Imam
Ja’far as-Sadiq (as) menasehatkan para ibu agar "mereka menidurkan bayi-bayi
mereka yang baru lahir di samping sebelah kiri dari para ibu".32*)
Selama
berabad-abad, nasehat ini dianggap oleh banyak orang sebagai nasehat yang tidak
ada artinya dan dianggap mengada-ada karena tidak ada satu orangpun yang bisa
melihat manfaat dari meletakkan bayi untuk tidur di sebelah kiri dari sang ibu.
Beberapa
orang malah berpendapat lebih jauh lagi. Mereka menganggap bahwa meletakkan
bayi di sebelah kiri ibunya itu malah berbahaya. Ibu dari si bayi itu bisa
saja—secara tidak sadar—berguling ketika sedang tidur dan melindas si bayi
hingga si bayi tidak bisa bernafas dan akan mengalami kematian. Tidak ada satu
orangpun baik di Timur maupun di Barat yang mau mempertimbangkan nasehat Imam
Ja’far (as) dan melihatnya dengan serius. Bahkan itu berlanjut sampai jaman Renaissance
ketika para cerdik cendikia dan para ilmuwan di Eropa mulai mempelajari setiap
teori secara kritis. Tidak ada seorangpun yang mau mencoba untuk meneliti atau
menemukan apakah nasehat Imam Ja’far (as) itu memiliki dasar ilmiah atau tidak.
Pada tahun
1865, Ezra Cornell mendirikan the Cornell University di NYK. Di
universitas ini, ia mendirikan sebuah institut (di bawah jurusan kedokteran)
yang diberi-nama Institute for the Research on New Born and Suckling
Babies. Seorang ahli riset di lembaga ini pernah berkeliling ke
berbagai penjuru dunia dan melihat bahwa semua ibu di setiap Negara yang ia
kunjungi secara naluriah menggendong bayi-bayi mereka dengan meletakkan
bayi-bayinya di sebelah kiri lengannya.
Para
dokter di lembaga ini melihat bahwa bayi-bayi yang diletakkan di sebelah kiri
si ibu ketika mereka tidur, akan tidur nyenyak sekali dan damai sekali sampai
mengeluarkan bunyi
dengkur
pertanda mereka tidur pulas. Akan tetapi bayi-bayi yang diletakkan di sisi kanan
si ibu ketika mereka tidur akan terbangun sesekali dan kemudian menangis keras.
Dalam sebuah observasi diketahui bahwa di hari-hari pertama setelah kelahiran,
bayi-bayi itu akan resah dan tidak bisa istirahat sama sekali, apabila mereka
tidak diletakkan di sebelah kiri dari ibu-ibu mereka.
Setelah
adanya penemuan holografi, dan gambar-gambar holografis dari bayi-bayi yang
belum lahir bisa diambil maka kita bisa melihat bahwa detak jantung si ibu itu
bisa mencapai telinga si bayi yang ada di dalam rahimnya. Eksperimen-eksperimen
dilangsungkan dengan menggunakan mamalia yang berbeda untuk melihat reaksi yang
diberikan oleh janin-janin yang sedang dikandungnya. Semua eksperimen
menunjukkan bahwa ketika jantung si ibu dari si bayi itu berhenti berdetak (walaupun
sesaat), maka si janin mulai menjadi resah dan bergerak-gerak, karena bayi itu
memerlukan pasokan makanan dan makanan itu dialirkan lewat darah yang dipompa
jantung si ibu. Setiap jantung si ibu berdetak, maka sari-sari makanan dan
oksigen mengalir ke si janin.
Eksperimen-eksperimen
ini menunjukkan bahwa bayi-bayi yang belum lahir itu tidak hanya terbiasa
dengan detak jantung sang ibu, tapi keberadaan si bayi itu memang sangat
tergantung dari jantung si ibu yang mengandungnya.
Detak-detak
jantung—bagi si bayi—artinya pasokan suplai makanan yang konstan. Sedangkan
berhentinya detak jantung dari si ibu akan berarti kelaparan dan kematian. Para
bayi dalam kandungan itu sangat tergantung kepada detak jantung ibu-ibunya.
Saking tergantungnya mereka kepada detak jantung si ibu hingga bahkan setelah
mereka lahir-pun, mereka menjadi resah, apabila mereka tidak mendengar detak
jantung.
Seorang bayi yang baru lahir tahu benar akan detak
jantung ibunya sendiri dan itulah sebabnya si bayi itu akan tidur lebih nyaman
dan lebih damai apabila ia diletakkan di sebelah kiri ibunya. Karena
hanya dengan tidur di sebelah kiri ibunya maka si bayi bisa mendengar detak
jantung ibunya secara jelas.33*)
Apabila Cornell
University belum didirikan dan riset terhadap bayi itu belum dilakukan,
maka tidak ada seorangpun yang pernah menyadari (secara ilmiah) pentingnya
nasehat dari sang Imam bahwa para ibu mesti menidurkan bayinya di sebelah
kirinya.
Imam
Ja’far as-Sadiq (as) memiliki pemikiran yang jauh ke depan melintasi ruang dan
waktu. Pemikirannya melampaui rentang waktu 1,100 tahun. Dengan itu kita bisa
dengan mudah menyimpulkan bahwa Imam Ja’far as-Sadiq (as)—seperti para Imam
lainnya dari Ahlul Bayt (as)—semuanya memiliki Ilmu Ladunni (divine
knowledge atau pengetahuan Illahiah).
Pengetahuan Illahiyah inilah yang menjadikan Ilmu
Imam Ja’far (as) itu dasyhat dan tidak tertandingi di jamannya (dan juga di
jaman setelahnya).
*)32
Maksudnya ibu-ibu tidur di sebelah kanan dan bayi-bayinya tidur di sebelah
kiri. (pen)
*)33
Karena letak jantung manusia ada di sebelah kiri (pen)
http://www.islamitucinta.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar