Satu hari satu malam rasanya sudah cukup, untuk sekedar
melepas rindu bersilaturrahim dengan ibunda ku. Sebagai suatu kewajiban seorang
anak untuk sebisa mungkin berbakti kepada orang tua yang telah melahirkan sekaligus
membesarkan, mendidik dan mengantarkan hingga menjadi seperti sekarang ini.
Patut kiranya aku bersyukur ke hadirat-Nya, karena dikaruniai seorang ibu yang
berusia di atas rata-rata, saat ini berusia sekitar 94 tahun. Kondisi fisik
yang juga masih bagus untuk ukuran seusia beliau.
Walaupun jauh, aku senantiasa menyempatkan waktu untuk
mengunjungi ibu, 2 sampai 3 kali dalam 1 tahun. Yang pasti momen lebaran Idul
Fitri dan sisanya menyesuaikan situasi dan kondisi. Kebiasaan sebelumnya aku
pulang beserta keluarga, akan tetapi pada kali ini keluarga tidak bisa ikut
dikarenakan anak-anak tidak bisa libur dan isteri yang menjaganya di rumah.
Tepatnya tanggal 31 Januari jam 6:30 wibb, aku berangkat dari Bandung ke Solo dengan mengendarai Bus Malam “Kramat Jati”. Rute yang diambil adalah jalur utara. Di luar dugaanku, yang biasanya perjalanan normal bisa di tempuh dalam waktu 10 - 12 jam, tidak untuk kali ini. Jalan jalur Pantura yang kondisinya rusak berat akibat banjir karena curah hujan yang cukup tinggi menyebabkan perjalanan Bus sangat tergangu, maksimal 20 km/jam. Sehingga waktu yang ditempuh hampir 15 jam. A long trip……
Penat & letihnya perjalanan, terobati sudah begitu tiba
di rumah ibu, melihat kondisinya sehat wal afiat. Ada satu hal yang membuat
terharu, kepulanganku memang tidak aku khabarkan sebelumnya. Jadi ibu tidak
tahu kalau aku akan pulang. Beliau menyampaiakan kepadaku bahwa sore hari sebelum keberangkatanku, ibu memanggilku
untuk pulang. “parto…, le.., parto muliho yo le….” Begitu kira-kira panggilan
yang di lontarkan ibu. Bisa jadi itu satu bentuk hubungan batin yang bersifat
metafisika yang kebenaranya sulit untuk dibuktikan dengan ilmu empiris. Tapi
kenyataanya bisa terjadi.
1 x 18 jam aku berada di rumah ibu, tidak banyak aktifitas
yang aku lakukan, selain ngobrol banyak hal sambil memijiti kaki beliau, aku
juga sempatkan untuk berziarah ke makam almarhum bapak aku. Sisa waktu yang ada
aku manfaatkan untuk ngobrol dengan
kakak yang tinggal 1 rumah dengan
ibu & 1 lagi kakak yang tinggal berdekatan dengan rumah ibu.
Ada sedikit kebingungan berkaitan dengan waktu kepulangan,
karena sampai jam 5 sore belum mendapatkan tiket. Kepinginya kembali ke Bandung
dengan menggunakan Kereta Api Lodaya Pagi. Aku coba mencari di salah satu agen
penjualan tiket kereta online, hasilnya nihil alias udah habis untuk semua
kelas. Belum berputus asa, aku mencoba minta bantuan keponakan untuk mencari
kan tiket langsung ke Stasiun Solo Balapan. Alhamdulillah tentunya ,
dikarenakan usaha keponakanku tersebut dapatlah tiket kereta yang tinggal
satu-satunya. Yaitu gerbong eksekutif A no. kursi 1C. (alias kursi ganjil).
Jam 7:00 kereta berangkat dari Stasiun Solo Balapan dengan
jumlah penumpang yang masih sedikit, ini karena Lodaya pagi mayoritas
penumpangnya banyak yang dari stasiun Tugu Yogyakarta. Benar saja, sampai
stasiun Yogyakarta tepat jam 8:00, berhenti sekitar 10 menit untuk menaikan
seluruh penumpang. Waktu 10 menit aqu manfaatkan untuk turun sejenak guna
membeli oleh-oleh khas Yogya, Bakpia Pathok & Wingko. Hari itu kebetulan
cuaca cukup bagus, tidak panas tapi juga tidak turun hujan. Disepanjang
perjalanan lancar-lancar saja sehingga bisa menikmati pemandangan di sepanjang
sisi rel kereta dengan nyaman.
Kondisi kontur tanah yang dilewati rel ada
perbedaan yang mencolok antara Wilayah Jawa Tengah dengan Jawa Barat. Di Jateng
datar-datar aja dan lurus, sedangkan saat memasuki wilayah Jawa Barat banyak
rel kereta yang berkelok, bahkan ada naik dan turunya. Pemandangannya juga
sangat beda, di wilayah Jabar selain ada
juga sawah tapi kebanyakan tegalan, jurang & tebing di sepanjang sisi rel.
Sesuai dengan jadwal kedatangan yang tertera di tiket, jam
16:00 wibb, sekitar 10 menit lebih lambat kereta tiba di stasiun Hall Bandung.
Terima kasih ya Allah…., berkat Rahman & Rahim-Mu
perjalananku menjadi lancar. Hingga aku bisa berkumpul kembali dengan keluarga,
sahabat & temen-temenku di Bandung.
Bross Peniti berlapis emas pemberian dari Ibu.
Sisi lain :
·
Hari sabtu biasanya jadwal rutin untuk olahraga
yakni Badminton, terpaksa aku tinggalkan.
(so…. kerinduanku kepada temen-temen group
badminton bisa ditunda untuk sabtu berikutnya)
Apapun kejadianya ….” Sing penting Hepiiiiiiii”
(AsTo, 7 Pebruari 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar