 dan 26, digabungkan
    • menjadi 1426 dengan jumlah digit                            :     4 digit
  • Nilai 14 dan 26 dijumlahkan : 14 + 26 = 40
    • Nilai 40 sistem digitnya menjadi                                :     2 digit
  • Di Al Qur’an ada 2 surat yang berjumlah 40 ayat yakni Surat ke (75 dan 78) :
  • Surat ke 75 (Al Qiyamah) : 40 ayat
    • Digabungkan menjadi 7540 atau                                :     4 digit
  • Surat ke 78 (Al Naba) : 40 ayat
    • Digabungkan menjadi 7840                                        :     4 digit
  • Ke 2 surat di atas 75 dan 78, dijumlahkan dengan metode :
  • 7578(rakaatshalat)
    • Nilai 233, sistem digitnya terdiri dari                                 :     3 digit
  • Dengan perhitungan yang sedikit berbeda, ternyata menghasilkan nilai yang sama, yaitu :
4 rakaat Isya’ – 2 rakaat Shubuh – 4 Rakaat Dzuhur – 4 rakaat ‘Ashar dan 3 rakaat Maghrib.
Perbedaan antara metode I dan II adalah :
Metode I      :     Nilai 23 dan 32, tidak dapat disubstitusikan menjadi jumlah ayat, lalu keduanya dijumlahkan (23 + 32=55). Selanjutnya, karena berangkat dari “TIDAK BISA DISUBSITUSIKAN MENJADI JUMLAH AYAT” maka nilai 55 disubstitusikan menjadi NOMOR SURAT, yaitu surat 55 Ar Rahman dengan jumlah 78 ayat. Lalu diambil kembali, surat lain yang sama-sama berjumlah 78 ayat, yaitu surat ke 22 (Al Hajj).
Metode II     :     Nilai 14 dan 26, “BISA DISUBSITUSIKAN MENJADI JUMLAH AYAT” (yaitu jumlah ayat dari Qs. 61 dan Qs. 88), lalu keduanya dijumlahkan (14 +26 = 40), karena berangkat dari “BISA DISUBSITUSIKAN MENJADI JUMLAH AYAT”, (kebalikan dengan yang terjadi Metode I), maka nilai 40 langsung disubstitusikan menjadi JUMLAH AYAT, ada 2 surat di Al Quran yang memiliki jumlah 40 ayat, yakni  Qs. 75 (Al Qiyamah) dan Qs. ke 78 (An Naba).
Dari nilai akhirnya (pada perhitungan titik Maghrib) di Metode ke II, pun menghasilkan nilai yang sama yakni : 233. Bila ditambahkan dengan nilai 5 (jumlah waktu shalat fardhu) maka menghasilkan nilai : 233 + 5 = 238
  • Kembali terjadi hal yang sama di mana nilai 238 bila di lihat dari Qs. 2 ayat 238 adalah : “Peliharalah semua shalat itu dan shalat Wusthā. Dan laksanakanlah karena Allah dengan khusyuk.
  • Subhanallah, pastinya ini bukan sebuah kebetulan, hanya matematika illahiah lah yang memiliki kesempurnaan sistematika seperti ini.
Kembali kepada sistematika Al Qur’an, bila diperhatikan Qs. 2 : 238 (perintah memelihara shalat), berasal dari Qs. Al Baqarah yang seluruhnya berjumlah 286 ayat. Secara konstruksi halamannya, 4 ayat awal dari Qs. Al Baqarah, terpisah sendiri pada halaman ke 3 Al Qur’an bersebelahan dengan halaman ke 2 yang berisi Qs. 1 (Al Faatihah)Sehingga untuk mencapai ayat ke 238 (dimulai dari ayat ke 5), dibutuhkan 234 ayat lagi (atau 4 + 234 = 238). Bila diperhatikan lebih lanjut, bukankah nilai 234 adalah merupakan nilai dasar dalam terbentuknya jumlah bilangan rakaat yaitu : 2 (Shubuh), 3 (Maghrib), 4 (‘Isya-Dzuhur dan ‘Ashar) ?.
Selanjutnya untuk mencapai keseluruhan ayat surat ke 2, Al Baqarah (286 ayat), maka dari ayat 238 menuju ayat ke 286, butuh 48 ayat lagi atau (238 + 48=286). Bila disubsitusikan lebih lanjut, surat ke 48 adalah Al Fath (Kemenangan). Bukankah hal ini sangat erat hubungannya pada panggilan shalat (adzan), dimana terdapat kalimat “Hayya ‘alal falaah…..”, marilah menuju kemenangan (kebahagiaan). Yaaa. Demikianlah adanya, dengan istiqamahnya penegakkan shalat, sudah seharusnya kita ummat Islam, memperoleh kemenangan, meraih kebahagiaan. Bila tidak, berarti perlu kita cermati ulang, kaji ulang dan evaluasi atas kualitas shalat kita. Perintah dan janji serta ketetapan Allah tidak mungkin diingkari atau meleset sedikitpun. Kitalah sebagai insan yang penuh dengan khilaf dan dosa, yang menjadi sebab utama tidak terpenuhinya janji dan ketetapan Allah tersebut.
Masih membahas tentang tulisan sebelumnya (Pembuktian 17 rakaat shalat). Kali ini, mari kita coba hubungkan dengan sistematika 114 sura di Al Quran. Sebagai tahap awal, yang diperhatikan cukup 1 surat awal dan 1 surat akhir, dan 112 surat di antara surat 1 dan 114. Sistematika numeriknya dapat dijelaskan sebagai berikut :
  • Surat ke 1 dari awal dalam Al Quran adalah 1 Al Faatihah dengan jumlah 7 ayat.
  • Surat ke 1 dari akhir dalam Al Quran adalah 114 An Naas dengan jumlah 6 ayat.
  • Diantara surat ke 1 sampai dengan surat ke 114, terdapat 112 surat.
  • Nilai 112 disubsitusikan menjadi nomor surat, yaitu surat ke 112 atau Al Ikhlaash dengan jumlah 4 ayat.
  • Sehingga terbentuk sistematika sbb :
         Qs. 1 (Al Faatihah) 7 ayat – Qs. 112 (Al Ikhlaash) : 4 ayat – Qs. 114 (An Naas) 6 ayat.
  • Memperhatikan Qs. 112 (Al Ikhlaash) dengan makna redaksi verbalnya, yaitu menjelaskan tentang konsep untuk memurnikan keEsaan Allah swt (ketauhidan).
  • Berarti dari awal Al Quran (Qs. 1) sampai dengan akhirnya (Qs. 114), cukup jelas menggambarkan bahwa Al Quran dengan segala hikmah ilmu yang terkandung di dalamnya, akan menghantarkan manusia yang istiqamah berpegang teguh padanya, kepada satu muara, yaitu memurnikan keEsaan Allah (ketauhidan).
  • Nilai 112 juga merupakan jumlah ayat dari Qs. 21 (Al Anbiyaa’/Para Nabi). Hal ini semakin menegaskan bahwa ternyata benang merah dari ajaran dan risalah para rasul adalah tentang ketauhidan, sebagaimana yang ditegaskan pada 21 Al Anbiyaa’ ayat ke 25 : “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku”.
  • Perhatikan korelasi dari nilai 21 dan 25, pada ayat di atas. Qs. 21 adalah Anbiyaa’ : Para Nabi, sedangkan nilai 25 nya adalah merupakan jumlah para nabi yang wajib diimani. Artinya pada ayat ini jelas menegaskan bahwa : pengutusan seluruh rasul kemuka bumi ini, tidak lain adalah untuk menyampaikan dan meyakinkan seluruh ummat manusia bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan oleh karena itu maka sembalah Dia.
  • Dengan landasan ketauhidan inilah, maka selanjutnya nilai 4 (jumlah ayat dari Qs. 112) akan dijadikan sebuah parameter sistematika selanjutnya.
  • Konsep tauhid, adalah hanya ditujukan kepada yang Maha Esa/Satu (Allah), sebagaimana redaksi verbal dari Qs. 112 yaitu : “Katakanlah (Muhammad), “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa”.
  • Maka gerak sistematika numeriknya dibuat terbalik, yaitu dari surat ke. 114 (akhir) menuju ke surat ke 1 (awal). Atau menjadi : Qs. 114 – Qs. 112 – Qs. 1.
  • 114 berjumlah 6 ayat dan Qs. 1 berjumlah 7 ayat. Dengan parameter 4 ayat dari Qs. 112 yang menjadi rumus pemilahan jumlah ayat (Qs. 114 dan Qs. 1), maka selanjutnya : 6 ayat dari Qs. 114 menjadi : 4 + 2, dan jumlah 7 ayat dari Qs. 1 , menjadi : 4 + 3.
  • Sehingga terbentuklah sistematika urutan baru yaitu : 4 + 2, 4, dan 4 + 3.
  • Bukankah ke 5 variabel tersebut ternyata merupakan urutan jumlah rakaat dalam 5 waktu ?. Yakni :
         4 (Isya’) – 2 (Shubuh) – 4 (Dzuhur) – 4 (‘Ashar) dan 3 (Maghrib).
Lebih jelasnya lihat skema di bawah :
Lampiran (114-1) rakaat shalat
  • Mari kita eksplor lebih jauh lagi hasil di atas. Khususnya pada titik Dzuhur. Coba perhatikan Qs. 112 = 4 ayat. Nilai 112 bila masing-masing variabelnya dijumlahkan : 1 + 1 + 2 = 4. Dan jumlah ayatnya pun 4 ayat.
  • Lalu perhatikan lafadz kata Dzuhur dalam bahasa Arab yaitu :

ﻈﻬﺮ

  • Terdiri dari huruf : Dza ()= abjad ke 17, Ha () = abjad ke 27 dan Ra () abjad ke 10, sehingga bila dijumlahkan seluruhnya menjadi : 17 + 27 + 10 = 54, Seperti skema di bawah ini :
Dzuhur
  • Sebelumnya sudah didapatkan nilai 4 (dari penjumlahan tiga variabel nomor surat 112 menjadi 1 + 1 + 2 = 4), lalu nilai 4 (jumlah ayat Qs. 112)
  • Mari kita jumlahkan ke 3 hasil di atas : 4 + 4 + 54 = 62. Apakah surat ke 62 di Al Quran ?. Surat tersebut adalah Al Jum’ah (Hari Jum’at) dengan 11 jumlah ayat.
  • Tentunya sudah dapat dikorelasikan bukan, mengapa Shalat Jum’at tepat jatuhnya pada waku Shalat Dzuhur ?.
  • 62 (Al Jum’ah) = 11 ayat. Kembali dijumlahkan nilai yang ada pada jumlah ayatnya : 1 + 1 = 2. Bukankah Shalat Jum’at yang tepat jatuh pada waktu Dzuhur berjumlah 2 rakaat ?.
  • Subhanallah… sedemikian sempurna sistematika numerik Al Quran, matematika Ilahiah tentunya.
Untuk kesekian kalinya, matematika Ilahiah menunjukkan kesempurnaannya. Lantas apalagi yang diragukan atas nilai-nilai numeral di Al Quran ?.
Mari cermati ayat di bawah ini :
“Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan, “Dia (Muhammad) telah mengada-adakannya.” Tidak, Al- Quran itu kebenaran (yang datang) dari Tuhan-mu, agar engkau memberi peringatan kepada kaum yang belum pernah didatangi orang yang memberi peringatan sebelum engkau; agar mereka mendapat petunjuk”. Qs. 32 (As Sajdah) ayat 3.
Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan kafir yang menganggap Al Quran adalah Rasulullah saw yang mengada-adakannya, atau hasil karya cipta Muhammad saw. Sungguh, Al Quran adalah kebenaran yang datang dari Allah, agar kita mendapat petunjuk. Baik itu kebenaran dari redaksi verbalnya, nilai numeriknya, dan hal-hal hal lain yang tersurat dan tersirat di dalamnya.
Pada uraian sebelumnya, telah dijelaskan 2 tulisan tentang pembuktian jumlah 17 rakaat dalam shalat fardhu (jilid 1 dan jilid 2). Kali ini, uraian dilanjutkan, dengan melihat keterkaitan sistematika numeriknya dengan lafadz Basmalah.
Sebelumnya perlu diperhatikan tentang posisi ayat dari bermulanya basmalah yaitu Qs. 27 An Naml ayat 30. Terlihat dalam visualisasi di bawah ini:
302
Perhatikan nilai 17 pada ‘ain juz 19, ternyata kandungan dari ‘ain nya pun adalah 17 ayat. Jelas nilai ini berhubungan dengan jumlah bilangan raka’at shalat.
Dibawah ini akan disajikan pemilahan abjad-abjad yang terkandung dalam lafadz basmalah, dengan sistem perbedaan dan persamaan abjadnya. Tahap pemilahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Lafadz Basmalah :
235-1
  • Lafadz kata pertama, yaitu BISMI terdiri dari 3 abjad yang BERBEDA, yakni :
bismi-3
  • Lafadz ALLAH, tidak akan di uraikan abjad per abjad, karena memang sudah ketentuannya bahwa “ALLAH” tidak dapat di uraikan (ALLAH tidak dapat dan tidak boleh dihitung). Karena apapun yang didapat dari hasil perhitungan tentang lafadz ALLAH, tetap saja tidak akan menggambarkan/menjelaskan sedikitpun tentang ALLAH yang MAHA TAK TERBATAS dan TAK TERSENTUH OLEH ALAM FIKIR MANUSIA. Sehingga pada lafadz ALLAh, cukuplah dihitung TIANG dari lafadz abjad ALLAH yang berdiri TEGAK saja. Sesuai dengan pembahasan tentang shalat, bukankah sangat sesuai dengan sebuah hadist yaitu : “Shalat adalah merupakan TIANG agama”. Sehingga pada lafadz ALLAH akan terlihat 4 tiang yang tegak :
tiang Allah -4
  • Lafadz kata dari 2 Asma ul Husna, AR RAHMAN dan AR RAHIMterdiri dari 2 Abjad yang BERBEDA, yaitu :
nun-ya-2
  • Selanjutnya ada 8 abjad yang tersisa, ke 8 abjad ini memiliki persamaan abjad masing-masing terdiri dari 4 abjad :
aliflam-ra-ha-mim-44
Dengan metode 4 uraian di atas, yaitu dengan pemilahan sistem perbedaan dan persamaan abjad pada lafadz basmalah, menghasilkan 5 nilai bilangan, yang secara urut akan tersusun menjadi sebagai berikut : 3, 4, 2, 4, 4. Menjelaskan bilangan apakah ke 5 nilai tersebut? Ternyata bilangan tersebut adalah merupakan bilangan jumlah rakaat shalat dalam 5 waktu. Yaitu :
  • 3 :     bilangan rakaat shalat Maghrib
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Isya
  • 2 :     bilangan rakaat shalat Shubuh
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Dhuhur
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Ashar
Dengan memperhatikan keutamaan lafadz ALLAH, maka nilai 4 (tiang abjad yang tegak) pada lafadz ALLAH diletakan pada urutan pertama, sehingga bentuk formasi ke 5 nilai di atas menjadi :
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Isya
  • 2 :     bilangan rakaat shalat Shubuh
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Dhuhur
  • 4 :     bilangan rakaat shalat Ashar
  • 3 :     bilangan rakaat shalat Maghrib
Dengan reposisi nilai seperti formasi di atas, adalah sangat sesuai dengan waktu putaran shalat yang di mulai dari waktu Isya, Subuh, Dhuhur, Ashar dan Magrib. Dengan demikian, jelaslah tentang keterkaitan basmalah dengan nilai 17 rakaat shalat. Ada sebuah makna yang sangat penting dalam penjabaran konektifitas antara basmalah dan shalat disini, yaitu :
  • Bukti nyata seseorang menegakkan kalimat basmalah adalah dengan menegakkan shalat.
  • Selanjutnya, bukti nyata sesorang yang telah menegakkan shalat adalah harus mampu menegakkan kalimat basmalah dalam keseharian nya, dari detik ke detik, menit kemenit, di setiap waktu, langkah, hati dan fikirannya adalah hanya karena dan untuk Allah.
  • Inilah yang dimaksud bahwa pada yaumil hisab di akhirat kelak, apabila sesorang telah dinyatakan baik shalatnya, maka tentu akan baik pulalah seluruh amalan lainnya, sehingga amalan lainnya tak perlu dipertanyakan lagi.
Dengan melihat konektifitas yang jelas antara basmalah dan shalat, tentulah pada masa hisab tersebut, yang dipertanyakan dan dinilai adalah ritual shalat berikut dengan segala implementasinya, yaitu :
  • Apakah shalat yang dilaksanakannya sudah benar-benar memiliki muatan nilai basmalah atau tidak ?
  • Bila ya, apakah nilai-nilai basmalah tersebut sudah direalisasikan dalam sikap dan perilaku serta diimplementasikan (dalam segala hal)?
  • Apabila keduanya sudah terpenuhi, maka hal apalagi kah yang perlu dipertanyakan dan diperhitungkan ? Karena seluruh iman, ilmu dan amalnya sudah sarat dengan nilai-nilai basmalah !
Demikian uraian singkat tentang keterkaitan sistematika numerik Al Quran pada lafadz Basmalah dan 17 rakaat shalat fardhu. Semoga bermanfaat dan menambah keyakinan kita akan ritual yang teramat penting tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...