10 Feb 2014 10:23 am |
Muhammad Ainun Nadjib
Kata Rasulullah, kalau tangan kananmu berbuat baik, tangan kirimu jangan sampai tahu.
Perbuatan baik tidak boleh
ditakaburkan. Tidak boleh dipamerkan. Tidak boleh menjadi peristiwa riya’ di
dalam kalbu orang yang melakukannya.
Ada seorang lelaki setengah baya
masuk Mal. Membawa koper cukup besar. Ia naik eskalator. Tergugup-gugup,
mungkin belum terbiasa menyesuaikan kaki dan badannya dengan mekanisme dan
irama tangga berjalan itu.
Sedemikian rupa sehingga ia
terjatuh, kopernya menggelinding ke bawah, terbuka, dan isinya terbaur keluar.
Isi koper itu ternyata beribu-ribu
lembaran uang sepuluh ribuan.
Tanpa sadar orang-orang yang
berkerumun dan lalu lalang di sekitar tempat itu langsung menyerbu dan meroyok
lembaran-lembaran uang yang berhamburan itu.
Si lelaki setengah teriak-teriak.
Kemudian ia menangis dan menutupi
mukanya. “Uang saya diroyok orang! Uang saya diroyok orang…..”, sambatnya.
Tak ada yang memperhatikannya,
sampai akhirnya tak ada orang tahu juga tatkala ia menghilang.
Ternyata memang ia sengaja. Ia ingin
beramal, tapi jangan sampai ketahuan kalau beramal. Ia pura-pura menangis dan eman
uangnya hilang, agar tak seorang pun menyangka bahwa sebenarnya ia sengaja
melakukan itu. Ia ingin menyempurnakan keikhlasannya.
Lelaki yang saya kisahkan ini sangat
tinggi derajatnya di mata Allah.
Dan itulah bedanya dengan saya.
Derajat saya masih pada strata tugas
“uswatun hasanah”. Memberi teladan yang baik. Celakanya, memberi teladan itu
tidak mungkin dengan menyembunyikannya, melainkan justru harus menunjukkannya.
Saya berdoa kepada Allah: “Ya
Kekasih, nilailah apa yang kulakukan ini sebagai riya’ dan takabur, sehingga
Engkau membatalkan pahalaMu atasku. Karena dengan tiadanya tabungan pahala itu
insyaAllah aku menjadi lebih bersemangat untuk tetap mencoba menabung pahala
dan kemuliaan….”
The post Sempurnanya
Keikhlasan appeared first on CakNun.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar