Jumat, 11 Maret 2016

Kisah Nabi Yusuf AS ke-2



Yusuf dilempar ke sumur

Mereka pun sepakat mengajak Yusuf menggembalakan kambing agar mereka bebas melaksanakan niat jahatnya:
“Mereka berkata: “Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia [dapat] bersenang-senang dan [dapat] bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya.” Berkata Yaqub; “Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang kamu lengah daripadanya.” Mereka berkata: “Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan [yang kuat], sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi.”
Maka pergilah Yusuf kecil bersama kakak-kakaknya. Di tengah jalan ia bukannya diajak bermain, tetapi dihajar, dianiaya sampai terluka dan lebam. Kakaknya Yehuda mengeluarkan belati untuk membunuhnya, tapi kakaknya Lawi mencegahnya. Lawi menyarankan sebaiknya Yusuf ditinggal saja dalam sumur agar dibawa ke negara yang jauh. Ditemukanlah sumur berair asin yang tak akan dikunjungi rombongan musafir.
Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur [lalu mereka masukkan dia], dan [di waktu dia sudah dalam sumur] kami wahyukan kepada Yusuf: “Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi” (12:11-15).
Wahyu yang disebut dalam ayat diatas disampaikan malaikat yang menemaninya di dalam sumur, agar Yusuf kecil yang baru dianiaya saudara-saudaranya kuat dan tak ketakutan. Malaikat itu mengingatkan bahwa seorang nabi harus tangguh dan kuat, kemuliaan hanya diperoleh setelah sukses menjalani berbagai kesulitan dengan sabar, yakin bahwa Allah menjaganya. Luka dan lebam akibat dipukul dan dianiaya saudara-saudaranya pun lenyap.
Kakak-kakaknya kembali ke rumah sambil menangis:
“Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis. Mereka berkata: “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala, dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.” Mereka datang membawa baju gamisnya [yang berlumuran] dengan darah palsu. Yaqub berkata: “Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan [yang buruk] itu; maka kesabaran yang baik itulah [kesabaranku]. [1] Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan” (12:16-18).
Sekelompok musafir lewat dan sangat membutuhkan air. Meskipun Malik bin Azr, pemimpin rombongan tersebut, tahu bahwa air sumur itu asin mereka tetap pergi ke sana untuk mencoba, dan ternyata ajaib… air tersebut tidak asin dan dapat diminum. Saat itulah Yusuf ditemukan dan dikeluarkan:
“Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air, maka dia menurunkan timbanya dia berkata: “Oh; kabar gembira, ini seorang anak muda!” Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan” (12:19).
Kakak-kakak Yusuf menyaksikan peristiwa diselamatkannya Yusuf oleh rombongan ini, dan mereka pun mengatakan pada Malik bahwa Yusuf adalah budak mereka. Malik, yang ternyata adalah cucu Nabi Ismail as, kemudian membeli Yusuf. Shamun, kakak Yusuf, mengeluarkan dokumen transaksi jual beli budak pada Malik. Resmilah Yusuf menjadi budak.
Sepanjang perjalanan banyak kejadian yang menunjukkan kedekatan Yusuf pada Allah swt. Saat seseorang hampir menempeleng Yusuf tiba-tiba tangannya terkilir dan ia pun merintih kesakitan semalam penuh. Yusuf pun berdoa kepada Allah dan mengusap-usap tangan yang sakit sampai sembuh. Para anggota rombongan itupun kemudian beriman kepada Allah setelah menyaksikan kebesaran Allah melalui Yusuf as.

Menjadi pelayan di istana Butifar

Setibanya di Mesir Malik menjual Yusuf kepada Butifar yang kebetulan sedang mencari budak. Butifar tertarik pada Yusuf dan menghadiahkannya pada Zulaikha istrinya yang tak memiliki anak:
“Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: “Berikanlah kepadanya tempat [dan layanan] yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi [Mesir], dan agar Kami ajarkan kepadanya tabir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya” (12:20-21).
Budi baik, akhlak dan kepandaian Yusuf benar-benar menarik hati Butifar, Zulaikha dan semua orang di istana Butifar. Butifar dan Zulaikha memberinya nama Mesir, Yuzarsif. Dengan cepat ia diberi berbagai kepercayaan oleh Butifar, termasuk mengatur jatah makanan. Namun ada beberapa orang yang tak suka padanya. Yusuf menegur para biarawan di kuil Amun di dalam istana Butifar. Menurut Yusuf, kalau jumlah biarawan hanya lima orang kenapa mereka mengambil jatah dua puluh orang? Yusuf tak dapat menerima jawaban bahwa sisanya adalah persembahan untuk dewa. Dewa tak butuh makan, menurutnya. Dan inilah awal kebencian biarawan kepada Yusuf.

Istana vs Kuil Amun

Butifar pun ternyata setuju dengan Yusuf. Menurutnya biarawan hanyalah menumpuk harta memperkaya diri sendiri. Jatah makanan dewa pun mereka makan sehingga mereka jadi kegemukan. Butifar pun tak suka dengan laskar kuil Amun yang semena-mena. Bersama Raja Amenhotep 3 Butifar merencanakan untuk melemahkan kekuasaan kuil Amun. Keduanya sama-sama merasa para biarawan telah terlalu banyak membodohi masyarakat. Hubungan antara istana dengan kuil Amun pun memanas. Anekmaho, kepala kuil Amun, memerintahkan agar raja dibunuh. Mereka membayar Apopsis, pembantu istana untuk meracuni raja. Untung persekongkolan ini digagalkan oleh Minarus, juru masak istana yang awalnya diajak membantu proses pembunuhan tersebut. Mereka berdua pun dijebloskan dalam penjara, namun raja tetap tak dapat membuktikan bahwa Anekmaho ada di belakang plot ini.
Sebelum Amenhotep 3 wafat ia berpesan pada anaknya Amenhotep 4, agar melanjutkan usahanya melemahkan kekuasaan kuil Amun agar mereka tak sewenang-wenang lagi. Sang putra mahkota dibesarkan di sisi singgasana ayahnya, mendengarkan setiap percakapan ayahnya dengan Butifar, sehingga suksesi berjalan sangat mulus. Dari awal Amenhotep 4 sudah secara tegas menyatakan ketidaksukaannya pada kuil Amun, meskipun ia pun dianggap sebagai dewa. Istrinya, Ratu Nefertiti, juga mendukung posisinya. Ratu pun tak beriman pada Dewa Amun. Hanya Ibu Suri yang masih setia menyembah Dewa Amun. Amenhotep pun menggunakannya sebagai kaki tangan kuil Amon mempengaruhi raja dan memata-mati raja.
Bersambung…

 https://indiraabidin.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOMOR 2

Nomor Dua Oleh: Dahlan Iskan Kamis 15-02-2024,04:37 WIB SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wa...