Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Serat Jaka
Lodang adalah syair/karangan
dalam bahasa Jawa dari pujangga Rangga Warsita yang mengandung petuah akan adanya
suatu zaman yang penuh dengan pancaroba.
Serat Jaka
Lodang ini terdiri dari dua bagian: bagian pertama dalam bentuk gambuh dengan 3 bait/paragraf (masing-masing mengandung 5
baris) dan bagian kedua dalam bentuk sinom.
...
Pada bagian
kedua yang juga terdiri dari 3 bait (masing-masing mengandung 9 baris),
terdapat petuah sebagai berikut (beserta terjemahan bebas bahasa Indonesianya):
Sasedyane tanpa dadya
Sacipta-cipta tan polih
Kang reraton-raton rantas
Mrih luhur asor pinanggih
Bebendu gung nekani
Kongas ing kanistanipun
Wong agung nis gungira
Sudireng wirang jrih lalis
Ingkang cilik tan tolih ring cilikira
Suatu
waktu seluruh kehendak tidak ada yang terwujud,
apa
yang dicita-citakan akan berantakan,
apa
yang dirancang menjadi gagal,
yang
ingin menang malah kalah,
karena
datangnya hukuman yang berat dari Tuhan.
Yang
tampak hanyalah perbuatan-perbuatan tercela,
orang
besar akan kehilangan kebesarannya,
lebih
baik nama tercemar daripada bertanggung jawab (mati),
sedangkan
yang kecil juga tidak mau tahu akan keterbatasannya.
Wong alim-alim pulasan
Njaba putih njero kuning
Ngulama mangsah maksiat
Madat madon minum main
Kaji-kaji ambataning
Dulban kethu putih mamprung
Wadon nir wadonira
Prabaweng salaka rukmi
Kabeh-kabeh mung marono tingalira
Banyak
orang yang alim, tetapi hanyalah bersifat hiasan saja,
diluar
tampak baik (putih) tetapi di dalamnya kuning,
banyak
ulama berbuat maksiat,
mengisap
ganja, berbuat selingkuh, minum minuman keras, berjudi.
Banyak
haji melemparkan,
dan
melepas ikat kepala hajinya,
para
wanita kehilangan kewanitaannya,
karena
pengaruh harta benda,
semuanya
itu hanya kebendaan-lah yang menjadi tujuannya.
Para sudagar ingargya
Jroning zaman keneng sarik
Marmane saisiningrat
Sangsarane saya mencit
Nir sad estining urip
Iku ta sengkalanipun
Pantoging nandang sudra
Yen wus tobat tanpa mosik
Sru nalangsa narima ngandel ing suksma
Di
antara para saudagar dan pedagang,
hanya
harta bendalah yang dihormati pada zaman itu,
seluruh
isi dunia penuh dengan penderitaan,
kesengsaraan
makin menjadi-jadi,
di
tahun Jawa 1860 (Nir=0, Sad=6, Esthining=8, Urip=1) atau 1930 Masehi
yang
akan menjadi tonggak sejarahnya.
Pada
akhirnya penderitaan yang akan terjadi,
pada
saat semua mulai bertobat dan menyerahkan diri,
kepada
kekuasaan Tuhan dengan sepenuh hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar